Bagaimana Sikap Sinode GMIT Terhadap Pilgub NTT?
GMIT tidak memihak lepada parpol maupun koalisi tertentu. Tapi itu tidak berarti bahwa GMIT tidak memiliki keyakinan terhadap proses politik.
Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Alfons Nedabang
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Ketua Majelis Sinode (MS) Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Pdt. Dr. Mery Kolimon mengatakan masing-masing warga GMIT memiliki harapan tentang sosok pemimpin Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, sikap politik gereja adalah tidak menyebut atau memihak figur tertentu.
"GMIT secara lembaga tidak memihak juga kepada parpol maupun koalisi tertentu. Tapi itu juga tidak berarti bahwa GMIT tidak memiliki keyakinan terhadap proses politik yang sedang berlangsung," kata Mery Kolimon dalam diskusi publik bertajuk Quo Vadis NTT -Bedah Visi dan Misi Cagub dan Cawagub NTT di Aula Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Selasa (12/6/2018).
"Sikap gereja adalah mendorong proses politik yang terbuka, jujur, mengedepankan nilai demokrasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan," tandasnya.
Baca: WOW! Panelis Debat Terakhir Pilgub NTT Semuanya Perempuan
Diskusi publik yang diselenggarakan Sinode GMIT bekerjasama UKAW Kupang dihadiri dua Cagub NTT dan dua Cawagub NTT, masing-masing Esthon Foenay, Viktor B Laiskodat, Benny A Litelnoni dan Emilia Nomleni.
Cagub NTT, Benny K Harman serta dua Cawagub NTT, Josef Nae Soi dan Christian Rotok tidak hadir. Acara ini dihadiri pula Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT, H. Abdul Makarim, mantan Ketua PGI, Dr. Andreas Yewangoe dan Juru Bicara KPU Provinsi NTT, Yosafat Koli.
Mery Kolimon mengatakan, kepentingan GMIT adalah agar dalam Pilgub masyarakat NTT mendapat gubernur dan wakil gubernur yang paham tentang keberadaan warga NTT yang beragam.
"GMIT juga mengharapkan pemimpin yang akan datang memahami persoalan yang dihadapi masyarakat. Bahkan, pemimpin yang sungguh-sungguh bekerja untuk kemakmuran masyarakat NTT," katanya.
Baca: 4.000 Surat Suara Pilgub NTT Nyasar di Sumbawa
Mery Kolimon mengatakan, kurang lebih dua minggu lagi masyarakat NTT akan menggunakan hak pilih. Karena itu, masyarakat NTT khususnya warga GMIT bersyukur para calon meluangkan waktu untuk bersama dalam diskusi publik itu.
"Kita juga bersyukur karena gereja dari waktu ke waktu juga belajar untuk menyadari bahwa politik ada bagian juga dari misi gereja. Karena itu, gereja juga perlu menyatakan sikap politiknya sehubungan dengan pergantian pemerintah daerah NTT," katanya.
Keyakinan teologis GMIT, lanjut Mery Kolimon, jikalau gereja terlibat dalam politik sebab Allah yang memanggil dan mengutus gereja adalah Allah juga yang berpolitik.
Baca: Untuk Pilgub NTT 2018, Ternyata Begini Perilaku Memilih di Kalangan Mahasiswa
"Politik yang kami mengerti adalah upaya untuk mengubah hal dalam hidup bersama supaya menjadi sejahtera bagi semua. Politik Allah mengubah kekacauan menjadi keteraturan bagi ketentraman dan kesejahteraan seluruh umat manusia dan segenap ciptaan-Nya," ujar Mery Kolimon.
Pada kesempatan yang sama, Rektor UKAW, Frankie J Salean, SE, M.P mengatakan, dalam Pilgub NTT, siapapun yang terpilih maka tanggungjawab kampus juga ada untuk terus mendukungnya.
Cagub NTT, Esthon Foenay mengatakan, paham radikalisme dan intoleran harus menjadi musuh bersama. Karena itu, seluruh komponen di NTT harus bersatu untuk menangkal serta mencegahnya. "Radikalisme harus disapu bersih," tegas Esthon.
Baca: KPU NTT Tetapkan Perubahan DPT Pilgub NTT Bertambah
Cawagub NTT dari Paket Marhaen, Emilia Nomleni berbicara mengenai pembangunan berbasis desa. Menurutnya, saat ini ada program alokasi dana desa dan program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM) yang dilaksanakan Pemprov NTT.