Putra - Putri Labuan Bajo Diaspora Internasional Menentang Rencana Relokasi Warga Pulau Komodo

menolak pernyataan Gubernur Laiskodat yang menyebut warga perkampungan tradisional Komodo adalah warga liar

Penulis: Servan Mammilianus | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG/SERVAN MAMMILIANUS
Ketua Putra - Putri Labuan Bajo Diaspora Internasional, Chelluz Pahun. 

Putra - Putri Labuan Bajo Diaspora Internasional Menentang Rencana Relokasi Warga Pulau Komodo

POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO--Putra - putri Labuan Bajo Diaspora Internasional menentang keras rencana Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat merelokasi warga perkampungan tradisional Komodo di Pulau Komodo dengan dalih program konservasi.

Mereka menyampaikan itu lewat rilis yang diterima POS--KUPANG.COM, Jumat (26/7/2019).

Putra - putri Labuan Bajo Diaspora Internasional juga menolak pernyataan Gubernur Laiskodat yang menyebut warga perkampungan tradisional Komodo adalah warga liar.

Ketua Putra - putri Labuan Bajo Diaspora Internasional, Chelluz Pahun menegaskan bahwa berdasarkan espedisi Douglas Burden tahun 1926, mendapatkan telah terdapat pemukiman di Pulau Komodo dan menyebut diri mereka sebagai orang Modo atau suku Modo.

"Sangat disayangkan seorang gubernur menyebut warga Pulau Komodo ini sebagai penduduk liar, sementara pemukiman itu sudah ada jauh sebelum Negara Indonesia terbentuk. Pernyataan Gubernur Laiskodat itu sangat liar,” kata Chelluz yang merupakan pegiat Ecosoc Rights ini.

Menurut Chelluz, warga Pulau Komodo dan binatang Komodo serta Pulau Komodo adalah satu kesatuan identitas dan entitas.

Menurutnya jika perkampungan tradisional ini hilang karena masyarakatnya direlokasi, tentu saja berdampak musnahnya satu suku di wilayah Manggarai Barat.

“Bahasa yang masih digunakan warga di Pulau Komodo, bahasa Suku Modo inilah menunjukan sebuah identitas sosial warga Pulau Komodo. Rencana relokasi warga Komodo berpotensi masyarakat Pulau Komodo kehilangan identitas sosial mereka. Gubernur Lasikodat orang yang paling bertangungjawab atas musnahnya satu suku di Indonesia” kata Chelluz.

Dia menambahkan, Putra-Putri Labuan Bajo Diaspora Internasional pada dasarnya sepakat dengan kegiatan konservasi di Pulau Komodo namun kegiatan konservasi yang akan dilakukan tersebut tidak mengorbankan masyarakat lokal.

"Ini ecofasis namanya jika masyarakat di perkampungan tradisional di tempat itu diusir keluar, padahal upaya konservasi menganut paham antroposentrism dimana konservasi yang dilakukan membawa manfaat untuk masyarakat lokal” kata Chelluz.

Sementara itu, Sosiolog Universitas Bina Nusantara Jakarta, Yustinus Ardianus Ruman menegaskan, konservasi yang dilakukan mestinya tidak serta merta melakukan relokasi warga dari Pulau Komodo.

Menurut Putra Labuan Bajo ini, konservasi yang mestinya dilakukan harusnya berdampak pada perkembangan peradaban manusianya.

“Pemukiman tradisionalnya mestinya bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan konservasi itu. Perkampungan ditata baik, kebudayaannya diperhatikan dan nilai-nilai lokal yang memiliki relasi dengan binatang Komodo mestinya dijaga dan turut dilindungi," kata Yustinus.

Selain itu kata dia, perkampungan tradisional menjadi sebuah destinasi tersendiri dalam pengembangan pariwisata di Pulau Komodo.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved