Wisata NTT

Wisata NTT,  Pesona Desa Adat Bena di Ngada, Tradisi yang Tak Lekang Oleh Waktu

Pulau Flores tidak hanya memliki alam yang sangat indah. Budaya dan warisan leluhur di Pulau Bunga ini  juga bikin kagum

Penulis: Alfred Dama | Editor: Alfred Dama
JADESTA.KEMENPAREKRAF.GO.ID
Kampung Megalith Bena di Desa Tiworiwu, Kabupaten Ngada, NTT. 

POS KUPANG.COM -- Pulau Flores tidak hanya memliki alam yang sangat indah. Budaya dan warisan leluhur di Pulau Bunga ini  juga bikin kagum.

Banyak perkampungan adat yang masih terjaga dan tak lekang oleh waktu, salah satu adalah Desa Adat Bena .

Dikutip dari Indonesia.Go.ID   Kampung Bena dikenal sebagai kawasan yang masih menyisakan budaya zaman purba dan Ketika mengunjunginya kita bagaikan sedang menembus lorong waktu. ANTARANEWS

Sembilan suku mendiami Kawasan Bena, Flores, NTT, yakni Suku Tizi Azi, Tizi Kae, Wato, Deru Lalulewa, Deru Solamai, Ngada, Khopa, Ago, dan Bena.

Kabut tebal di pagi hari membawa hawa dingin menusuk tulang tak menghalangi keceriaan anak-anak Bena bermain di pekarangan rumah mereka. Suara tawa renyah dan teriakan-teriakan gembira memenuhi ruang udara kawasan adat yang berada di ketinggian 2.245 meter di atas permukaan laut tersebut. 

Bena, demikian nama kawasan yang berada di Pulau Flors tepatnya di Desa Tiworiwu, Kecamatan Jerebu'u, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Jika dilihat dari udara, komplek rumah-rumah di perkampungan adat Bena yang tersusun rapi memanjang seolah mirip sebuah kapal di ujung tebing

Letaknya dikelilingi oleh dataran tinggi berhutan bambu dan beringin yang menghijau sepanjang masa. Gunung Inerie yang tampak berdiri kokoh menyerupai bentuk piramida di kejauhan menjadi puncak tertinggi dan seolah menjaga keberadaan Bena. 

Pada sebelah timur ada Bukit Wolo Ra dan bagian selatannya kita dapat menyaksikan indahnya pantai Pulau Flores. Tepat di utara Bena ada Bukit Manulalu yang banyak dibangun vila dan jika malam hari memantulkan lampu mirip kunang-kunang.

Baca juga: Wisata NTT,  Jelajah Pasar Alok dan Temukan Lapak Tenun Ikat  Khas Maumere Sikka 

Bena telah ada sejak 12 abad silam dan dijuluki sebagai kampung para dewa. Tata letak permukiman di kampung ini memiliki makna dan filosofi tersendiri. Pintu masuk ke perkampungan ini mnghadap ke Gunung Inerie. 

Rumah-rumah di Bena yang jumlahnya sekitar 45 unit membentuk kawasan menyerupai bentuk huruf U. Bangunan rumah penduduknya terbuat dari kayu dan atapnya yang bermodel tinggi ditutupi oleh bahan dari alang-alang yang dianyam dan dikenal sebagai keri dan mampu bertahan hingga 30 tahun.

Seluruh material bangunan harus diambil dari lingkungan sekitar dan pantang mengambilnya dari luar. 

Rumah dibangun dengan tetap mempertahankan kontur asli tanahnya yaitu didirikan di atas tumpukan batu-batu alam yang tingginya bisa mencapai tubuh orang dewasa bahkan hingga 3 meter. Itulah sebabnya bentuk perkampungan Bena menyerupai kawasan berundak-undak. Perkampungannya dihuni oleh 57 kepala keluarga atau sekitar 368 jiwa.

Terdapat 9 suku yang mendiaminya yakni Tizi Azi, Tizi Kae, Wato, Deru Lalulewa, Deru Solamai, Ngada, Khopa, Ago, dan Bena selaku suku tertua yang dianggap sebagai pendiri kampung. Kaum laki-laki kampung adat Bena mengelola kebun dengan menanam kakao, kemiri, dan cengkeh. 

Sedangkan kaum hawa lebih banyak menenun kain untuk dijual sebagai cenderamata kepada wisatawan yang banyak berkunjung ke tempat ini.

Kampung Bena dikenal sebagai kawasan yang masih menyisakan budaya zaman purba dan Ketika mengunjunginya kita bagaikan sedang menembus lorong waktu. Hal ini ditandai oleh kehadiran batu-batu besar dari zaman megalitikum yang dipergunakan sebagai meja untuk ritual adat, bentuknya lonjong dan dinamakan sebagai Watu Lewa. 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved