Sidang Kasus Brigpol Rudy Soik
Polda NTT Tanggapi Pernyataan Tentang Diskresi Kepolisian
Kepolisian Daerah (Polda) NTT memberikan tanggapan mengenai kabar tentang dikresi kepolisian. Tanggapan ini terkait dengan kasus persidangan Brigpol R
Penulis: alwy | Editor: Alfred Dama
Laporan Wartawan Pos Kupang, Muhlis Al Alawi
POS KUPANG.COM, KUPANG -- Kepolisian Daerah (Polda) NTT memberikan tanggapan mengenai keterangan saksi ahli, Kombes Pol (Purn) Alfonn Loemau dalam sidang di PN Kupang Kamis (15/1/2015) dalam kasus dugaan penganiyaan oleh Brigpol Rudy Soik kepada korban Ismail Pati Sanga.
Dalam sidang itu, Alfins Loemau menyebutkan anggota polisi memiliki kewenangan diskresi.
Kabid Humas Polda NTT, AKBP Agus Santoso, SH, SIK kepada Pos Kupang, Kamis (22/1/2015) menjelaskan, tindakan diskresi yang dilakukan setiap anggota polisi yang bertugas di lapangan memeliki dasar hukum yang diberikan undang-undang. Dasar hukum seorang anggota melakukan tindakan diskresi yakni Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang kepolisian.
"Diskresi kepolisian adalah kewenangan yang diberikan oleh undang undang yang sifatnya melekat pada setiap anggota kepolisian. Dasar hukum diskresi kepolisian ( tindakan lain menurut hukum yg bertanggung jawab) adalah pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 KUHAP dan Pasal 16 ayat 1 huruf l dan Pasal 2 UU No 2/ 2002 tentang Polri," Agus Santoso.
Menurut Agus seorang anggota polisi yang akan melakukan tindakan diskresi harus memenuhi lima syarat .
Pertama, tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum.
Kedua, selaras degan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan.
Ketiga, tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya.
Keempat, atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa.
Kelima, menghormati hak asasi manusia.
Ia mencontohkan tindakan diskresi kepolisian yang bisa dirasakan dan dilihat sehari hari adalah tindakan polantas yang sedang berjaga di suatu perempatan jalan yang memiliki lampu pengatur lalu lintas.
Seorang polantas dapat mengabaikan lampu pengatur lalu lintas apabila menurut penilaian dari polantas terdapat kemacetan pada jalan tersebut. Dengan demikian , polantas tersebut mengatur pengendara untuk tetap jalan walaupun lampu pengatur lalu lintas berwarna merah / berhenti. Dan sebaliknya menghentikan kendaraan walaupun lampu hijau.
"Jadi tindakan yang dilakukan oleh Brigpol Rudi Soik yang melakukan pemukulan terhadap korban tidak dapat dibenarkan karena tidak masuk dalam kriteria tersebut walaupun itu dalam lingkup pengungkapan kasus. Sebab nanti kalau di benarkan akan terjadi banyak sekali anggota Polri yang melakukan pemukulan kepada masyarakat dengan alasan masih dalam lingkup tugasnya dan dalam rangka pengungkapan kasus," demikian Agus.
Sebelumnya, dalam lanjutan persidangan di Pengandilan Negeri (PN) Kupang dalam kasus penganiyaan oleh terdakwa Brigpol Rudy Soik menghadirkan saksi ahli Kombes Pol Purn Alfons Loe Mau.
Dalam keterangannya di depan hakim, Alfons Loemau menjelaskan anggota polri bisa melakukan diskresi, karena diskresi itu adalah sebagai kebebasan polisi dalam mengambil keputusan menurut pertimbangannya sendiri. Dan Rudy Soik adalah anggota polisi yang juga dapat melakukan diskresi.
Kombes Pol (purn). Drs Alfons Loemau S.H,M.Si, M.Bus yang juga dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) RI dan juga purnawiran Polri yang dihadirkan sebagai saksi ahli mengatakan, polisi atau anggota polri bisa saja melakukan diskresi atas penilaian anggota polri itu ketika menjalankan tugas.
"Polisi bisa lakukan diskresi. Dan diskresi itu bisa dilakukan polisi dan tindak itu semata-mata bukan untuk kepentingan pelaku atau polisi itu sendiri. Dan diskresi dilakukan dengan memperhatikan hak asasi manusia," kata Alfons Untuk diketahui diskresi kepolisian diatur dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Polri.*