Opini Pos Kupang
Sengkarut Tarif Portir Pelabuhan di Nusa Tenggara Timur
Dalam beberapa kali rapat tersebut saya selalu menegaskan bahwa pelabuhan adalah pintu masuk ekonomi perdagangan suatu daerah.
Oleh: Darius Beda Daton
Kepala Perwakilan Ombudsman NTT
POS-KUPANG.COM - Setidaknya dua tahun belakangan ini, saya beberapa kali diundang otoritas Pelabuhan Tenau Kupang untuk membahas kelancaran pelayanan masyarakat oleh semua instansi yang bergabung dalam otoritas pelabuhan.
Kantor Syahbandar dan Otorotas Pelabuhan (KSOP) selaku otoritas tertinggi di pelabuhan mengundang semua pihak antara lain PT pelindo, PT Pelni, PT ASDP, Koordinator Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM), koordinator portir, ketua koperasi TKBM, Dinas Tenaga Kerja dan KP3 laut guna membicarakan tarif TKBM dan tarif portir.
Dalam beberapa kali rapat tersebut saya selalu menegaskan bahwa pelabuhan adalah pintu masuk ekonomi perdagangan suatu daerah. Karena itu semua pengguna jasa pelabuhan harus merasa nyaman dan aman selama berada di area pelabuhan.
• Bayi Dibuang di Tepi Sungai Nyenyak Tidur dalam Gendongan Polwan
• Sempat Mengelak, Ibu Muda yang Membuang Bayinya di Tepi Sungai Oesapa Mengaku, Ini Pengakuannya
• Mau Tahu Nasib Cinta Kamu Sepekan ke Depan, Yuk Simak Ramalan Zodiak Cinta 20-26 Januari 2019
Jangan menimbulkan rasa takut dan kecemasan bagi pengguna jasa pelabuhan. Sebab jika itu terjadi, tentu saja akan menghambat distribusi logistik ke suatu daerah atau menimbulkan distribusi logistik berbiaya tinggi.
Pada akhirnya beban biaya tinggi tersebut ditimpahkan kepada pengguna barang atau pelanggan di suatu daerah.
Keluhan Pengguna Jasa pelabuhan
Berikut ini redaksi SMS dan WA yang kerap saya terima setiap hari.
"Para portir bertindak seolah-olah pelabuhan saat kapal sandar itu jadi milik mereka sehingga tarif yg diminta juga di luar batas kewajaran. Hal ini perlu di tindaklanjuti secara serius sehingga tidak ada lagi keluhan masyarakat. Baru-baru ini saya muat barang dengan ongkos pick up 300 ribu dan bayar bagasi kapal 150 ribu, namun portir minta ongkos turun barang dari pick up yang sudah masuk dalam kapal feri sebesar Rp 1 juta. Setelah negosiasi baru diminta bayar sebesar Rp 700 ribu. Menjengkelkan, hampir semua pelabuhan dikuasai portir. Harga mereka yang atur semau gue."
Maklum, nomor ponsel saya terpampang di Pelabuhan Tenau dan Bolok Kupang guna memudahkan pengguna jasa pelabuhan mengajukan komplain jika merasakan pelayanan yang tidak sesuai standar pelayanan.
Selain Pelabuhan Kupang, saya juga kerap menerima komplain pengguna jasa pelabuhan di Larantuka, Pelabuhan Terong di Waiwerang dan Pelabuhan Lewoleba di Kabupaten Lembata.
Bahkan para pengguna jasa pelabuhan di Kota Larantuka mengeluh ongkos TKBM dan portir hampir sama dengan biaya sewa satu kontainer dari Surabaya ke Larantuka.
Cukup mengejutkan. Dari beragam keluhan terkait portir tersebut, saya mengidentifikasi beberapa substansi yang dominan disampaikan adalah pertama; keluhan terkait tarif/biaya angkut Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan tenaga portir yang tidak terstandar. Tarif portir ditentukan sepihak oleh portir.
Kedua, pemaksaan kehendak atau persetujuan di bawah paksaan TKBM dan portir. Bahkan tak jarang berujung perkelahian dan menimbulkan korban jiwa. Keluhan terkait tarif portir dirasa sangat mencekik pengguna jasa pelabuhan.
Hal ini harus menjadi perhatian pengelola pelabuhan mengingat masalah tarif angkut dan pemaksaan kehendak portir kepada para pengguna jasa pelabuhan seolah terus terjadi tanpa bisa dihentikan otoritas pelabuhan.