Opini
Opini: Dilema MBG dan Kasus Keracunan
Epidemik ini terjadi karena kegagalan sistem sanitasi pada pasokan air publik yang terkontaminasi oleh bakteri Salmonella typhi.
Sertifikasi harus menjadi prasyarat mutlak, bukan sekadar pelengkap.
Kedua, perubahan model distribusi dan kontrol suhu. Dapur MBG harus diwajibkan untuk memasak makanan hanya dalam beberapa jam sebelum waktu konsumsi.
Jika itu tidak memungkinkan karena keterbatasan logistik, sistem harus diubah menjadi distribusi bahan makanan mentah yang diolah di tingkat sekolah/lokal dengan pengawasan langsung, atau investasi pada teknologi pendinginan dan pemanasan yang canggih untuk mempertahankan suhu aman.
Ketiga, penguatan pengawasan berlapis dan sanksi tegas. Badan Gizi Nasional perlu berkolaborasi erat dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan Daerah untuk melakukan inspeksi mendadak dan berkala.
Setiap kasus keracunan harus diselidiki secara transparan, dan SPPG atau pemasok yang terbukti lalai wajib dikenakan sanksi berat, termasuk pencabutan kontrak dan tuntutan hukum.
Keempat, membangun sistem umpan balik real-time. Menerapkan mekanisme pelaporan cepat dari sekolah atau orang tua yang menemukan makanan basi, berbau, atau tidak layak, sehingga otoritas dapat bertindak segera untuk menghentikan distribusi.
MBG adalah program dengan visi besar yang seharusnya menjadi kebanggaan nasional, namun implementasi yang ceroboh telah mengubahnya menjadi ancaman kesehatan.
Dengan mengambil langkah-langkah kebijakan yang berani dan berfokus pada kualitas serta keamanan, bukan hanya kuantitas, pemerintah masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan program ini dari kegagalan total, mengembalikan kepercayaan publik, dan akhirnya, mewujudkan tujuan mulia menciptakan generasi penerus yang sehat dan cerdas. Semoga!
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.