Bersatu untuk Selamatkan Universitas PGRI
Beberapa kutipan di atas harus dijadikan cambukan bahkan refleksi untuk Universitas PGRI NTT berbenah diri
Oleh Gusti O. Hingmane, S.Pd
Guru yang Sedang Mengikuti Pendidikan Profesi Guru SM-3T di Undana
POS KUPANG.COM - Gubernur NTT, Frans Lebu Raya mengatakan, "Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir telah melarang Universitas PGRI Kupang menerima mahasiswa baru pada tahun kuliah 2015/2016" (http://edukasi.kompas.com/5/06/2015).
Hal ini juga ditekan kembali oleh Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek Dikti, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Potdono Suwignjo, yang mengatakan, "...status non aktif tetap diberlakukan pada Universitas PGRI dengan tidak mengaktifkan pangkalan data universitas tersebut. Sanksi juga ada, yakni tidak menerima mahasiswa baru dan mewisudakan mahasiswanya" (Timor Express, 17 Oktober, hlm.7).
Nada seperti itu juga diperjelas lagi, "Jika suatu perguruan tinggi berstatus nonaktif, maka kampus tersebut tak boleh menerima mahasiswa baru, tak boleh melakukan wisuda, dan tak boleh memperoleh layanan Ditjen Dikti dalam bentuk beasiswa, akreditasi, pengurusan NIDN, sertifikasi dosen, hibah penelitian, partisipasi kegiatan Ditjen Kelembagaan IPTEKDIKTI lainnya, serta layanan kelembagaan dari Ditjen Kelembagaan IPTEKDIKTI" (http://news.detik.com/01/10/2015).
Berkaitan dengan itu, Ketua BAN PT Mansyur Ramly (dalam http://edukasi.kompas.com/2015/09/08) mengatakan, "Pak menteri itu memberikan sanksi menghentikan penerimaan mahaiswa baru, kalau kami lain. Kalau kami akan menguji apakah kualitas mutu penyelenggaraannya masih sama dengan waktu kita memberikan akreditasi. Kalau sudah tidak sama lagi karena banyak penyimpangan, kita cabut akreditasinya."
Beberapa kutipan di atas harus dijadikan cambukan bahkan refleksi untuk Universitas PGRI NTT berbenah diri, khususnya pihak yayasan dan rektorat. Mengapa? Karena universitas PGRI ada dalam keadaan lampu kuning. Selain itu, masa depan 13 ribu mahasiswa (www.timorexpress.com/15/10/2015) ada dalam posisi telur di ujung tanduk alias masa depannya terkatung-katung. Namun, dari nada pak Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Mohammad Nasir, masih ada hati dan peduli dengan universitas yang bermasalah itu. Dalam pada itu, pertanyaan, mengapa hal ini masih belum diatasi dengan segera? Memangnya, apa yang terjadi di internal universitas yang bermasalah itu, seperti Universitas PGRI?
Pertanyaan di atas itu terjawab dengan jelas pada beberapa kutipan ini, yakni, "Larangan itu ditetapkan karena belum terselesaikan masalah internal"
(http://edukasi.kompas.com/5/06/2015). Pernyataan itu dibuktikan dengan, Headline Timor Express (Sabtu, 17 Oktober 2015, hlm 1) dengan judul, Sam Belum Tau, Soleman akan Ketemu Menristek. Atau, pernyataan yang ada di www.suarapembaruan.com/14/06/2014, yang mengatakan bahwa ada pelantikan rektor baru Universitas PGRI NTT, yang dinilai ilegal. Atau, pernyataan yang ada di www.nttsatu.com/29/06/2015, yang mengatakan bahwa Universitas PGRI Kupang miliki dua rektor. Atau, penyataan yang ada di www.sinarharapan.co/25/07/2015, yang mengatakan bahwa ada Rektor Kembar Universitas PGRI Kupang.
Kutipan dari beberapa sumber di atas, secara tersirat bahkan tersurat mengatakan bahwa antara Semuel Haning (pihak Rektorat) dan Soleman Radja (pihak Yayasan) belum mempunyai visi dan misi serta persepsi yang sama untuk menata Universitas PGRI NTT ke arah yang lebih baik lagi. Mereka belum berpihak kepada masyarakat NTT, khusunya mahasiswa PGRI.
