200 Imigran Mendadak Minta Pindah dari Kupang. Ini Alasan Mereka
Mengenai wacana imigran dipindahkan ke Pulau Ndana, Kabupaten Rote Ndao, Sopur asal Afganistan mengaku
Penulis: Ryan Nong | Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM, KUPANG -Sedikitnya 200 orang imigran berstatus pengungsi mendatangi kantor International Organization for Migration (IOM) di Kelurahan Kelapa Lima, Kecamatan Kelapa Lima, Jumat (26/10/2018) pagi. Mereka memita segera dipindahkan dari Kota Kupang.
IOM atau Organisasi Internasional untuk Migrasi bertugas untuk membantu menempatkan kembali pengungsi. Saat menangani pengungsi, IOM selalu bersama United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) atau Komisioner Tinggi PBB untuk urusan pengungsi.
Imigran yang melakukan aksi selama ini menempati empat lokasi penampungan, yaitu Rumah Detensi Migrasi (Rudenim) Kupang, Hotel Ina Boi, Hotel Lavender dan Hotel Kupang Inn.
Baca: 5 Pasangan Zodiak Ini Tak Bisa Menikah, Karena Lebih Cocok Jadi Sahabat
Baca: Inilah 6 Drama Korea yang Dibintangi Shin Won Selain Drakor Legend of The Blue Sea
Baca: BTS Dapatkan Penghargaan Order of Cultural Merit, Apa Lagi Itu, Yuk Kepoin
Mereka tiba di kantor IOM pukul 09.00 Wita. Kedatangan mereka untuk menemui pimpinan IOM, namun tidak terwujud. Kantor IOM yang berada di kompleks perumahan, tertutup. Pintu pagar yang menjadi akses utama masuk kantor digembok. Hanya ada seorang petugas keamanan terlihat di halaman kantor.
Imigran asal Provinsi Ghazni, Afganistan, Bashir Rasikg (29) mengatakan, dia dan rekan-rekannya mau bertemu pimpinan IOM. Mereka ingin membicarakan masa depan, termasuk pendidikan anak-anak imigran. "Kami minta dipindahkan dari Kupang. Segera dipindahkan ke tempat lain yang memiliki community house yang layak," ujar Bhazir dalam bahasa Indonesia.
Bhazir sudah empat tahun berada di Kota Kupang. Selama ini, ia menempati lokasi penampungan Hotel Ina Boi. Menurut Bhazir, hidup di Kupang seperti terpenjara karena tidak dapat melakukan aktivitas normal.
Selain itu, mereka juga mempertimbangkan masa depan anak-anak yang tidak mendapat sarana pendidikan memadai. "Kami seperti di penjara. Tidak bisa beraktivitas dalam waktu yang lama. Anak-anak tidak bisa sekolah. Masa depan tidak menentu," ucapnya.
Meski setiap bulan makan minum dan tempat tidur diatur, namun hal itu tidak membuat mereka nyaman. Bhazir dan teman-temannya membutuhkan kepastian masa depan bersama keluarga.
"Kalau di sini, kami tidak diproses masuk data embassy. Jadi, kami minta dipindahkan ke tempat lain yang ada community house supaya bisa diproses dan masuk dalam data embassy. Kalau bisa seperti di Pangkal Pinang, Medan, Surabaya atau Makasar," kata Bhazir.
Hal senada dikatakan imigran asal Afganistan lainnya, Murtaza Naziri (27). Ia menegaskan, mereka datang ke kantor IOM untuk meminta dipindahkan ke tempat lain. Menurutnya, penampungan pengungsi yang disediakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT belum mengakomodir standar community house yang representatif bagi para pengungsi dan keluarga.
"Bapak Gubernur NTT, pihak Imigrasi dan Rudenim juga sudah pernah sepakat untuk pindahkan kami ke tempat yang lebih layak. Hanya IOM yang belum memberi kepastian," ujar Murtaza yang selama ini ditampung di Hotel Lavender Kupang.
Murtaza mengatakan, selama di Kota Kupang mereka hanya memperoleh janji-janji dari pihak yang berwenang. Seolah mereka hanya hidup di atas harapan kosong tanpa kepastian masa depan.
Imigran asal Ethiopia, Said Abiti Abdurahman (29) mengaku kecewa karena tidak bisa bertemu pimpinan IOM. Said berada pada barisan terdepan bersama beberapa rekannya yang lain. "Kami kecewa kepada mereka (IOM). Sepertinya mereka tidak mau ketemu pengungsi. Ini hari kerja, tetapi kenapa pintunya dikunci? Tidak ada satu orangpun di kantor. Kami sudah telepon tetapi sepertinya mereka tidak mau menemui kami," kata Said Abidi.
Dia sudah lima tahun berada di Kota Kupang. Said Abidi bersama seorang istri dan tiga anak. Anak-anaknya sudah besar, seharusnya sudah sekolah. "Saya stres karena pemerintah tidak izinkan mereka sekolah," ujarnya.
Juru bicara imigran, Moradi menegaskan mereka ingin pindah dari Kota Kupang. Ia beralasan sudah lama dan tidak bisa mengurus proses peralihan. Apabila tetap menetap di Kota Kupang, Moradi minta disiapkan community house. Saat ini, jumlah anak-anak berusia sekolah 40 orang. Para imigran menunggu di depan pintu gerbang hingga pukul 12.30 Wita. Tidak jauh dari mereka, beberapa pejabat Rudenim Kupang dan anggota polisi hadir mengawasi aksi mereka.
Ini merupakan aksi imigran kedua kalinya dalam sepekan ini. Sebelumnya, dilakukan di Rudenim Kupang, Selasa (23/10/2018) lalu. Selain mendesak dipindahkan dari Kupang, tuntutan lain imigran saat itu, pendidikan anak-anak imigran dan uang bulanan.