Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 21 November 2025, "Jangan Cemari Rumah Doa!"

Kisah ini begitu populer bahkan melekat di pikiran banyak orang termasuk anda dan saya. Ketika di bangku Sekolah Dasar, guru-guru agama mengarahkan

Editor: Eflin Rote
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Pastor John Lewar, SVD 

Renungan Harian Katolik Suara Pagi
Bersama Pastor John Lewar SVD
Biara Soverdi St. Yosef Freinademetz
STM Nenuk Atambua Timor –NTT
Jumat, 21 November 2025
Peringatan Wajib SP Maria Dipersembahkan kepada Allah
1Mak. 4:36-37,52-59; MT 1Taw. 29:10,11abc,11d-12a,12bcd;
Luk. 19:45-48
Warna Liturgi: Putih

Jangan Cemari Rumah Doa!

Kisah tentang Yesus mengusir semua pedagang atau penjual di Bait Allah dapat kita temukan pada keempat Injil dalam versi yang cukup berbeda satu sama lain. Misalnya dalam Yohanes 2:13-22 tidak ditemukan unsur “Rumah-Ku adalah rumah doa” dan “sarang penyamun” seperti yang ditemukan dalam Injil Sinoptik (Mat. 21:13//Mrk. 11:17//Luk. 19:46).

Kisah ini begitu populer bahkan melekat di pikiran banyak orang termasuk anda dan saya. Ketika di bangku Sekolah Dasar, guru-guru agama mengarahkan kita pada peristiwa Yesus „marah‟ di Bait Allah.

Sejak saat itu kita selalu takut untuk bermain-main di dalam Gereja karena Yesus akan „marah‟ kepada mereka yang menjadikan rumah Tuhan sebagai tempat untuk bermain-main. Setidaknya itulah yang melekat di pikiran
anda dan saya waktu kecil.

Guru-guru selalu memberikan pesan moral yang demikian kepada anak-anak. Kisah dalam Injil Lukas hari ini tentunya bukan hanya sekedar Yesus marah di Bait Allah. Mari kita melihat gambaran tentang situasi perdagangan yang terjadi di sekitar pelataran Bait Allah.

Yesus menggunakan frase „sarang penyamun‟ tentu tidak sembarangan. Bahkan arti dari frase ini sangat kasar dan bisa menyebabkan para pedagang di sana tersinggung. Penyamun berarti pencuri yang lihai atau licik, perampok yang serakah.

Mungkin awalnya baik bahwa para pedagang ini bermaksud untuk menyediakan segala perlengkapan untuk beribadah termasuk hewan kurban bakaran agar para peziarah khususnya dari luar Yerusalem tidak perlu repot-repot membawa hewan kurban mereka dari kampung asalnya.

Namun Yesus melihat ada sesuatu yang tidak lagi murni: ada penipuan, persaingan, pemerasan, monopoli, dan kelicikan. Rumah doa kini dijadikan sarang penipuan dan keserakahan.

Harga yang mereka jual bisa saja dimainkan dan mau tidak mau para peziarah harus membeli karena tidak mungkin lagi untuk kembali ke kampung asalnya. Atau dapat terjadi para pedagang dengan kelicikan mereka mengkafir-kafirkan hewan kurban yang dibawa oleh peziarah karena tidak dibeli di Bait Allah atau dianggap cacat dan tidak layak untuk dikurbankan.

Tindakan mengambil untung lainnya juga dapat terjadi dalam sistem penukaran uang. Uang yang dibawa dari luar tentu tidak sama dengan standar mata uang yang digunakan di Bait Allah.

Orang-orang harus menukar uang asing mereka dengan uang yang dipakai untuk pembayaran di Bait Allah dan dari sini para pedagang kembali meraup untung yang kadang mencekik dan tidak sebanding.

