Realitas dan Keputusan Pemilih dalam Pilkada di NTT
Provinsi NTTakan melaksanakan pilgub maupun pemilihan bupati dan wakil bupati di 10 kabupaten
Oleh: Feliks Hatam
Tenaga Kependidikan STKIP St. Paulus Ruteng
PEMILIHAN kepala daerah (Pilkada) selalu menjadi tema yang menarik dibahas dan dibicarakan di kalangan masyarakat saat ini, baik di tingkat Provinsi NusaTenggara Timur yang akan melaksanakan pemilihan gubernur dan wakil gubernur maupun di 10 kabupaten di NTT yang akan melaksanakan pemilihan bupati dan wakil bupati, yakni Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Alor, Kabupaten Kupang, Kabupaten Ende, dan Kabupaten Sumba Barat Daya.
Berbagai baliho dan poster dengan tagline masing-masing telah dipajang di mana-mana. Promosi, mencari koalisi, negosiasi dan sosialisasi adalah hal yang menarik di penghujung tahun 2017. Walau masa kampanye yang dijadwalkan oleh KPU baru dilaksanakan pada tanggal 15 Februari sampai dengan 23 Juni 2018, suasana pilkada dan konsep pembangunan setiap bakal calon selalu menjadi perbincangan hangat pada semua lapisan masyarakat. Secara kasat mata, kita dapat melihat meningkatnya animo masyarakat dalam menentukan arah daerahnya lima tahun mendatang.
NTT Saat Ini
Pesta demokrasi yang serentak dijadwalkan pada pekan terakhir Juni 2018 diikuti oleh 171 daerah di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah Provinsi NTT dan 10 kabupaten di NTT. Hari di mana seluruh rakyat menentukan pilihan untuk membawa dirinya pada kesejahteraan, keadilan dan keharmonisan. Oleh karena itu, penting bagi kita saat ini untuk tidak hanya membicarakan keunggulan atau kelemahan semua putra terbaik NTT yang akan tampil pada pemilihan tahun 2018, tetapi juga mengetahui persoalan-persoalan pelik di daerah kita masing-masing.
Suara sebagai hak pilih dilahirkan dari sikap kristis, rahasia dan rasional menunjukkan martabat rakyat yang adalah hak paten demokrasi. Pemberian hak suara melalui pencoblosan menunjukkan tingginya martabat rakyat dengan terus mencari tahu dan mengkritisi beragam persoalan yang sedang melilit wilayah ini, tidak mudah terprovokasi dan tahan rayuan politik uang yang mengikis daya kiritis dan merendahkan martabat manusia.
Tidak bermaksud mengabaikan persoalan lain, berikut ini penulis memaparkan bebarapa persoalan untuk mendukung sikap kritis pemilih dan merangsang daya analisis kita.
Pertama, NTT sedang berada dalam konflik ekologis. Sadar atau tidak wilayah NTT sangat potensial untuk pertanian, peternakan, perikanan dan pariwisata. Namun kekayaan ini belum dapat dikembangkan secara maksimal.
Ironisnya, kekayaan-kekayaan itu semakin terkikis tanpa ada isi yang dapat dimiliki seluruh masyarakat. Pada tahun 2011, misalnya, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) menunjukkan selama 20 tahun terakhir kerusakan hutan mencapai 15.163,65 Ha dari potensi hutan dan lahan seluas 2.109.496,76 Ha atau 44,55 persen dari luas wilayah daratan NTT yang mencapai 47.349,9 km2 (Pos Kupang, Kamis, 30/6/ 2011).
Selain itu, kekayaan tambang yang terkandung dalam perut bumi NTT telah menciptakan konflik ekologi dan sosial di tengah masyarakat (daerah yang pernah ada IUP). NTT adalah surganya penambang, sebagaimana yang dikatakan Ferdi Hasiman dalam buku “Monster Tambang Gerus Ruang Hidup Warga NTT”.
Hasiman menjelaskan NTT adalah daerah penghasil tambang mangan dengan kualitas dan kadar mangan mencapai 56 persen (high grade). Mangan yang memiliki kualitas tertinggi di dunia tersebut sebagian besar berada di Timor Barat (2014: 30-31). Dan masih banyak kabupaten/kota di NTT yang memiliki potensi tambang.
Sekali lagi, NTT surganya penambang dan neraka bagi rakyat. NTT susu bagi penambang yang meninggalkan arang bagi rakyat. Hal tersebut dapat kita lihat pada banyaknya Izin Usaha Pertambangan (IUP) di NTT. Sebagaimana data yang dikatakan Herimanto Mau, Staf JPIC SVD Ruteng, dalam opini yang dipublikasikan oleh media ini (9/4/2017), bahwa “hingga periode tahun 2015, jumlah IUP di NTT sebanyak 126 IUP.
Jumlah demikian tersebar di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten TTU 34 IUP yang dikeluarkan pada tahun 2011 dengan luas area 38.544.50 hektar; Kabupaten Belu 33 IUP dengan luas area 31.328.70 Ha, diikuti Kabupaten Manggarai sebanyak 22 IUP dengan luas area sekitar 19.263.43 Ha, dan Kabupaten Sumba Timur mengantongi 1 IUP dengan luas area 24.736.00 Ha.
Banyaknya IUP di NTT justru berbanding terbalik dengan realitas masyarakat. IUP di NTT justru membuat kesejahteraan semakin jauh dari masyarakat. Lahan sebagai tempat usaha pertanian dikapling untuk pertambangan. Hutan yang awalnya ditumbuhi pohon sebagai penjaga debit air semakin hari semakin terkikis dan langgengnya para permimpin yang simpati dengan investor memperpanjang konflik ekologis dan sosial di tengah masyarakat.