Opini
Opini: Menalar Makan Bergizi Gratis
Program makan bergizi gratis bukanlah program baru di Indonesia tetapi sudah ada sejak zaman Orde Baru.
Oleh: Jondry Siki, S.Fil
Alumnus Fakultas Filsafat Unwira Kupang, Tinggal di Puruk Cahu, Kalimantan Tengah
POS-KUPANG.COM - Ada benarnya bahwa setiap pemimpin ada masanya dan setiap masa ada pemimpinnya.
Demikian pula setiap pemimpin ada programnya dan setiap program ada pemimpinnya.
Bagi orang miskin, program makan bergizi gratis terlihat spektakuler dan pro rakyat kecil di mana ada kesan bahwa beban ekonomi sedikit diringankan oleh negara.
Pandangan ini tercipta bukan karena kajian ilmiah yang mendalam tetapi lahir dari satu kekaguman tanpa daya reflektif.
Kekaguman ini sudah tercipta sejak program ini mencuat saat kampanye pemilihan presiden. Dan rakyat berbondong-bondong menaruh harapan atas program yang pro rakyat ini.
Baca juga: Opini: Paradoks Cassandra dalam MBG
Setiap kebijakan yang ditetapkan sepintas lalu pro rakyat tidak serta merta berdampak negatif.
Namun semua program tanpa refleksi dan kajian nalar yang mendalam hanya akan mengapung di permukaan tanpa menyentuh realitas kehidupan yang nyata dari rakyat.
Jika semua program yang diputuskan semata-mata hanya untuk memenuhi janji lambat laun akan berdampak buruk bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Program makan bergizi gratis bukanlah program baru di Indonesia tetapi sudah ada sejak zaman Orde Baru.
Program ini mengikuti jejak 15 negara lain yang juga menyiapkan makan bergizi gratis kepada anak-anak sekolah.
Indonesia mencoba melangkah bersama negara lain dalam hal program makan bergizi gratis tetapi terkesan "terpaksa" karena hanya sekadar pemenuhan janji kampanye dan jika tidak dijalankan maka pemerintah akan dicap hanya “omon-omon”.
Sebaik apapun programnya tetap ada pro-kontra karena Indonesia saat ini darurat korupsi dan bisa jadi program makan bergizi gratis ini menjadi lahan baru korupsi di mana sebagian anggarannya merembes ke saku-saku oknum-oknum pencari keuntungan.
Bias Normalisasi "Kebaikan"
Kemiskinan di Indonesia kini disulap menjadi alat politik. Orang-orang yang masuk kategori miskin dengan kemampuan ekonomi di bawah rata-rata rentan untuk diperalat oleh politikus demi meraup keuntungan dalam pemilu.
Orang-orang miskin tetap menjadi orang miskin kendati pemerintah terus berganti wajah.
Mengapa demikian karena orang miskin telah terpancaran radiasi "biasa normalisasi kebaikan".
Radiasi ini menciptakan satu kesan bahwa orang yang memberi uang tunai menjelang pemilu adalah orang baik.
Bias normalisasi kebaikan ini telah menjadi banalitas di negeri ini sehingga relasi pemimpin dan rakyat terjalin sebatas menjelang pemilu dan setelah itu masing-masing berjalan sendiri tanpa komunikasi hingga akhir periode kepemimpinan.
Namun dalam konteks makan siang gratis bias normalisasi kebaikan jauh lebih menggiurkan daripada programa lain sebab bagi orang miskin program ini adalah kesempatan meringankan kondisi ekonomi. Akan tetapi pemikiran ini sepintas lalu tetapi mengandung bahaya.
Bahaya yang ada di balik bias normalisasi kebaikan makan bergizi gratis ini adalah rakyat miskin harus bekerja keras demi membayar pajak yang terus dinaikan dan peluang untuk korupsi baru tercipta di sana.
Maka sebelum menerima kebijakan yang ada perlu dikaji secara mendalam agar tidak menjadi bumerang dan bom waktu yang bisa menghancurkan negeri ini.
MBG Vs PMT-AS
Makan bergizi gratis di era kepemimpinan Presiden Prabowo bukan hal baru tetapi sudah ada sejak zaman Orde Baru hingga awal masa Reformasi.
Bahkan di zaman Presiden Megawati Soekarnoputri program ini sukses dengan nama Program Makan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS).
Saat itu yang disediakan oleh pemerintah adalah kacang hijau, teh dan pisang goreng.
Sebagai salah saatu penerima PMT-AS, sangat-sangat bersyukur karena program itu sungguh dirasakan oleh anak-anak sekolah.