Dalam nada ini, hal yang sangat memprihatinkan lagi, para mahasiswa masih membagi diri. Ada yang berpihak pada Rektorat, dan ada yang berpihak pada Yayasan. Dalam benak saya, justru dalam persoalan seperti ini, persatuan (seperti sila ketiga Pancasila) dari mahasiswa harus digalakkan melalui BEM dan BLM Universitas. BEM dan BLM Universitas PGRI harus tidak berpihak pada salah satu lembaga ini, dan harus dengan niat yang tulus, bahkan komitmen yang kuat untuk memperjuangkan nasib Universitas PGRI. Caranya, para mahasiswa, yang diwakilkan oleh BEM dan BLM mengahadirkan pihak rektorat dan yayasan untuk berdamai. Dengan adanya perjuangan itu, saya pikir, Universitas PGRI akan kembali berjaya.
Masuk di Undana Susah
Semua masyarakat NTT, khususnya mahasiswa PGRI jangan terlalu berharap dengan kutipan ini, "Kementerian Riset dan Pendidikan Dikti (Kemenristek Dikti) kembali mewacanakan alih kelola Universitas PGRI NTT ke Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang sebagai pembina perguruan tinggi negeri maupun swasta di NTT untuk menyelamatkan mahasiswa" (http://kupang.tribunnews.com/13/10/2015). Atau dalam www.timorexpress.com/15/10/2015, Rektor Universitas Nusa Cendana, Prof. Ir. Fredrik L Benu, M.S, Ph.D mengatakan bahwa sebagai lembaga yang adalah perpanjangan tangan Kemenristek Dikti, Undana siap menjalankan perintah.
Namun, tentu harus melalui mekanisme yang berlaku, yakni, pertama, semua mahasiswa yang masuk ke Undana harus dilakukan re-akreditasi untuk tiap mata kuliah. Semua mahasiswa tersebut akan dicek kembali, apakah mengikuti proses kuliah selama menjadi mahasiswa di PGRI sesuai dengan aturan yang berlaku atau tidak, yakni 16 kali tatap muka per semester. Lanjutan dari pada itu ialah, bagaimana nilai mid semester maupun semester selama ini. Apakah nilai-nilai mid atau semester sesuai proses perkuliahan atau asal jadi.
Persoalan kedua adalah, tidak tersedianya sarana prasarana. Dalam persoalan ini, Undana akan sangat kewalahan kalau mau menerima mahasiswa PGRI karena saat ini saja, Undana memiliki 24 ribu mahasiswa. Kalau ditambah 13 ribu lagi, maka bisa dibayangkan seperti apa proses kuliahnya. Gedung mana yang akan dipakai untuk kuliah? Bagaimana dengan dosennya? Sedangkan Undana sendiri masih sangat kekurangan dosen. Persoalan ketiga adalah, kalau semua mahasiswa ditransfer ke Undana, maka uang kuliahnya siapa yang bayar? Jika yayasan, yayasan yang mana? Jika rektorat, rektorat yang mana?
Beberapa kutipan di atas, kenapa pada sub judul awal kalimat, saya katakan, jangan terlalu berharap? Karena pada ketiga point yang dikatakan di atas, terjawab dengan pasti bahwa, pengalihan ke Undana adalah sesuatu yang tidak mungkin. Selain ketiga hal itu, satu hal yang perlu diketahui bersama oleh masyarakat NTT ialah, Undana saat ini juga dalam posisi bermasalah.
Persoalannya ialah Kampus Undana II di Bajawa Fakultas Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) juga dalam keadaan bermasalah. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Kasimirus Kolo (http://sinarharapan.co/news/15/5/2015).
Harapan Masayarakat
Memang benar, banyak masyarakat yang sudah cemas dengan konflik yang berlarut-larut yang terjadi di internal Universitas PGRI NTT dan mereka berharap Menristek Dikti bersikap tegas (www.nttprov.go.id/18/08/2015). Mengapa? Karena banyak orangtua yang menyekolahkan anak-anak (yang 13 ribu mahasiswa) mereka di universitas ini. Mereka (orang tua-red) rela makan, minum, pakaian seadanya demi anak-anak mereka mengenyam pendidikan di Universitas PGRI. Harapan orangtua, anak-anak mereka dapat membantu meringankan beban perekonomian di dalam keluarga mereka, setelah wisuda.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/sarjana-ijazah-wisudah_20150531_172322.jpg)