Banyak Kasus KDRT di Bloro Sikka, Makna Perkawinan Adat Bergeser
Orang melihat perkawainan seperti belanja sayur di pasar, rusak atau busuk dibuang atau memakai pakaian, sudah rusak dibuang
Penulis: Eugenius Moa | Editor: Alfons Nedabang
Laporan Wartawan Pos Kupang.com, Eginius Moa
POS KUPANG.COM, MAUMERE - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di Desa Bloro, Kecamatan Nita, Kabupaten Sikka, meningkat.
Dalam bulan Agustus 2017, sudah terjadi tujuh kasus KDRT.
Dari jumlah tersebut, empat kasus dilaporkan korban kepada pemerintah desa dan kepolisian.
Sedangkan tiga kasus tidak dilaporkan.
"Empat laporan sampai ke kepolisian dan dikembalikan kepada korban dan pelaku berdamai. Satu kejadian yang paling baru, korban luka dijahit empat kali," ungkap Kepala Desa Bloro, Soter Sani Nurak saat ditemui di sela-sela sosialiasi Perkawinan Adat Pelindungan Perempuan dan Hak Anak di Bloro, Jumat (15/9/2017).
Baca: 20 Paralegal APIK Sasar Pelaku KDRT di Daratan Timor
Tiga KDRT yang tidak dilaporkan, sebut Soter, karena pelakunya malu.
Tingginya kasus KDRT, lanjut Soter, mendorong pemerintah desa dan praktisi hukum adat Sikka melakukan sosialiasi perkawinan adat untuk melindungi perempuan dan hak anak sejak tahun 2015.
"Moralitas masyarakat dan bangsa yang merosot terjadi mulai dari desa. Saya minta disosialisasikan hukum perkawinan adat memberi pemahaman kepada masyarakat. Hakekat perkawinan telah bergeser," kata Soter.
"Orang melihat perkawainan seperti belanja sayur di pasar, rusak atau busuk dibuang atau memakai pakaian, sudah rusak dibuang," tambahnya.
Baca: Pengacara Minta Polisi Hentikan Kasus Selingkuh ASN Sikka
Praktisi Hukum Adat Sikka dari Orinbao Law Office, Victor Nekur, S.H mengajak masyarakat Sikka memahami perkawinan adat dalam perspektif melindungi perempuan dan anak.
Bagi perempuan Sikka, janji adat pernikahan memberi makna du'a gi'it meti lepo.
Artinya ketika perempuan telah menyandang status istri, ia menjadi sentral keanggunan di rumah tangga.