Bobby Lianto, MBA: Punya Rumah adalah Investasi
Memiliki rumah sendiri tentu menjadi idaman setiap orang. Sayangnya tidak semua orang belum memiliki rumah
POS KUPANG.COM -- Memiliki rumah sendiri tentu menjadi idaman setiap orang. Sayangnya tidak semua orang belum memiliki rumah. Bobby Lianto, MBA, Ketua Real Estate Indonesia (REI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menjelaskan di NTT saat ini ada sekitar satu juta orang yang belum memiliki rumah. Ini menggambarkan kebutuhan rumah tinggal di NTT masih sangat tinggi.
Idealnya, seseorang yang sudah menikah harus memiliki rumah sendiri, namun kenyataan di NTT kesadaran untuk memiliki rumah masih sangat rendah. Ketua REI termuda ini mengatakan masih banyak pasangan yang sudah menikah tapi memilih tetap tinggal di pondok mertua indah (rumah mertua), rumah kontrakan atau kos-kosan. Padahal memiliki rumah juga merupakan bentuk lain dari investasi. Berikut petikan perbincangan dengan Pos Kupang.
Sebagai ketua REI NTT, bagaimana Anda melihat kebutuhan rumah di wilayah ini?
Kalau dari data kita, sebenarnya kebutuhan perumahan di NTT, kita sebut dengan angka becklog. Di NTT hampir satu juta, jadi kita punya angka becklog ini sekitar satu jutaan. Ini artinya orang yang belum memiliki rumah sebanyak itu. Orang yang belum memiliki rumah ini dihitung setelah dia menikah dan setelah menikah itu apakah dia ngekos, dia sewa rumah atau kontrak rumah, atau dia tinggal di pondok indah mertua disebut becklog.
Jadi angka becklog adalah angka atau nilai orang yang membutuhkan rumah yang dihitung setelah menikah. Angka satu juta menunjukkan sangat tinggi. Ada beberapa kabupaten di NTT yang merupakan hasil pemekaran atau kita sebut daerah otonom baru (DOB) sehingga kebutuhan rumah menjadi sangat penting atau urgen. Jadi banyaknya DOB membuat adanya perpindahan suatu daerah pemerintahan, di situ akan terbentuk civic center, tentu saja di situ dibutuhkan daerah perumahan untuk masyarakat.
Bagaimana memenuhi kebutuhan rumah, kalau yang membutuhkan rumah merasa tidak mampu untuk membeli?
Kalau di bidang perumahan itu ada yang kita sebut dengan Rumah Sejahtera Tapak (RST). Perumahan ini dulu disebut dengan RSS. Rumah sejahtera tapak ini untuk kelas bawah, rumah murah yang disuport atau yang difasilitasi juga oleh pemerintah. Dulu disebut subsidi, tapi sekarang ada bantuan-bantuan pemerintah. Pertama, bantuan pemerintah melalui kementerian perumahan rakyat kepada developer yang membangun perumahan RST. Bantuan yang diberikan berupa fasilitas atau PSU atau Prasarana dan Sarana Umum untuk jalan lingkungan di perumahan seperti jalan dan drainase. Ada beberapa bentuk jalan yang ditawarkan yaitu aspal hotmix, bisa pavin block, bisa cor beton. Jadi disesuaikan dengan daerah masing-masing. Itu anggarannya disipakan oleh kementerian perumahan untuk mensuport rumah-rumah murah tersebut.
Apakah hanya developernya saja yang dibantu?
Bukan hanya developernya yang dibantu untuk kawasannya tapi juga fasilitas untuk mendapatkan kredit itu dibantu oleh pemerintah yang disebut FLPP atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. FLPP ini dulu dikenal dengan nama KPR bersubsidi. Bedanya kalau dulu KPR bersubsidi itu masyarakat yang membeli rumah, dia dapat subsidi dari pemerintah. Tapi yang sekarang itu pemerintah siapkan fasilitas. Jadi, uangnya pemerintah itu tidak disubsidikan tapi uang dalam jumlah besar yang dimiliki oleh pemerintah ditaruh pada bank tertentu yang menangani perumahan ini sehingga bunga yang diberikan oleh bank ini kepada konsumen menjadi kecil. Ini memang agak teknis pembicaraannya.
Apa fasilitasnya?
Fasilitas yang diberikan pemerintah ada kemudahan-kemudahannya. Pertama, uang muka cukup lima persen. Jadi, harga terbaru ini sudah naik yaitu Rp 115 juta untuk wilayah kita. Uang muka cukup 5 persen saja, berarti sekitar Rp 5,7 juta. Dengan uang Rp 5 juta itu kita sudah bisa mendapat rumah. Fasilitas lainnya adalah DP murah dan bunganya hanya 7,25 persen dan angsuran selama 15-20 tahun. Nah, bayangkan bunga bank lagi naik hingga sekitar 14-15 persen, tapi pemerintah memberikan fasilitas ini sehingga bunga itu ditekan sampai 7,25 persen dan dijamin oleh pemerintah tidak akan berubah seumur itu.
Keuntungannya, orang yang mencicil awal-awal dia merasa sedikit berat. Jadi, pada awal dia mencicil terasa berat tapi kalau sudah lima tahun, harga ini tidak terasa berat bagi dia, apalagi 10 tahun atau apalagi sudah 15 tahun. Jadi, semakin lama terasa semakin ringan.
