Opini Pos Kupang

Debat Capres 2019 dan Komunikasi Nonverbal

Pemirsa menafsir debat capres 2019 keaslian makna di balik aksi nonverbal. Selain itu, dengan perjalanan waktu

Editor: Dion DB Putra
@Sutopo_PN via wartakota.tribunnews.com
Joko Widodo dan Prabowo Subianto siap debat capres, Kamis (17/1/2019). 

Oleh Robert Bala
Pernah mendalami Public Speaking pada Facultad Filosofía y Letras, Universidad Complutense de Madrid Spanyol.

POS-KUPANG.COM - Momen Sandiaga Uno memijat Prabowo atau atau sikap Ma'ruf yang lebih banyak diam tetapi memiliki tatapan tajam, merupakan hal yang tidak terkata tetapi terbaca.

Pemirsa menafsir debat capres 2019 keaslian makna di balik aksi nonverbal. Selain itu, dengan perjalanan waktu, kata terucap perlahan terlupakan, tetapi ekspresi nonverbal cukup lama bertahan.

Cukup beralasan ketika John Stoker menulis: 93% of communication occurs through nonverbal behaviour and tone. Only 7% of communication tekes place through the use of words.

Dul Jaelani dan Al Menangis Ingat Ayahnya, Ahmad Dhani Dipenjarakan dan Huni Sel Berbau Pesing

Ramalan Zodiak Minggu 3 Februari 2019, Ini Deretan Zodiak Yang Raih Keberuntungan

Drakor Terbaru Lee Jong Suk Romance Is A Bonus Book Mulai Tayang, Anda Wajib Nonton

Penulis buku Overcoming Fake Talk: How to Hold Real Conversation that Create Respect, Build Relationships, and Get Results, ingin menekankan bahwa komunikasi nonverbal lebih jujur menyampaikan pesan. Ia bisa menyibak kebohongan (fake talk), meski coba ditutup dengan kibulan kata.

Komunikasi nonverbal dilihat lebih efisien karena tanpa berpikir panjang, sebuah pesan dapat dipahami. Akurasi tafsiran lebih tepat. Di baliknya akan terbaca kredibilitas dari pengirim pesan.

Penyampaian pikiran dengan suara yang rendah dan lebih banyak jedah dengan menggunakan kata `o', `e', `um', menandakan rendahnya tingkat kepercayaan diri dan lemahnya penguasaan pesan. Hal itu akan merambat pada kesangsian akan reabilitas atau kesahiban pembicaraan.

Pada sisi lain, komunikasi nonverbal pada gilirannya dapat membantu untuk mengidentifikasi kemungkinan kecurangan atau manipulasi yang dilakukan. Dengan kata lain, kecurangan tidak akan dibiarkan terlaksana, tetapi sudah bisa dideteksi dan diantisipasi secara dini.

Meski efektivitas dan efisiensi melalui komunikasi nonverbal tetapi secara internal, ada bagian yang tidak mudah diidentifikasi. Aspek kronemik yaitu penggunaan waktu dan proxemik yaitu jarak (intim, personal, sosial, publik) saat berkomunikasi kerap butuh análisis yang lebih detail.

Hal itu berbeda dengan ekspresi heptik berupa sentuhan atau gerakan tubuh dan elusan pijitan kecil, dengan mudah ditafsir sebagai upaya spontan mengatasi grogi akibat stres. Tarian spontan Prabowo pun bisa ditafsir sebagai kecakapan mengatasi stress.

Ekspresi paralinguistik yang ditunjukkan Jokowi saat menyampaikan visi dengan intonasi serta jedah yang tidak tertata dengan segera menunjukkan bahwa ia masih cukup banyak terpaku pada teks. Hal itu bisa ditafsir sebagai penguasaan materi yang belum maksimal.

Hal yang sama ditunjukkan Prabowo saat menjawab tentang langkah-langkah mengatasi birokrasi yang bebas dari korupsi. Argumen tentang peningkatan penghasilan demi mengatasi korupsi secara tidak langsung terpental saat di akhir sesi, ia menggunakan `e' sebanyak 7 kali tanda keraguan akan pesan. Suara yang kian rendah juga menguatkan hal tersebut.

Lebih Jujur

Pentingnya komunikasi nonverbal perlu mendapatkan perhatian sekaligus menjadi bagian dari evaluasi tim pemenangan. Pertama, dalam era komunikasi massa, perdebatan yang paling hangat bukan terjadi selama debat tetapi sesudahnya.

Rekaman dan cuplikan kemudian akan dianalisis. Hal itu untuk menghindari pembicaraan keliru (seperti luas Jawa Tengah) yang kemudian menjadi olokan yang menyudutkan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved