Opini

Opini: Manajemen Pendidikan SD di NTT, Sensitif terhadap Konteks Lokal untuk Atasi Keterbatasan

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Heryon Bernard Mbuik, S.Pak., M.Pd.

Inisiatif seperti “Budaya Belajar” ini bukan sekadar retorika misalnya, SD Abdi Kasih Bangsa (SAKB) di NTT telah berhasil menanamkan budaya belajar melalui keteladanan guru dengan prinsip kasih sayang, kreativitas, dan ketangguhan.    

Literasi, Parenting, dan Kebudayaan: Tiga Elemen Sinergis

Grand Design NTT juga menekankan penguatan literasi, numerasi, dan karakter melalui berbagai strategi konkrit:

a. Pelatihan berkelanjutan (KKG/MGMP) untuk meningkatkan kompetensi pedagogis guru.

b. Program literasi budaya di sekolah dan keluarga seperti penggunaan pakaian adat, disiplin positif.

c. Program “English Day” di sekolah.

d. Pemanfaatan dana desa untuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan program parenting serta kader literasi desa. 

Yang menarik, penerapan literasi budaya dan parenting berbasis komunitas memperkuat peran sekolah sebagai pusat komunitas belajar mendorong kerjasama antara guru, orang tua, dan tokoh lokal.

Kepemimpinan Kepala Sekolah: Katalisator Adaptasi Kontekstual

Literatur menunjukkan bahwa modal kepemimpinan khususnya instructional leadership tentu menjadi faktor penentu dalam transformasi pendidikan. 

Di Bandung, kepala sekolah yang menerapkan kepemimpinan instruksional dan mendorong keterlibatan orang tua meningkatkan capaian siswa, meski menghadapi tantangan seperti waktu terbatas dan minimnya dukungan orang tua.

Model semacam ini relevan juga untuk NTT. Kepala sekolah yang menerapkan gaya pembelajaran partisipatif melibatkan komunitas, merancang kurikulum kontekstual, dan memonitor pelaksanaan akan menciptakan ekosistem pembelajaran yang efektif dan inklusif.

Tantangan Khas NTT: Infrastruktur, Distribusi Guru, dan Kesenjangan Akses

Beberapa tantangan nyata perlu diakui:

  • Mutu pendidikan NTT cenderung rendah dan stagnan sejak era 1970-an hingga saat ini, tercermin dari peringkat terendah dalam ujian nasional (UN) tahun 2007/2008.
  • Model pembelajaran di beberapa wilayah masih konvensional, guru mendominasi kelas, dan siswa hanya hafal tanpa memahami makna materi tematik.
  • Tantangan distribusi guru, akses internet, dan logistik masih nyata menurut pengalaman daerah terpencil, guru enggan ditugaskan ke pelosok karena fasilitas minim, sementara siswa terkendala buku dan koneksi.

Rekomendasi Model Manajemen Pendidikan SD Berbasis Konteks NTT

Halaman
1234

Berita Terkini