Berita Nasional

Yang Berhak Cabut Hak Politik Bukan KPU tapi Pengadilan

Alis Siokain yang dihubungi Jumat mengatakan menyesal dengan sikap pemerintah dalam hal ini KPU yang seperti tidak manusiawi.

Penulis: Hermina Pello | Editor: Ferry Ndoen
KOMPAS.COM
Logo KPU 

Laporan Wartawan POS-KUPANG. COM, Hermina Pello

POS-KUPANG. COM, KUPANG - - Calon legislatif dari partai Demokrat, Alis Siokain yang namanya berada di dalam daftar yang dikeluarkan Bawaslu RI sebagai caleg mantan kasus korupsi mengatakan yang berhak mencabut hak politik seseorang itu bukan KPU melalui PKPU tapi melalui putusan pengadilan.

Alis Siokain yang dihubungi Jumat (27/7/2018) mengatakan menyesal dengan sikap pemerintah dalam hal ini KPU yang seperti tidak manusiawi.

"Kalau satu orang membuat satu kesalahan, tidak mungkin mau berbuat kesalahan yang sama untuk kedua kali. Kami bersalah dan melakukan kesalahan dan sudah diputuskan oleh pengadilan dan sudah melaksanakan putusan itu.

Terkait dengan politik ada putusan yang berkaitan dengan terdakwa kasus korupsi dimana hak politik dicabut dan itu harus dengan putusan pengadilan. Bukan serta merta jadi mantan narapidana kasus korupsi lalu hak politik dicabut KPU, "katanya

Kalau seperti ini pemerintah harus tegas kalau begitu jangan hanya hak dipilih saja yang dicabut tapi juga hak memilih sekalian dicabut.

" Jangan kami dibebankan hak dipilih dicabut tapi hak memilih tidak. Harus seimbang bahwa kami adalah warga negara yang tidak diakui sehingga kalau ada pesta demokrasi kita sudah tahu.Harus seimbang. Saya menduga KPU sengaja mengalihkan perhatian, ada sesuatu dibalik isu ini, "katanya

Menurutnya, upaya hukum akan dilakukan karena ini negara hukum dan hukum jadi panglima kehidupan bernegara jangan politik yang jadi panglima.

Menurutnya, di UU tidak melarang mantan kasus korupsi menjadi caleg tapi KPU sendiri yang melanggar uu tersebut. Ini berarti KPU yang sengaja melanggar UU.

"Kami sudah melaksanakan putusan masih dipersalahkan sedangkan KPU yang melanggar UU siapa yang salah.Biar masyarakat yang menilai.
Kami sudah jalani hukuman dan kita sudah dibina kita disebut warga binaan. Apakah pemerintah tidak mengakui hasil binaan mereka.

"Kami menyesal dengan perlakuan diskriminasi seperti ini. Pemerintah tidak mengakui lagi pola pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana korupsi maka sia sia saja pembinaan yang dilakukan.Tidak mungkin sebagai orang yang menjalani hukuman lalu mendapat kepercayaan untuk mendapatkan satu jabatan lalu melakukan kesalahan yang sama.

Kani sudah menjalani hukuman apakah ini bukan jadi hukuman baru bagi kita. Harus ada keadilan juga bagi kami, "katanya

Dia mengatakan di dalam  UU Nomor 7 tahun 2017 saja tidak melarang tapi KPU melarang.

" Apakah kami tidak punya hak hidup lagi di negara ini. Apakah kita sudah tidak boleh punya cita-cita lagi. Kami mohon doa restu dari semua orang yang tidak pernah berbuat dosa untuk mendukung kami yang sudah berbuat dosa untuk kembali ke jalan benar. Jangan terus kami didiskrimkasi dan ditempatkan di jalan yang tidak baik terus tapi tuntun kami di jalan yang baik.

Semua orang yang tidak pernah berbuat dosa doakan kami agar kami tidak didiskriminasi dan dijalan yang benar, "katanya. (*)


Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved