Liputan Khusus Pos Kupang

SAKSIMINOR Pertanyakan Keterlibatan V Dalam Kasus Mantan Kapolres Ngada

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SAKSIMINOR - Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Kelompok Minoritas dan rentan (SAKSIMONOR) menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Kupang, Senin (7/7/2025).

POS-KUPANG.COM, KUPANG – “Mari kita  jaga agar proses hukum tidak menambah luka baru di hati anak- anak kami, di hati mereka  yang sedang terluka. Membawa beban psikologis  dan luka yang tidak mudah dipulihkan yang dialami korban eks Kaporles Ngada, AKBP Fajar Lukman.”

Demikian orasi Pdt (emr) Ina Bara Pah, S.Th, anggota SAKSIMINOR, dari Rumah Harapan GMIT NTT di depan Gerbang Kantor Pengadilan Negeri Kota Kupang, Senin (7/7). Saat itu  Pdt Ina Bara Pah bersama massa aksi SAKSIMINOR atau Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi bagi Kelompok Minoritas dan Rentan  menggelar aksi damai untuk mengawal proses hukum kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman.

SAKSIMINOR merupakan kumpulan dari individu, kelompok, organisasi yang  solidaritas bergerak dalam advokasi dan perlindungan hak-hak kelompok rentan/minoritas di wilayah Kupang, NTT. 

Lembaga yang tergabung dalam SAKSIMONOR yakni  LBH APIK NTT, YKBH JUSTITIA, LPA NTT, Rumah Perempuan, Rumah Harapan-GMIT, PKBI NTT, IMoF NTT, AJI Kota Kupang, IRGSC, KOMPAK, JIP, IPPI, KPAP NTT, GARAMIN, LOWEWINI, HWDI, YAYASAN CITA MASYARAKAT MADANI, HANAF, YTB, SABANA Sumba, LBH SURYA NTT, Solidaritas Perempuan Flobamoratas, PWI NTT, PIAR NTT, UDN, GMKI Cabang Kupang, GMNI Cabang Kupang, HMI Cabang Kupang, PMKRI Cabang Kupang, JPIT, Jemaah Ahmadiyah Cab NTT.

SAKSIMINOR - Solidaritas Anti Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Kelompok Minoritas dan rentan (SAKSIMONOR) menggelar aksi damai di Pengadilan Negeri Kupang, Senin (7/7/2025). (POS-KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

Pantauan Pos Kupang, sejumlah aktivis kemanusiaan ikut dalam aksi damai tersebut. Juga para mahasiswa Cipayung.

Mereka mendatangi Kantor PN Kupang dengan berjalan kaki dari perempatan lampu merah Jalan Palapa.  

Di depan pintu masuk PN Kupang, massa aksi melakukan orasi secara bergantian.  Aksi itu berlangsung sekitar satu jam itu dikawal aparat kepolian dari Polda NTT.

Dalam orasinya, Pdt. Ina Bara Pah mendesak hakim agar secara proaktif memastikan restitusi dari pelaku Fajar Lukman, diberikan kepada korban anak, sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Restitusi itu sesuai dengan pelanggaran hukum yang dilakukan pelaku yang berlapis-lapis," kata Pdt. Ina Bara Pah.

Pdt. Ina Bara Pah meminta pemerintah, media, masyarakat Kota Kupang, masyarakat NTT, masyarakat Indonesia untuk menjaga  kerahasiaan identitas korban dalam setiap pemberitaan dan dalam setiap dokumen atau dikusi publik yang muncul.

"Perlindungan ini bukan hanya tugas pemerintah tapi juga  panggilan moral bagi kita semua. Mari kita  jaga agar proses hukum tidak menambah luka baru di hati anak anak kami. Di hati mereka  yang sedang terluka membawa beban psikologis  dan luka yang tidak mudah dipulihkan," kata Pdt. Ina Bara Pah.

