POS-KUPANG.COM, JAKARTA — Komisi III DPR RI mempertanyakan penanganan dugaan ‘kasus penggelapan aset’ oleh Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur yang menyasar Tanah Warisan Keluarga Konay di Kota Kupang. Pernyataan ini mengemuka saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Keluarga Konay di Gedung DPR RI, Senayan-Jakarta pada Rabu (16/7/2025) kemarin.
RDP ini dipimpin langsung Ketua Komisi III, Habiburokhman didampingi Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh,
Habiburokhman melihat keanehan atas penanganan dugaan kasus korupsi yang tengah disidik Kejati NTT ini. Bagaimana tidak. Tanah warisan yang dimiliki lewat perkara perdata ini kemudian diambil secara pidana lewat penyelidikan kasus tipikor.
”Sekilas yang saya baca, ini perkara perdata aats kepemilikan tanah sekian ratus hekare antara bapak (Marthen Solemen Konay dkk) dengan pemerintah. Namun tiba-tiba dilakukan penyelidikan dan penyidikan tipikor,” sebut anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra ini.
Atas laporan Keluarga Konay tersebut, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman berjanji akan melakukan reses ke Kupang-Nusa Tenggara Timur pada tanggal 25 Juli 2025 guna mendapatkan keterangan yang lebih lengkap dari pihak terkait baik itu dari Pemerintah Provinsi NTT, Pemerintah Kabupaten Kupang, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakat dan Kejati NTT.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR RI, Bimantoro yang berharap dilakukan RDP dengan mengundang pihak terkait lainnya guna bisa membuat masalah tanah warisan Keluarga Konay ini menjadi terang benderang. ”Untuk saat ini, kita tunda dulu pembahasannya sambil kita jadwalkan untuk mengundang semua pihak terkait lainnya,” ujarnya.
Senada dengan itu, Rikwanto, anggota Komisi III DPR RI lainnya menyebut sesuai laporan dengan berbagai putusan hukum yang ada maka jelas tanah tersebut milik Keluarga Konay.
”Sudah jelas tanah itu milik Keluarga Konay cuman di situ sudah terlanjur ada Lapas. Disitulah menjadi pokok permasalahannya. Sesuai ketentuan, bila sudah dieksekusi maka semua kepemilikan gugur,” jelas mantan Kapolda Maluku Utara ini.
Ia melihat hal tersebut terjadi karena pada waktu itu, kepemilikan atas Lapas Kupang tersebut tidak langsung digugurkan sehingga masih digunakan. ”Pada periode berikutnya, Lapas melihat obyek ini masih bisa menjadi miliknya atau milik Pemerintah cq Kementerian HAM sekarang,” ujar Rikwanto.
Karena itulah, purnawirawan jenderal polisi dua bintang ini menyarakan agar pada RDP berikut maka perlu diundang pula Kementerian HAM dan Kejati NTT.
Sedangkan Hinca Pandjaitan, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat mengapresiasi Keluarga Konay yang jauh dari Kupang-NTT datang kmelaporkan ke Komisi III DPR guna mendapatkan sebuah kepastian hukum.
”Dari semua proses penegakan hukum ini, ujung dari semuanya adalah eksekusi. Yang sering kita sebut Justice Delayed is Justice Denied (Keadilan yang tertunda adalah Ketidakadilan yang sempurna),:”kata anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan.
Hinca mengibaratkan sebuah pertandingan yang telah dimenangkan oleh Keluarga Konay secara sah dan meyakinkan namun tidak memiliki mahkota juara. ”Tidak ada jeadilan tanpa terdelivery. Juara tanpa mahkota,” kata Hinca Pandjaitan.
Ia menyebut sesuai dengan laporan Keuarga Konay ini secara jelas menggambarkan telah terjadi kekhilafan yang nyata atas hak-hak hukum dari Keluarga Konay. ”Saya kira, hukum harus diberi ruang untuk dikoreksi atas kekhilafan yang nyata,” katanya.
Pada kesempatan tersebut Fransisco Bernando Bessi, kuasa hukum Keluarga Konay mengatakan Keluarga Konay memiliki tiga bidang tanah warisan sejak turun temurun. Ketiga tanah warisan tersebut adalah Tanah Danau Ina, seluas ± 100 HA, Tanah Pagar Panjang, seluas ± 250 HA dan Tanah Pinggir Pantai Oesapa, seluas ± 18 HA.