Contoh Perumnas, dulu-dulu orang cicil Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu karena gaji mereka hanya sekitar Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu per bulan, tapi sekarang harga itu terasa sangat ringan. Fasilitas juga diberikan berupa asuransi jiwa kepada pembelinya. Ini secara cuma-cuma sehingga apabila si debitur yang memiliki rumah ini meninggal, dia tidak meninggalkan hutang rumah untuk istrinya tapi secara otomatis asuransi jiwa itu melunasi rumah itu. Jadi, rumah itu langsung jadi hadiah sehingga tidak perlu cicil-cicil lagi. Kemudian bunga pinjaman juga dijamin tidak berubah, sehingga krisis moneter separah apapun tidak tidak akan berubah.
Fasilitas ini apakah berlaku untuk semua masyarakat?
Fasilitas ini tidak diberikan kepada sembarang orang karena ada syarat-syaratnya. Ada tiga syarat utama yang diberikan. Pertama, fasilitas ini diberikan kepada yang disebut kategori MBR atau masyarakat yang berperhasilan rendah, penghasilan gaji pokoknya tidak lebih dari Rp 3,5 juta per bulan. Kedua, dia belum memiliki rumah yang dibuktikan surat keterangan dari lurah atau kepala desa bahwa dia belum memiliki rumah. Ketiga, adalah nilainya tidak lebih dari Rp 115 juta tadi. Ini syarat utama untuk mendapatkan fasilitas ini. Ada juga kemudahan, bebas PPN. Jadi, harga Rp 115 juta itu bebas PPN sehingga tidak perlu bayar pajak.
Angka becklog dari kebutuhan rumah di NTT, berapa yang sudah direalisasikan REI NTT?
Setahun REI NTT hanya bisa produksi sekitar 2.000 rumah, dengan kondisi ada 29 orang anggota di mana ada yang aktif dan ada yang tidak aktif. Kita hanya bisa hasilkan 2.000 rumah. Kalau kebutuhan kita satu juta rumah, maka kita perlu 500 tahun lagi untuk memenuhi kebutuhan rumah itu. Jadi angka satu juta kebutuhan rumah itu tidak sepenuhnya tanggung jawab REI karena di UUD 1945 itu menjadi tanggung jawab pemerintah. REI ini sebagai mitra pemerintah yang bisa didorong untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Kenapa produksi rumah hanya sekian, apakah ini terkait dengan daya beli yang rendah atau kesadaran memiliki rumah sendiri yang masih kurang?
Angka satu juta ini merupakan hasil survai menyeluruh di semua daerah di NTT. Angka-angka itu kan hasil survai, pembangunan perumahan ini tidak semudah atau segampang ditangani oleh salah satu pihak saja. Pembangunan perumahan ini harus melibatkan banyak sektor atau harus ada investor atau developer. Kedua, harus ada dukungan dari pemeritah daerah. Sudah ada dukungan dari pemerintah pusat tapi harus ada juga dukungan pemerintah daerah. Bukan hanya pemerintah saja, harus ada dukungan dari stakeholder dalam bidang perumahan seperti sektor kelistrikan dan air minum. Jadi, bangun rumah tidak sekadar membangun karena rumah untuk ditinggali orang itu harus ada fasilitas listrik dan air minum.
Jadi, kalau kita mau bangun di suatu kawasan kampung, kalau tidak ada listriknya, siapa yang mau tinggal. Kita tidak mungkin membangun perumahan tanpa listrik. Kalau di kampung-kampung atau daerah pelosok yang belum kami jangkau dan biasanya di wilayah-wilayah tersebut ada rumah bantuan pemerintah atau bantuan sosial bagi orang tidak mampu dan lain-lain. Kalau memiliki kawasan perumahan biasanya di kota-kota.
Bagaimana Anda melihat rasa ingin punya rumah oleh masyarakat NTT?
Ada satu yang ingin saya sampaikan bahwa masyarakat kita di NTT punya pemahaman atau kesadaran memiliki rumah masih sangat rendah. Banyak orang yang waktu mereka terima gaji sudah merasa cukup dengan hidup dengan tinggal di kos atau tinggal bersama mertua. Padahal sebenarnya rumah ini adalah suatu kebutuhan dasar. Kedua adalah investasi. Kesadaran memiliki rumah ini yang masih sangat rendah. Kami dari developer ingin rumah laku, jadi kami sudah buat melalui REI expo untuk mensosialisasikan kesadaran warga. Tapi kita butuh juga dari sisi pemerintahnya yang mendorong para pegawai harus sadar agar sejak muda memiliki rumah. Banyak PNS kita yang sudah mau pensiun tapi belum ada rumah. Itu yang sangat disayangkan. Padahal memiliki rumah ini ada juga punya faktor menabungnya atau investasi jangka panjang.
Apa rencana Anda bersama REI NTT agar masyarakat yang belum punya rumah bisa memiliki rumah sendiri?
Kita mau bersama pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah propinsi sama-sama mendorong agar orang-orang tadi memiliki rumah. Jadi, kita lagi desain gerakan AYO Punya Rumah. Jadi, ini suatu kesadaran yang harus kita gerakkan, mungkin dari REI kita harus upayakan gerakan ini.