Internet of Things sebagai Jembatan Pengelolaan Pertanian Lahan Kering di Nusa Tenggara Timur

Editor: Sipri Seko
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr. Ir. Folkes E Laumal, S.T., M.T

d. Transformasi ini tidak hanya menghasilkan teknologi yang tidak hanya otomatis, namun memilik kecerdasan (Artifical Intelegent) yang tentunya dapat meningkatkan sumber daya manusia yang kompeten dan peka terhadap kebutuhan daerah.

 

3. Integrasi Teknologi dan Kearifan Lokal sebagai Kunci Keberhasilan Transformasi

Penerapan teknologi pertanian di lahan kering, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai konteks agroekosistem lokal. Tidak semua pendekatan teknis dapat diaplikasikan secara langsung tanpa melalui proses adaptasi yang matang. Oleh karena itu, pemahaman mengenai karakteristik tanah marginal, pola tanam lokal, dan siklus air mikro menjadi prasyarat sebelum teknologi pertanian cerdas dapat diimplementasikan secara optimal. 

Dengan kata lain, pendekatan agroekologis dan nilai‑nilai kearifan lokal harus diintegrasikan secara sistematis dalam perancangan dan penerapan teknologi pertanian.Kearifan lokal yang dimaksud meliputi pola pengelolaan lahan dan irigasi yang diwariskan dari generasi ke generasi, seperti:

a) Tradisi pola tanam tumpangsari yang sesuai dengan daya dukung tanah dan pola curah hujan daerah setempat,

b) Pengetahuan lokal mengenai pola musim dan adaptasi tanaman, yang lahir dari pengalaman panjang para petani dalam memahami pola angin, waktu tanam, dan pola migrasi air tanah,

c) Praktik konservasi air dan tanah adat, seperti pembuatan terasering atau embung yang digunakan untuk mengurangi erosi dan meningkatkan daya resap air tanah,dan

d)  Kelembagaan sosial pertanian lokal, termasuk kelompok tani dan ritual adat terkait pembukaan lahan maupun pemanenan, yang dapat dijadikan pintu masuk bagi implementasi teknologi pertanian cerdas.

Salah satu contoh penerapan prinsip pengelolaan berbasis kearifan dapat dijumpai di wilayah Amfoang, Kabupaten Kupang. Daerah ini telah lama mempraktekkan pola tanam tumpangsari jagung dan kacang tanah yang berbasis pada nilai‑nilai kearifan lokal. Para petani memahami pola musim dan daya simpan air tanah dengan baik, sehingga dapat mengatur pola tanam sesuai pola hujan dan struktur tanah. 

Mereka juga memanfaatkan teknologi konservasi air berbasis pengalaman lokal, seperti pembuatan saluran-saluran air pada lahan miring untuk mencegah erosi dan meningkatkan daya resap air.Saat teknologi pertanian cerdas — seperti kontrol irigasi berbasis sensor — diterapkan di daerah ini, teknologi tersebut tidak akan berdiri sendiri, tetapi bekerja selaras dengan pola dan pengetahuan lokal yang sudah teruji oleh waktu. 

Hasilnya adalah kalibrasi sensor dapat disesuaikan dengan pola tanam dan kebutuhan spesifik tanaman, sehingga kebutuhan air dapat dioptimalkan sesuai dengan kondisi lapangan. Demikian pula, teknologi irigasi tetes yang diterapkan dapat dikombinasikan dengan pola tumpangsari yang telah digunakan secara turun‑temurun, sehingga memungkinkan pemanfaatan air yang lebih efisien tanpa mengganggu pola kerja lahan yang telah ada.

Dampak positif dari penerapan teknologi ini bukan hanya terbatas pada efisiensi dan adaptasi pertanian lahan kering, tetapi juga pada pelestarian pola tanam yang diwariskan dari generasi ke generasi, sekaligus memberi nilai tambah dan daya saing bagi sistem pertanian daerah. Model Amfoang dapat dijadikan contoh bagi daerah lain di NTT bahwa teknologi pertanian cerdas dan kearifan lokal bukanlah pilihan yang saling bertentangan, tetapi dapat dikombinasikan untuk mewujudkan pertanian lahan kering yang berkelanjutan.

Selain itu, pendekatan teknik pertanian juga perlu dijaga agar tidak sepenuhnya digantikan oleh dominasi pendekatan teknik industri semata, yang belum sepenuhnya memahami dinamika pertanian dan pola adaptasi petani daerah. Oleh karena itu, perguruan tinggi pertanian di NTT perlu menghadirkan keilmuan di bidang teknik pertanian yang berpijak pada kebutuhan spesifik daerah tropika kering. Hal ini termasuk pendalaman pola tanam, teknologi irigasi hemat air, serta pola konservasi lahan yang dikembangkan dari pengalaman dan kearifan lokal para petani itu sendiri.

Kesimpulan

Halaman
123

Berita Terkini