Sidang Kasus Korupsi PDAM Ende, Saksi Sebut Ada Penyertaan Modal Rp 3,5 Miliar dari Pemkab
Sidang lanjutan kasus korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ) Tirta Kelimutu Kabupaten Ende di Pengadilan Negeri Tipikor Kelas 1 Kupang
Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Sidang lanjutan kasus korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ) Tirta Kelimutu Kabupaten Ende di Pengadilan Negeri Tipikor Kelas 1 Kupang kembali digelar pada Senin (25/4/2019).
Dalam sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tony Aji Kurniawan SH dan Bagus Gede SH menghadirkan dua saksi yang merupakan pejabat di kantor PDAM Ende.
Saksi pertama, Mukti Jayadi (50) adalah mantan Kepala Bagian Teknik PDAM Ende yang pensiun pada 2015 dan Ambrosius Pake Pani (56) mantan Kepala Bagian Teknik PDAM Ende yang menggantikan Mukti dan pensiun pada 2017.
• Usai Mencuri, Satu Pelaku Ini Gunakan Hasil Curiannya untuk Beli Tas Buat Anaknya
Kedua saksi tersebut sebelumnya juga telah di-BAP oleh penyidik kepolisian sebelum kasus ini naik ke meja hijau. Mukri Jayadi mengaku telah diperiksa oleh penyidik Kepolisian Ende sebanyak tiga kali dalam kasus tersebut.
Dalam sidang yang dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Tedy SH bersama hakim anggota Ibnu Kholik SH, MH dan Ali Muhtarom SH, MH, Jayadi menyebutkan, proyek pemasangan sambungan rumah tersebut terlaksana dalam tiga tahapan, yakni tahapan pertama untuk program MBR sebanyak 500 unit dengan dana dari AUSAID, tahap kedua sebanyak 1.000 unit dengan dana dari APBN melalui Kementerian PU dan tahap ketiga untuk program PKPM sebanyak 300 unit.
• Pembangunan Gedung PAUD dan Posyandu, Setelah Diperiksa, Kades Hoi Langsung Ditahan
Ia menjelaskan, dalam pemasangan sambungan rumah tersebut, untuk setiap konsumen dikenakan biaya Rp 500 ribu. Biaya tersebut merupakan kebijakan yang ditetapkan oleh Direktur PDAM Ende Soedarsono berdasarkan hasil pertemuan bersama sebelum proyek tersebut dijalankan. Mekanisme penentuan biaya pemasangan sambungan tersebut, akunya, dihasilkan dari keputusan musyawarah.
"Yang menetapkan kebijakan itu keputusan direktur tentang pemasangan PDAM," katanya.
Ia mengaku, terlibat mengelola proyek tahap ketiga (300 unit) dimana ia juga memfasilitasi sebanyak 68 sambungan dari 300 unit yang dikoordinir bersama rekan-rekannya. Untuk pembayarannya, ia mengaku menyerahkan sebanyak tiga kali setoran kepada Direktur PDAM Soedarsono dengan total uang senilai Rp 34 juta namun penyerahannya tidak disertai dengan bukti kuitansi. Bukti kuitansi baru ia minta setelah proyek tersebut diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Ende.
"Waktu saya menyerahkan, saya tidak meminta kwitansi, hanya setelah tim jaksa turun memeriksa PDAM baru saya meminta kwitansi, karena saya berpikir pimpinan saya tidak mungkin menipu saya," ujarnya.
Ia juga bersaksi bahwa proses penagihan pembayaran untuk tahapan 500 sambungan, ia juga terlibat karena sesuai perintah direktur bahwa semua karyawan PDAM yang ikut mengerjakannya.
Sebagai koordinator lapangan pengawasan teknik, ia mengakui tidak mengetahui aliran penyetoran uang yang dilakukan dalam proyek tersebut.
Demikian pula untuk direktur, ia juga mengaku tidak mengetahui apakah dana yang diterima itu disetorkan oleh Sudarsono atau tidak ke kas PDAM, namun menurutnya tidak pernah ada pemeriksaan/audit dari inspektorat selama tahun 2015 hingga 2016.
Untuk pekerjaan tahap ketiga yang diserahkan kepada kontraktor, katanya pada 15 Desember 2015, pekerjaan ini dinilai seperti simpang-siur, sehingga dalam perjalanannya kontraktor menyerahkan ke Marsel Sakera, seorang staf di PDAM Ende.
"Dalam perjalanan dua bulan pak direktur memerintahkan saya dan pak Marsel, untuk sambungan yang belum terpasang oleh kontraktor bisa kembalikan ke PDAM untuk pemasangan lainnya," ungkap Mukti.
Dibalik kesaksiannya itu, ia mengatakan bahwa saat ini masyarakat konsumen di Kabupaten Ende telah menikmati air dari hasil pemasangan yang dilakukan dalam tiga proyek tersebut.