Dalam konteks pendidikan, deep learning dapat diterapkan pada:
- Penilaian otomatis esai dan narasi siswa dengan akurasi tinggi.
- Analisis emosi siswa selama proses belajar daring (melalui pemrosesan wajah dan suara).
- Pemodelan pembelajaran adaptif yang merekomendasikan konten berdasarkan respons siswa sebelumnya.
- Pendeteksian dini terhadap risiko putus sekolah berdasarkan perilaku belajar dan interaksi digital siswa.
Sebagai contoh, di Tiongkok, sistem berbasis deep learning telah digunakan untuk memantau ekspresi wajah siswa selama pembelajaran di kelas.
Meski menuai kontroversi etis, hal ini menunjukkan potensi kuat AI dalam mendeteksi engagement atau kebosanan siswa secara real-time (Zhou et al., 2022).
Transformasi Peran Guru: Dari “Pengajar” Menjadi “Fasilitator Cerdas”
"The art of teaching is the art of assisting discovery." (Mark Van Doren)
Kemajuan AI dan deep learning menuntut redefinisi terhadap peran guru. Dalam sistem pendidikan tradisional, guru adalah sumber utama pengetahuan dan pengendali tunggal proses pembelajaran.
Namun di era AI, peran guru bertransformasi menjadi fasilitator pembelajaran yang membimbing proses berpikir kritis, reflektif, dan kreatif siswa.
Andreas Schleicher (OECD, 2019) menyatakan bahwa teknologi tidak akan menggantikan guru, tetapi guru yang tidak mampu menggunakan teknologi kemungkinan besar akan digantikan.
Di sinilah urgensi literasi digital dan kecakapan pedagogi digital bagi pendidik. Guru abad 21 harus mampu membaca data dari sistem AI, menafsirkan hasil diagnostik pembelajaran, serta mengarahkan strategi intervensi berdasarkan wawasan teknologi tersebut.
Dengan demikian, integrasi AI bukan berarti “dehumanisasi pendidikan,” tetapi justru membuka peluang untuk menguatkan aspek-aspek humanis yang tak tergantikan oleh mesin: empati, nilai, spiritualitas, dan relasi personal.
Etika dan Tantangan Implementasi AI
“Not everything that can be counted counts, and not everything that counts can be counted.” (Albert Einstein)
Meski menawarkan berbagai keunggulan, implementasi AI dan deep learning di sekolah juga menghadirkan tantangan serius. Isu privasi dan keamanan data siswa menjadi perhatian utama.
Sistem deep learning membutuhkan data masif untuk dilatih, dan ini berpotensi mengancam kerahasiaan identitas peserta didik jika tidak dikelola secara etis.
Selanjutnya, terdapat pula potensi bias algoritma. AI dibangun oleh manusia dan belajar dari data historis. Jika data yang digunakan mengandung bias gender, ras, atau status sosial, maka sistem juga akan mereproduksi bias tersebut.
Misalnya, sebuah algoritma yang menilai prestasi belajar siswa bisa saja lebih menguntungkan kelompok yang dominan secara statistik.