Nasional Terkini 

Jenderal Tandyo jadi Wakil Panglima TNI, Letjen Gabriel Lema sebagai Kepala Badan Cadangan Nasional

Editor: Alfons Nedabang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

WAKIL PANGLIMA TNI - Presiden Prabowo Subianto melantik Jenderal Tandyo Budi Revita menjadi Wakil Panglima TNI di Lapangan Udara Suparlan, Pusdiklatpassus, Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Minggu (10/8/2025).

"Sehingga dibutuhkan wakil panglima untuk menjadi panglima TNI di dalam melaksanakan tugas pokoknya begitu," ucap dia.

Hanya saja perihal dengan mekanisme terhadap penambahan jabatan Wakil Panglima TNI tersebut kata dia, sepenuhnya akan diatur dalam Peraturan Presiden RI (Perpres).

Sehingga pembahasan penambahan jabatan Wakil Panglima TNI tidak akan dilakukan di DPR RI. "Di dalam struktur organisasi, penambahan ya, pengurangan itu tidak dicantumkan. Gini, undang-undang tidak mengatur berapa jumlah satuan-satuan TNI itu nggak diatur, jadi besarannya diatur oleh Perpres oleh Presiden," tandas dia. 

Kesiapan Alutsista

Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memandang pengembangan struktur TNI yang diresmikan Prabowo perlu dilihat dalam bingkai pembangunan postur pertahanan jangka panjang, bukan semata respons instan terhadap situasi terkini.  

Di satu sisi, menurut dia, langkah ini bisa memperkuat kemampuan TNI Angkatan Darat (AD), TNI Angkatan Laut (AL), dan TNI Angkatan Udara (AU) dalam menjawab dinamika ancaman, mulai dari ancaman konvensional hingga non-konvensional di darat, di ruang maritim maupun di udara.

Bagi TNI AD, kata dia, penambahan dan pengembangan satuan bisa memperkuat fungsi proyeksi kekuatan, kecepatan mobilisasi, dan kemampuan menghadapi ancaman di wilayah perbatasan maupun daerah rawan konflik.

Untuk TNI AL, menurut Fahmi, struktur baru harus diarahkan pada kemampuan sea control dan sea denial yang relevan di tengah intensitas dinamika Laut Natuna Utara dan perairan strategis lainnya. 

Sedangkan di TNI AU, kata dia, pengembangan satuan idealnya meningkatkan kemampuan pertahanan udara berlapis dan proyeksi kekuatan udara jarak jauh terutama menghadapi ancaman modern. 

"Catatannya, struktur baru ini jangan sampai hanya menambah lapisan birokrasi, tetapi benar-benar diikuti oleh peningkatan kemampuan operasional, kualitas personel, dan kesiapan alat utama sistem senjata (alutsista)," kata Fahmi.

"Tanpa itu, risiko yang muncul adalah organisasi menjadi lebih besar di atas kertas, tetapi tidak signifikan di lapangan," lanjut dia.

Selain itu, menurut Fahmi, dalam kaitannya dengan anggaran pertahanan, pengembangan struktur TNI berarti konsekuensi pembiayaan secara jangka panjang dan berkelanjutan, baik untuk pembangunan sarana-prasarana, pengadaan alutsista, maupun pemeliharaan dan pembinaan personel. 

Menurutnya, dalam konteks itu penting memastikan bahwa penambahan struktur diiringi efisiensi, akuntabilitas dan prioritas yang jelas.

"Dengan anggaran pertahanan kita yang relatif terbatas dibanding beberapa negara lain di kawasan, setiap rupiah harus diarahkan pada pencapaian force goals yang realistis dan sesuai Optimum Essential Force," ungkap Fahmi.

"Pengembangan struktur ini harus terintegrasi dalam roadmap modernisasi TNI, sehingga tidak membebani fiskal secara berlebihan, tetapi justru memberikan nilai strategis yang optimal bagi pertahanan negara," pungkasnya.

Halaman
1234

Berita Terkini