Breaking News

Paskah dan Politik Bohong

Kita berharap, calon pemimpin tidak membohongi rakyat dengan janji-janji palsu. Calon pemimpin tidak boleh menjadi "Yudas dan Petrus modern

Editor: Benny Dasman
zoom-inlihat foto Paskah dan Politik Bohong
POS KUPANG/DION KOTA
Inilah salah satu Bukit Golgota yang dibangun para pemuda dari Jemaat Kota Baru, Kupang dalam rangka perayaan Paskah 2015. Gambar diabadikan, Rabu (1/4/2015).

Oleh Inosentius Mansur
Rohaniwan dan Dosen di STIPAS St. Sirilus Ruteng

SETIAP tanggal 1 April, ada sebuah "tradisi unik" yang dikenal dengan April Mop atau April Fools' Day (Inggris). Konon, pada hari ini, orang-orang boleh berbohong tanpa dianggap bersalah. Pada tanggal ini, menipu tidak dilarang, melainkan mendapat "legalitas" dari tradisi dan sosial-publik. Berbohong, tidak dikategorikan sebagai kebohongan, tetapi masuk dalam daftar kewajaran. Kebohongan yang oleh etika publik tidak diperbolehkan, malah dianggap boleh-boleh saja. Saya hendak merefleksikan April Mop ini lalu mengaitkannya dengan Paskah dan realitas sosial-politik.

April Mop dan Paskah
Dari perspektif kristiani, April Mop kali ini agak berbeda. Betapa tidak, April Mop persis berada dalam pekan suci, masa dimana orang kristiani memperingati sengsara dan wafat Kristus, tokoh revolusioner dari Nazareth. Harus dikatakan bahwa sengsara dan wafat Kristus, tidak bisa dilepaspisahkan dari rentetan "kebohongan". Adalah Yudas Iskariot (YI), yang mengawali kebogongan itu.

Menjelang akhir hidupNya, Yesus mengunjungi Betania, tempat dia membangkitkan Lazarus. Sampai di sana Maria meminyaki kaki Yesus. Saat itulah YI berkata: "mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin. Hal itu bukan karena YI memiliki kepekaan terhadap orang miskin, melainkan karena ia adalah pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya"(Yoh.12: 5-6).

Dia juga melakukan aksi "bohong" lewat ciuman untuk menjual gurunya. Dia berbohong karena seakan-akan mencintai gurunya, tetapi sebenarnya memiliki maksud terselubung yaitu menjualNya. Kata-kata dan tindakan lahiriahnya tidak mewakili maksud hatinya. Selain itu, konon para agamais Eropa menilai April Mop merupakan tanggal lahir dan kematian YI. Yudas identik dengan Iblis yang suka berdusta. Lain Yudas, lain Petrus. Petrus juga merupakan salah satu murid Yesus yang melakukan kebohongan. Ia "berbohong" karena takut identitasnya terbongkar. Tatkala hamba perempuan penjaga pintu bertanya kepadanya: "bukankah engkau juga murid orang itu?; dengan lantang Petrus menjawab: "bukan!" (Yoh 18:17).

Di atas semua itu, harus diakui bahwa kematian Kristus merupakan satu cara radikal untuk penebusan dosa-dosa manusia. Hal ini terjadi karena manusia terseret dalam kekhilafan luar biasa. Manusia yang ditebus oleh Kristus adalah manusia-manusia yang menjadikan kebohongan sebagai bagian integral dari hidup mereka. Kristus wafat di Salib karena kebohongan telah memporak-porandakan keutuhan integritas dan menghancurkan "kohesi" ruang sosial manusia.

April Mop, Paskah dan Politik Bohong
Menjelang paskah - di beberapa daerah - kita akan dengan mudah menjumpai "baliho-baliho" yang berisi tentang ucapan paskah dari para calon pemimpin.

Maksudnya jelas, mereka ingin memperlihatkan religiositas yang tinggi dan berusaha mempengaruhi publik dengan ucapan-ucapan tersebut. Dari perspektif religius, kita tidak perlu mempersoalkan ucapan-ucapan tersebut. Setiap orang, termasuk calon pemimpin bebas menyampaikannya, selagi tidak bertentangan dengan ajaran agama dan etika publik. Tetapi dari perspektif sosio-politik kita patut mewaspadai hal seperti itu. Bisa jadi, para calon pemimpin itu berusaha menciptakan kesan bahwa mereka adalah figur-figur yang bisa diandalkan rakyat. Toh tidak ada yang tahu persis apakah mereka jujur dan mengatakan itu dari hati tulus ataukah mereka hanya ingin dikenal untuk kemudian dipilih rakyat.

Jangan-jangan, ada dari antara mereka yang berbohong, tampil seakan-akan tokoh revolusioner ala Kristus, tetapi malah memiliki maksud terselubung seperti Yudas Iskariot. Jangan sampai seperti Petrus, mereka juga menyatakan ingin berkorban (bagi rakyat), tetapi akhirnya mengabaikan rakyat. Saya tidak sedang menuduh para calon pemimpin kita berpotensi menjadi seperti Yudas dan Petrus, tetapi fakta mengatakan bahwa ketika terpilih, banyak pemimpin yang malah meninggalkan rakyat dan secara tega menjual rakyat demi kepentingannya. Saat menjadi calon, tampil sebagai tokoh "akar rumput", tetapi setelah terpilih malah terlibat dalam konspirasi pragmatis lantas memarginalkan rakyat akar rumput.

Kita berharap, calon pemimpin tidak membohongi rakyat dengan janji-janji palsu. Calon pemimpin tidak boleh menjadi "Yudas dan Petrus modern" yang tampil seakan-akan berpihak pada rakyat, tetapi tatkala kekuasaan diperoleh malah menjual dan meninggalkan rakyat. Calon pemimpin tidak boleh berpolitik dengan membohongi rakyat! *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved