Timor Tengah Selatan Terkini

8 Orang Meninggal Akibat AIDS Tahun 2025, Kadis Kesehatan TTS: Tetap Optimis Optimalkan Zero AIDS 

Editor: Adiana Ahmad
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KORBAN MENINGGAL AKIBAT HIV/AIDS - - Kadis Kesehatan TTS, dr. RA Karolina Tahun saat diwawancarai POS-KUPANG.COM terkait kasus rabies di TTS. 8 Orang Meninggal Akibat AIDS Tahun 2025, Kadis Kesehatan TTS: Tetap Optimis Optimalkan Zero AIDS .

Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Maria Vianey Gunu Gokok

POS-KUPANG.COM, SOE- sebanyak 8 Orang meninggal akibat AIDS Tahun 2025, Kadis Kesehatan TTS dr. R.A Karolina Tahun tetap optimis optimalkan Zero AIDS 

Dikatakan dr. R.A Karolina Tahun, Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menyebut pemerintah terus berupaya mengoptimalkan Zero AIDS meskipun tertatih tatih. 

Berdasarkan data Dinas Kesehatan TTS, Tahun 2024 sebanyak 8.819 kasus yang terskrining. Dari jumlah tersebut sebanyak 79 orang orang dengan HIV (odhiv) yang baru ditemukan tahun 2024, 65 odhiv yang minum ARV, dan tiga orang meninggal. 

Sedangkan di per bulan Juli 2025, sebanyak 5.120 kasus yang terskrining. Dimana sebanyak 46 odhiv yang ditemukan tahun 2025, 30 ODHIV yang konsumsi ARV, dan sebanyak delapan orang meninggal dunia. Berdasarkan data ini, terjadi peningkatan kasus kematian dari tahun 2024 hingga Juli 2025.

Baca juga: HIV/AIDS di Manggarai Barat Tembus 147 Kasus hingga Juli 2025

"Kita akan terus mengoptimalkan berbagai upaya yang telah disarankan dari WHO yaitu Zero AIDS yang meliputi Nol Infeksi Baru, Nol Kematian akibat AIDS, Nol stigma serta diskriminasi kepada ODHA, " jelasnya. 

dr. Karolina menjelaskan kelompok beresiko paling banyak di TTS yaitu Ibu hamil. Dimana ditemukan ketika dilakukan triple eliminasi yaitu eliminasi HIV, Sifilis dan hepatitis. 

"Maksudnya ini kelompok beresiko dalam hal ini perilaku seks yang tidak sesuai atau yang menyimpang. Misalnya laki suka laki, kemudian wanita suka wanita. Tapi paling sering laki suka laki. kemudian yang bukan dengan pasangannya,tidak memakai alat pelindung. Itu yang paling beresiko, " ungkap dr. Karolina. 

Untuk saat ini, solusi dan upaya yang dilakukan Dinas Kesehatan untuk baik yang sudah diketahui terkena dengan yang mungkin pencegahan dini. Misalnya kita sudah menemukan dia tidak boleh sampai meninggal. Nah ini yang harus kita jaga dengan pengobatan ARV, " jelasnya. 

Ia menyampaikan pengobatan ARV sendiri telah tersedia di puskesmas. Pihaknya juga telah melatih dia angkatan untuk penanganan kasus ini. 

"Jadi saat ini pengobatan ARV ini sudah tersedia sampai puskesmas. kami juga telah melatih dua angkatan, baik itu dokternya maupun analisnya, kemudian bidannya untuk puskesmas tersebut menjadi PDP. Sehingga misalnya kita menemukan pasien positif HIV, maka langsung mendapatkan pengobatan di puskesmas, " jelasnya. 

Untuk kasus yang berat seperti penemuan infeksi oportunistik, pasien akan dirujuk ke faskes,
atau ke rumah sakit. 

"Jika ada kasus infeksi akan dirujuk ke rumah sakit. Nah disitu baru kita bisa bertemu dengan spesialis untuk mendapatkan obat-obatan, " jelasnya. 

Baca juga: Komisi IV DPRD TTS Dorong Pendampingan masif Bagi ODHIV secara berkelanjutan

Selain itu, Dinas kesehatan juga gencar melakukan sosialisasi pencegahan ABCDE. Ia menjelaskan lima langkah untuk mencegah penularan HIV. 

"pencegahannya ABCDE meliputi Abstinence yakni tidak melakukan hubungan seksual dengan yang bukan pasangannya, Be faithful atau setia dengan pasangan, Condom atau menggunakan kondom, Drug No yaitu tidak mengkonsumsi narkoba, dan Education atau sosialisasi,  pencegahan dan pengobatan, " jelasnya. 

Selain itu ia menambahkan untuk para nakes, berarti harus memakai APD pada saat melaksanakan tugas. 

Terkait ketersediaan Komisi Penanggulangan AIDS di TTS, Kepala Dinas Kesehatan menyebutkan kehadiran KPA sangat membantu, terkadang melakukan kegiatan yang memberikan dorongan positif bagi ODHIV.

Meski begitu, ia membeberkan tantangan yang dihadapi dalam upaya penekanan angka kematian akibat AIDS ini. Salah satunya yaitu stigma yang berkembang di masyarakat. 

"Tantangan yang kami hadapi yaitu terlalu banyak stigma yang berkembang di masyarakat. Bahwa HIV/AIDS adalah penyakit kutukan, selalu bagi yang melakukan dosa dan sebagainya, "jelasnya. 

dr. Karolina melanjutkan hal ini menyebabkan  orang banyak diskriminasi yang terjadi. Akhirnya  yang bersangkutan mau ambil obat, tentu akan berdampak pada kondisi pasien. 

"Selain Stigma ada juga penghambat dadi pasien sendiri yaitu  keinginan untuk minum obat tidak ada, karena memang obatnya diminum seumur hidup. Karena kalau tidak minum obat berarti dia meninggal, " jelasnya. 

Kepada masyarakat dr. Karolina menyampaikan pasien membutuhkan dukungan bukan diskriminasi. 

"Memang obat tidak menyembuhkan akan tetapi kan bisa memperpanjang hidup. Jadi jangan kita menjudge dia, kan kita belum tahu apakah dia yang duluan atau siapa, mungkin pasangan, atau mungkin kebetulan saja kan kita tidak tahu. Tapi mari kita, jika ada saudara, teman, atau pasien ODHIV,  yang tidak minum obat ya, wajib kita bawa untuk dia harus minum obat supaya dia memperpanjang hidupnya, " pesannya. 

Ia berharap dengan langkah-langkah ini, dapat menekan angka HIV/AIDS baik yang baru terinfeksi, kematian akibat AIDS ataupun stigma di masyarakat Terkait ODHIV. (any) 

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

Berita Terkini