Dalam ingatan saya, 20 tahun yang lalu masih marak terjadi banyak penjual jajanan/makanan berupa kue, minuman manis, nasi bungkus dan lain sebagainya di sekitaran halaman Gereja. Anak-anak dibiarkan bermain di luar dan para orang tua yang mendampingi menenangkan anak dengan cara membeli jajanan untuk mereka.

Namun kebiasaan ini sudah mulai hilang karena „kesadaran‟ mengganggu orang yang sedang beribadat dan kurang elok sementara umat lain beribadat yang lainnya sibuk menukar uang, makan dan minum di halaman Gereja.

Juga ketika mulai bermunculan handphone di era millenium, orang-orang menyadari terganggu dengan dering handphone yang terdengar di dalam Gereja baik sebelum, sedang atau sesudah ibadat.

Maka untuk mengantisipasi hal ini, banyak kita lihat tulisan anjuran untuk mematikan handphone ketika dalam Gereja. Apa yang dapat kita maknai dari peristiwa ini?

Sesungguhnya kita membutuhkan ketenangan ketika kita datang di hadapan Tuhan dan berdoa di hadirat-Nya yang Kudus. Inilah yang mau ditunjukkan oleh Yesus kepada kita dalam kisah Injil hari ini yang bukan hanya sekadar „Yesus marah di Bait Allah‟.

Relasi kita dengan Allah yang maha belas kasih terkadang terhalangi dengan sikap egois, mementingkan diri sendiri, mencari keuntungan diri, tipu muslihat dan kesombongan. Yesus mengingatkan kita bahwa diri kita sesungguhnya adalah rumah doa yang tidak boleh tercemar.

Tindakan kemarahan Yesus di Bait Allah sesungguhnya mau mengingatkan kita bahwa rumah doa telah hancur oleh dosa dan perlu untuk dimurnikan, dirombak kembali.

Sifat mementingkan diri sendiri, mencari keuntungan diri, kelicikan, keserakahan, penindasan dan sebagainya seringkali tanpa kita sadari menghancurkan diri kita yang tidak lain adalah rumah doa tempat Allah bersemayam dan tinggal di hati kita, yang senantiasa menunggu kita untuk datang menemuinya di kedalaman batin kita
masing-masing.

Hanya karena kita sibuk dengan urusan duniawi hingga kita lupa merawat „rumah doa‟ kita sendiri.
Tindakan Yesus ini tentu mendapat kecaman dari banyak orang di sekitarnya namun saya yakin ada pula yang menerimanya dan menyadari „teguran Yesus‟ ini sebuah jalan pertobatan.

Mari kita menyadari ada banyak hal yang dapat merusak kemurnian ibadat dan doa kita kepada Tuhan. Sesibuk apapun kita, jangan lupa merawat diri kita yang tidak lain adalah Bait Roh Kudus tempat Allah berdiam, bersemayam dan selalu menunggu kita untuk datang beribadat kepada-Nya dalam doa yang tulus.

Rumah doa sejati adalah hati yang senantiasa terbuka bagi kasih Allah. Ketika kita mengampuni, kita membiarkan doa hidup dalam hati. Ketika kita mendengarkan Firman dan menaatinya, kita menjadi rumah tempat Roh Kudus berdiam. Ketika kita menolong sesama dengan kasih, kita membiarkan Tuhan berkarya melalui kita.

Kita dipanggil untuk menjadi “Bait Allah yang memuliakan Tuhan,” bukan “sarang penyamun” yang dikuasai kepentingan diri.

Doa:Tuhan Yesus, bersihkanlah hatiku dari segala keserakahan, kemarahan, dan kesombongan. Jadikanlah hatiku rumah doa, tempat Engkau bersemayam dan berkarya. Semoga setiap kata, pikiran, dan tindakanku menjadi persembahan yang berkenan kepada-Mu. Amin.

Sahabatku yang terkasih, Selamat Hari Jumat. Salam doa dan berkatku untukmu dan keluarga di mana saja berada: Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus....Amin. (Pastor John Lewar SVD)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved