Perda ini akan menjadi bukti bahwa komitmen global seperti Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 14 (Kehidupan Bawah Air) dan SDG 13 (Aksi Iklim), dapat dicapai melalui pengakuan dan pemberdayaan pengetahuan lokal.
NTT, dengan segala tantangannya, memiliki kesempatan untuk menginspirasi. Untuk menunjukkan kepada dunia bahwa di dalam tradisi kuno tersimpan kunci untuk masa depan yang berkelanjutan.
Perda Muro: Kendaraan Yuridis untuk Perjalanan Kolektif
Peta perjalanan di atas adalah sebuah visi, dan setiap visi membutuhkan kendaraan untuk mewujudkannya.
Perda “Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya” adalah kendaraan yuridis tersebut.
Tanpa payung hukum yang kuat di tingkat provinsi, praktik-praktik adat yang tersebar di ratusan desa pesisir akan tetap terfragmentasi, rentan terhadap tekanan ekonomi, dan seringkali tidak diakui dalam perencanaan pembangunan formal.
Perda ini akan berfungsi untuk:
- Memberikan Kepastian Hukum: Melindungi hak-hak masyarakat adat dalam mengelola wilayah mereka.
- Mengharmoniskan Kebijakan: Menciptakan sinergi antara berbagai praktik kearifan lokal di seluruh kabupaten/kota di NTT.
- Menguatkan Penegakan Hukum: Memberikan dasar bagi pemerintah provinsi untuk menindak tegas aktivitas ilegal yang mengancam wilayah kelola adat.
- Mengintegrasikan Kearifan Lokal: Memastikan bahwa pengetahuan adat menjadi pertimbangan utama dalam setiap kebijakan kelautan dan perikanan di NTT.
Penggunaan nama "Muro" sebagai ikon, sebagaimana diusulkan oleh LSM Barakat, adalah langkah branding yang cerdas.
Ia tidak menghapus nama atau keunikan tradisi lain, melainkan mengangkat satu istilah sebagai simbol pemersatu—sebuah panji bagi gerakan konservasi berbasis kearifan lokal di seluruh NTT.
Sebuah Pilihan Peradaban
Pada akhirnya, Rancangan Perda ini meletakkan sebuah pilihan fundamental di hadapan kita semua, khususnya para legislator di DPRD NTT.
Ini bukan lagi sekadar memilih antara konservasi dan pembangunan. Ini adalah pilihan peradaban. Apakah kita akan terus menempuh jalur pembangunan yang mengabaikan akar budaya dan merusak fondasi ekologis kita?
Ataukah kita akan berani berbalik arah, mendengarkan kembali bisikan para leluhur, dan mempercayai kearifan yang telah menjaga tanah dan air ini selama ribuan tahun?
Mengesahkan Perda tentang Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya adalah sebuah penegasan bahwa masa depan NTT akan dibangun di atas kekuatan masa lalunya.
Ini adalah sebuah deklarasi bahwa di tengah dunia yang gamang, NTT memilih jalan kearifan, jalan keberlanjutan, dan jalan kemanusiaan yang menghormati alam sebagai ibu yang memberi kehidupan.
Ini adalah warisan terindah yang bisa kita berikan kepada anak cucu Flobamora: sebuah planet biru yang dimulai dari laut biru di halaman rumah kita sendiri. Semoga para wakil rakyat mendengar panggilan zaman ini. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News