Sebelum disantap anak-anak wajib menyampaikan lagu PMT-AS, sebagai ungkapan terima kasih kepada pemerintah.
Jika boleh jujur Program PMT-AS jauh lebih bermanfaat dan tepat sasaran karena program ini tidak untuk seluruh sekolah dan semua anak tetapi ditujukan kepada daerah-daerah terpencil dengan perekonomian yang lambat dan kehidupan rakyatnya masih miskin sehingga program ini benar-benar menyentuh langsung kehidupan rakyat kecil.
Namun ketika program makan bergizi gratis dibawa dalam kampanye, mau tidak mau harus diwujudkan kepada semua orang entah itu dia kaya atau miskin tanpa membeda-bedakannya.
Ada harapan besas kalau boleh program makan bergizi gratis dikaji ulang dan diprioritaskan kepada anak-anak yang tinggal di daerah terpencil, terisolasi dan terluar.
Hal ini akan lebih efektif daripada memberi makan gratis bagi anak-anak sekolah yang ekonomi orang tuanya sudah mapan.
Mengapa program ini diterapkan di semua sekolah baik di perkotaan maupun pedesaan karena pemerintah mau memenuhi janji politiknya.
Makan Bergizi Gratis atau Makan Beracun Gratis
Sejak 6 Januari 2025, pemerintah telah mencairkan dana untuk program makan bergizi gratis di sekolah-sekolah.
Namun belum satu semester program ini berjalan, banyak sekali laporan dari sekolah terkait menu makan yang tidak sesuai dengan standar kesehatan dan banyak anak yang keracunan makanan dari program ini.
Program MBG kemudian dipelesetkan menjadi "makan beracun gratis". Sudah banyak anak sekolah yang dilarikan ke rumah sakit karena keracunan makan bergizi gratis.
Sejatinya program ini bertujuan untuk perbaikan gizi anak sekolah tetapi fakta di lapangan melaporkan bahwa banyak anak yang keracunan makanan.
Jika program ini hanya instrumen politik semata maka akan banyak anak yang menjadi korban jika hal ini dikaji dan dievaluasi untuk mencari jalan keluar yang terbaik demi kelancaran proses belajar mengajar di sekolah.
Banyak sekolah macet proses belajar mengajar karena sibuk dengan siswanya yang keracunan makanan.
Kabar terakhir yang beredar bahwa sebanyak 331 siswa di Kabupaten Timor Tengah Selatan keracunan makanan dari program makan bergizi gratis.
Kabar ini mungkin yang pertama kali dari NTT yang mencuat ke permukaan setelah beberapa kali gelombang berita yang viral di media sosial dari berbagai daerah di Indonesia yang mengalami hal serupa.
Sebaiknya yang mengelola program makan siang bergizi gratis ini adalah mereka yang berkompeten di bidang gizi agar anak-anak tidak lagi menjadi korban.
Serahkan kepada orang tua
Jika pemerintah lebih bijak, alangkah baiknya dana khusus untuk program makan bergizi gratis yang cairkan oleh pemerintah dengan nominal Rp 10.000 per anak langsung diserahkan kepada orang tuanya agar menu makanan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan anak-anak di rumah dengan demikian program ini lebih tepat sasaran.
Orang tua jauh lebih memahami kondisi kesehatan dan makanan yang disukai oleh anak-anaknya.
Maka sangatlah tepat jika program ini langsung diolah oleh orang tua sehingga tidak terjadi hal-hal yang membuat anak-anak keracunan.
Mereka yang keracunan karena makan bergizi gratis ini tidak tahu menahu bagaimana proses pengolahannya apakah sesuai dengan standar kesehatan atau asal-asalan saja yang penting bisa disalurkan kepada anak-anak di sekolah.
Pekerjaan asal jadi ini merupakan salah satu habitus buruk di negeri ini di mana tidak memperhatikan mutu makanan yang disediakan tapi sekadar mengejar target semata agar cepat selesai.
Benar bahwa dengan adanya program ini banyak lapangan pekerjaan tercipta namun jika itu yang dipikirkan akan membahayakan kesehatan anak-anak.
Semoga mereka yang mengelola program ini lebih mengutamakan kehigenisan daripada mengejar target.
Besar harapan bahwa program ini tidak membawa petaka baru dengan terciptanya lahan korupsi yang baru.
Semoga pemerintah lebih bijaksana dalam menangani program makan bergizi gratis ini agar tidak lagi ada siswa yang keracunan dan tidak ada tersangka-tersangka baru kasus korupsi dari program makan bergizi gratis.
Corruptissima Re Publica, Plurimae Leges “Semakin korup sebuah negara, semakin banyak aturan hukumnya” ( Cornelius Tacitus). (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.