NTT Terkini 

IPACS 2025: Laut Tak Pernah Memisahkan Kita,Indonesia Teguhkan Jembatan Budaya Pasifik

Momentum ini menandai babak baru kolaborasi budaya di kawasan yang kaya akan warisan, tradisi, dan nilai-nilai kearifan lokal

Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/TARI RAHMANIAR ISMAIL
GENERASI MUDA - Pose Generasi Muda dari 13 Negara yang mengikuti Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS) 2025 di Kupang, 
Ringkasan Berita:
  • Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS) 2025 dilaksanakan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur
  • 73 persen situs warisan dunia kini terancam oleh bencana
  • Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon menyampaikan pidato yang menegaskan kembali identitas maritim  

 

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Tari Rahmaniar Ismail

POS-KUPANG.COM, KUPANG — Laut tidak pernah menjadi batas. Ia adalah penghubung, perekat, dan saksi dari kisah panjang yang menyatukan bangsa-bangsa kepulauan. 

Semangat inilah yang menggema dalam prosesi pembukaan Indonesia-Pacific Cultural Synergy (IPACS) 2025 di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Rabu (12/11), ketika Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon menyampaikan pidato yang menegaskan kembali identitas maritim dan kekerabatan budaya Indonesia dengan kawasan Pasifik.

IPACS 2025 dibuka dengan penandatanganan dan peluncuran prangko peringatan IPACS, simbol pengikat diplomasi budaya lintas samudra.

Momentum ini menandai babak baru kolaborasi budaya di kawasan yang kaya akan warisan, tradisi, dan nilai-nilai kearifan lokal.

“Laut Pasifik tidak pernah memisahkan kita. Laut justru selalu menyatukan kita,” ujar Fadli Zon, Rabu (12/11/2025). 

Baca juga: Drone Show Festival IPACS akan Hadir di Kota Kupang, Kolaborasi Budaya dan Teknologi

Jauh sebelum batas negara dan peta modern terbentuk, para leluhur kita telah berbagi kisah yang dibawa oleh angin  saling bertukar pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membangun jembatan kepercayaan melintasi samudra.

Usai pembukaan, berlangsung Dialog Tingkat Menteri bertema “Rich and Diverse Cultural Heritage of the Pacific Region: A Driver of Sustainable Development” (Warisan Budaya yang Kaya dan Beragam di Kawasan Pasifik: Pendorong Pembangunan Berkelanjutan).

Dialog ini menyoroti peran budaya bukan hanya sebagai simbol identitas, tetapi juga sebagai kekuatan strategis pembangunan berkelanjutan di tengah krisis lingkungan dan kesenjangan sosial di negara-negara kepulauan Pasifik.

Fadli Zon menegaskan, lebih dari 73 persen situs warisan dunia kini terancam oleh bencana terkait air dan perubahan iklim.
 
“Krisis ini bukan hanya ancaman lingkungan, tapi juga darurat budaya. Warisan, bahasa, dan pengetahuan lokal ikut terancam hilang,” ujarnya.

Dalam Sesi Pleno bertajuk “Reinventing the Future: Harnessing the Power of Culture for Environmental and Economic Sustainability”, hadir pembicara-pembicara terkemuka seperti:

1. Ifereimi Vasu, Menteri Kebudayaan, Warisan, dan Seni Republik Fiji,
2  Tantowi Yahya, Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Samoa, dan Tonga (2017–2021),
3  Emanuel Melkiades Laka Lena, Gubernur NTT,
4  Bukhi Prima Putri dari Bhumi Bhuvana Jogja, dan
5. Joseph Lo, Kurator Pusat Folklife dan Warisan Budaya Smithsonian Institution.

Para pembicara sepakat bahwa budaya adalah energi lunak (soft power) yang mampu menyeimbangkan pembangunan ekonomi dan pelestarian alam. 

Kolaborasi lintas negara menjadi kunci untuk memperkuat jejaring kreatif dan ketahanan budaya di era globalisasi.

Pidato Fadli Zon di IPACS 2025 mengalir seperti narasi sejarah maritim. Ia menelusuri jejak persaudaraan budaya dari Kiribati hingga Vanuatu, dari Papua Nugini hingga Timor-Leste, menunjukkan bagaimana setiap pulau menyimpan hikmah dan warisan yang saling bersambung.

“Dari peta stick charts di Kepulauan Marshall, lukisan pasir Vanuatu, hingga tarian tebe-tebe di Timor, semuanya adalah bahasa universal yang menenun jati diri kita sebagai komunitas samudra,” ungkapnya.

Fadli juga menyinggung kebanggaan Indonesia sebagai salah satu peradaban tertua dunia rumah bagi fosil Homo erectus dan lukisan gua tertua berusia 51.200 tahun di Sulawesi.

 “Ini bukan hanya sejarah manusia Indonesia, tapi sejarah dunia,Dari sinilah lahir teori Out of Nusantara  bahwa migrasi manusia purba juga berasal dari dan menuju kawasan ini. Pasifik adalah koridor pengetahuan, bukan perbatasan,” ujarnya. 

IPACS 2025 tidak hanya tentang pelestarian, tetapi juga penguatan industri kreatif dan budaya sebagai pilar ekonomi baru. Nilai ekonomi budaya global kini mencapai USD 4,3 triliun, dan Indonesia tengah menunjukkan momentum luar biasa.

Industri layar dan film nasional, misalnya, diproyeksikan berkontribusi US$9,8 juta terhadap PDB pada 2027 dengan pertumbuhan lapangan kerja 14 persen per tahun. Produk wastra seperti batik, tenun, dan songket juga terus menembus pasar dunia.

“Budaya menemukan napas baru di tangan generasi muda,” kata Fadli. “Di Indonesia, 30 % penduduk berusia di bawah 30 tahun; di Pasifik, hampir 45 % di bawah 25 tahun. Mereka inilah pelaut masa depan — penenun kisah baru lintas lautan.”

Sebagai penutup hari pertama, IPACS 2025 menghadirkan acara budaya dan penampilan musik serta tarian kolosal yang merayakan warna-warni budaya Pasifik. Denting alat musik tradisional berpadu dengan ritme modern, melambangkan pertemuan antara warisan dan masa depan.

IPACS 2025 bukan sekadar forum budaya ia adalah pernyataan geopolitik identitas Indonesia adalah bagian dari Pasifik, dan Pasifik adalah bagian dari Indonesia. Sebagaimana dikatakan Fadli Zon,

“Laut tidak memisahkan kita. Laut justru menuntun kita untuk saling menemukan kembali," ujar Fadli Zon. (iar) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved