Berita NTT Terkini
Kepala Rudenim Kupang Tegaskan Imigran di Kota Kupang Bukan Kriminal
Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Albertus S Fenat menegaskan, para imigran yang ada di Kota Kupang bukanlah para pelaku kriminal.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kupang, Albertus S Fenat menegaskan, para imigran yang ada di Kota Kupang bukanlah para pelaku kriminal.
Mereka adalah para pengungsi yang keberadaannya diawasi langsung oleh pihak imigrasi dalam hal ini rudenim dan ditangani pemerintah daerah, kepolisian dan rudenim sendiri.
Ia meminta masyarakat bisa menerima keberadaan para pengungsi dan memperlakukan mereka dengan baik sebagai sesama manusia.
Baca: Menpar Menari Likurai di Atambua, NTT
Hal ini disampaikannya ketika ditemui POS- KUPANG.COM di ruang kerjanya di Kantor Rudenim, Liliba, Kota Kupang, Kamis (4/10/2018) siang.
Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu merasa takut dan resah dengan keberadaan para pengungsi atau imigran sebab pihak rudenim dan kepolisian terus melakukan koodinasi pengawasan.
Baca: Atraksi Kebudayaan di PLBN Motaain Akan Tarik Wisatawan Timor Leste
Masyarakat, jelasnya, dapat melaporkan pihak rudenim dan kepolisian apabila para pengungsi ini terbukti mengganggu ketertiban dan kenyamanan.
"Sejauh ini tidak ada yang mengganggu ketertiban. Mereka itu bukan kriminal jadi tidak bisa asal ditangkap dan dipenjarakan," jelasnya.
Ia merincikan, para pengungsi yang ada di Kota Kupang sebanyak 317 orang. Mereka berasal dari Afganistan (296), Bangladesh (3), Ethiopia (9), Myanmar (1), Pakistan (3), dan Sri Lanka (5).
Para pengungsi ini, jelasnya, dititipkan di Rudenim (35), Hotel Ina Bo'i (83), Hotel Lavender (102) dan Hotel Kupang Inn (97).
Para pengungsi ini berasal dari negara-negara yang mengalami pergolakan politik dan mereka hendak pergi ke Eropa dan Australia menggunakan perahu.
Dalam perjalanan mereka kemudian ditangkap di perairan Indonesia dan ditangkap oleh petugas Polair dan pihak imigrasi.
"Polisi bekerja sama dengan imigrasi mengecek surat-surat tetapi mereka juga tak memiliki paspor, jadi mereka ini disebut pencari suaka," paparnya.
Urusan pencari suaka yang tidak memiliki surat-surat seperti ini langsung ditangani oleh UNHCR dan IOM (International Organisation For Migration).
UNHCR sebagai lembaga PBB yang khusus menangani pengungsi ini yang memiliki wewenang mengeluarkan status mereka sebagai pencari suaka dan mencari 'negara ketiga' bagi mereka. Setelah ditetapkan sebagai pencari suaka, UNHCR kemudian akan mengeluarkan surat dan kartu identitas bagi para pencari suaka yang menyatakan status mereka sebagai pengungsi (refugees) dan bukan lagi sebagai pencari suaka.
Selama mereka berada di Indonesia khususnya di Kota Kupang, semua kebutuhan sandang, pangan dan papan didanai oleh organisasi dunia lainnya yakni IOM. Pihak rudenim hanya melaksanakan pengawasan.