Opini
Opini: Efisiensi TKD, Saatnya Daerah Berhenti Bergantung dan Mulai Kreatif Secara Fiskal
Pemotongan atau efisiensi TKD langsung menyentuh kemampuan daerah membiayai layanan dasar hingga infrastruktur.
Tugasnya: merancang proyek-proyek daerah yang bankable dan menarik bagi investor, menyiapkan project preparation documents, serta menjembatani komunikasi dengan pemerintah pusat.
Contohnya, Pemprov Jawa Barat membentuk West Java Investment and Promotion Board yang berfungsi sebagai katalis pembiayaan alternatif dan promosi proyek.
Inisiatif seperti ini bisa direplikasi oleh daerah lain sesuai kapasitas fiskalnya.
3. Reformasi Total BUMD: Dari Beban APBD Menjadi Mesin Pembangunan
Sebagian besar BUMD hari ini hanya menjadi “pos penyerap modal”, bukan entitas produktif.
Reformasi BUMD harus diarahkan pada corporate governance dan profitability.
BUMD perlu diberikan mandat untuk berperan sebagai mitra strategis pembiayaan publik—misalnya, menjadi pengelola aset daerah (asset manager), penyedia kredit mikro bagi UMKM lokal, atau operator proyek infrastruktur melalui skema Public Private Partnership (PPP).
BUMD harus diperlakukan seperti korporasi publik yang transparan, bukan hanya bagian birokrasi ekonomi.
4. Bangun Platform Digital Transparansi Fiskal dan APBD
Keterbukaan fiskal adalah kunci membangun kepercayaan publik dan swasta.
Pemda perlu membuat portal digital yang menampilkan data APBD secara real time: belanja, pendapatan, aset, dan proyek strategis.
Investor tidak akan datang ke daerah yang gelap datanya. Dengan platform ini, Pemda menunjukkan profesionalisme fiskal dan memudahkan publik mengawasi penggunaan anggaran.
Beberapa kota seperti Surabaya dan Banyuwangi sudah memulainya melalui open data dashboard yang memuat peta proyek dan sumber pembiayaannya.
5. Bangun Kemitraan Strategis dengan Universitas dan Lembaga Riset
Pemda tidak bisa bekerja sendiri. Dunia akademik memiliki peran penting dalam membantu desain kebijakan pembiayaan kreatif yang berbasis data dan analisis ekonomi lokal.
Kemitraan ini penting untuk memetakan sektor unggulan yang bisa dijadikan entry point pembiayaan kreatif—misalnya:
• Pertanian & irigasi pintar untuk daerah agraris,
• Pariwisata berkelanjutan untuk daerah wisata,
• Energi hijau dan perikanan modern untuk daerah kepulauan.
Dengan kolaborasi ini, Pemda tidak hanya efisien secara fiskal, tetapi juga mampu melahirkan inovasi berbasis potensi lokal.
Penutup
Efisiensi TKD 2026 bukan sekadar soal penghematan, melainkan momentum reformasi fiskal daerah.
Pemda harus berhenti melihat APBN sebagai “tabungan utama”, dan mulai membangun mesin ekonomi otonom.
Kepala daerah dituntut bukan hanya pandai berpolitik, tetapi juga melek manajemen fiskal dan berani berinovasi finansial.
Daerah yang adaptif dan kreatif akan bertahan, bahkan tumbuh — sementara yang pasif akan semakin tergantung dan tertekan.
Efisiensi yang sesungguhnya bukan memangkas, tetapi mengalihkan dari pemborosan menuju kebermanfaatan. Dan creative financing adalah jembatan menuju kemandirian fiskal yang sejati. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.