Frans Lebu Raya: Kamu Tahu Tidak Saya Gubernur NTT
Dua anggota Satlantas Polres Kupang, Aiptu Piet Ena dan Aipda Mess Nite, menghentikan perjalanan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya

Gubernur Frans Lebu Raya pun turun dari mobil dinasnya menghampiri dan menegur dua anggota Satlantas yang sedang bertugas itu. Meskipun demikian, rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke Kupang setelah tertahan sekitar 10 menit.
Kepada Pos Kupang di Mapolres Kupang, kemarin, Aiptu Piet Ena dan Aipda Mess Nite mengaku menghentikan mobil gubernur dan rombongannya sesuai prosedur.
Bahkan Piet mengaku sempat dimarahi gubernur. "Pak gubernur turun dari oto dan tanya saya. Kamu tahu tidak saya Gubernur NTT. Kenapa kalian tahan? Saya hanya bilang, kami tidak tahan bapak. Kami hentikan kendaraan yang mengawal bapak karena membunyikan sirene dan itu melanggar aturan. Lalu pak gubernur bilang biarkan saya lewat nanti saya sampaikan ke Kapolda," kata Piet menirukan ucapan gubernur.
Hal senada disampaikan Aipda Mess Nite. Menurutnya, sekitar belasan mobil rombongan gubernur yang dihentikan. Bahkan ada sebagian dari rombongan yang menendang papan rambu lalu lintas yang bertuliskan pemeriksaan kendaraan. Namun keduanya mengaku prosedur yang dijalankan saat menghentikan kendaraan tersebut merujuk pada aturan lalu lintas yakni UU Nomor 22 Tahun 2009.
Wakapolres Kupang, Kompol Anthon Ch Nugroho, yang ditemui di Mapolres Kupang, kemarin, menjelaskan
apa yang dilakukan anggotanya di lapangan merujuk pada aturan lalu lintas, yakni UU Nomor 22 Tahun 2009.
Merujuk pada aturan itu, kata Anthon, dijelaskan bahwa yang memiliki kewenangan untuk membunyikan sirene dan rotator hanya kendaraan-kendaraan tertentu saja. Namun yang terjadi, saat rombongan Gubernur NTT melintas di wilayah hukum Polres Kupang, tidak ada pengawalan dari anggota satlantas. Selain itu, mobil Pol PP yang mengawal Gubernur NTT menerobos saat anggota melakukan tugas operasi pemeriksaan surat-surat kendaraan di jalan umum.
"Kami tidak tahan Pak Gubernur. Yang kami hentikan mobil yang mengawal rombongan karena membunyikan sirene. Sesuai dasar hukum itu bukan kewenangan mereka (Dishub dan Pol PP) untuk membunyikan sirene," ungkap Anthon.
Menurutnya, aparat Dishub maupun Pol PP tidak diperbolehkan melakukan pengawalan karena yang berhak yakni institusi kepolisian dalam hal ini satlantas. Hal semacam ini terjadi, diakuinya, karena protokoler tidak melakukan koordinasi.
"Kami tidak diberitahukan. Tidak ada koordinasi. Seandainya disampikan terlebih dahulu, pasti kami berikan pelayanan untuk mengamankan rute-rute yang akan dilalui," tambah Anthon.
Mengenai UU Lalu Lintas No. 22/2009, lanjut Anthon, terus disosialisasikan kepada masyarakat. Semestinya, instansi seperti Pol PP dan Dishub bisa lebih memahaminya sehingga hal semacam ini tidak terjadi lagi. Dia mengakui, kejadian seperti ini sudah untuk ketiga kalinya, yakni tahun 2009, 2012 dan 2013.(aha)