SAKSIMINOR menyatakan solidaritas mendukung penuh korban, anak-anak yang telah dilukai kemanusiaannya, dirampas kehidupannya, dirampas masa depannya.

Mereka menjadi  anak-anak yang terlantar yang kehilangan harga diri  yang dirampas harkat dan martabat mereka oleh tindakan  perkosaan oleh pelaku.

Direktris PIAR NTT, Sarah Lery Mboeik mengungkapkan keprihatinannya terkait kasus kekerasan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, terhadap anak-anak. 

Sarah Lery Mboeik mengungkapkan, pihaknya mendengar informasi  yang cukup akurat bahwa saat ini di NTT ada empat kasus kekerasan seksual yang melibatkan aparat yang harusnya menjadi garda depan penegakkan HAM dan hukum. 

Baca juga: Massa Aksi SAKSIMINOR dan Aktivis Datangi Pengadilan  Kupang Beri 7 Tuntutan ke APH

Sarah Lery Mboeik juga mempertanyakan apa yang dalam pemberitaan berbagai media, khsusnya dari KOMNAS HAM, ditemukan, diduga ada pelaku yang tidak terdeteksi atau tidak dibawa ke proses hukum, namanya V.

“Namanya V. Dia yang pertama kali diminta oleh pelaku Fajar itu untuk mencari anak dibawah umur. Tetapi sampai sekarang, orang itu tidak pernah kami dengar,  dalam berita acara. Ada apa dengan V, mungkin dia juga mucikari bagi yang lain, kemudian sengaja ditutup. Kami minta jaksa hakim untuk melihat kembali fakta persidangan itu. Di mana V sekarang, kenapa dia dilindungi. Jangan-jangan V juga bagi-bagi bagi yang lain,” ujar Sarah Lery Mboeik. 

Winston Rondo, Ketua DPD GAMKI NTT mengatakan, dirinya hadir bukan  sekadar sebagai demonstran  tapi sebagai suara anak-anak dan perempuan yang dibungkam, sebagai teriakan keadilan yang telah lama dikubur. 

“Kita adalah SAKSIMINOR. Kita tidak akan diam melihat darurat kekerasan seksual yang mencabik-cabik masa depan anak-anak kita,” kata Winston Rondo.

Winston Rondo menyebut, mereka menolak impunitas. Impunitas   adalah kegagalan negara untuk menuntut pelanggar HAM yang merupakan tindak pidana serius di bawah hukum internasional. Karenanya, hari ini (kemarin, Red) massa aksi menuntut keadilan. 

Disebutkan Winston Rondo, sebanyak 75 persen narapidana atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) pada 18 lapas/rutan di NTT adalah pelaku kekerasan sesual.

“Hal ini bukan angka  tapi ini wajah kegagalan sistem kita. Anak-anak yang mestinya dilindungi, justru menjadi korban predator yang  menyamar sebagai penegak hukum,” kata Winston Rondo yang juga adalah anggota DPRD NTT ini. 

Baca juga: SAKSIMINOR  Minta Jaksa Tuntut Albert Solo dengan Hukuman Maksimal 

Usai aksi damai, SAKSIMINOR melalui Korlap, Anrda menyampaikan tujuh pernyataan sikapnya kepada aparat penegak hukum, mulai dari Polisi, Kejaksaan hingga pengadilan.

Termasuk Rumah Tahanan (Rutan) Kupang dan juga tersangka eks Kapolres Ngada, Fajar Lukman.

SAKSIMINOR  juga menyampaikan dukungan terhadap saksi korban dan keluarga korban. 

Puisi untuk Fajar 

Ada yang menarik dari aksi damai SAKSIMINOR di depan Kantor Pengadilan Negeri Kupang.

Prima Bahren, perempuan difabel dari Garamin NTT, yang menjadi bagian dari massa aksi SAKSIMINOR itu membacakan sebuah puisi yang ditujukan bagi eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman, terdakwa kasus kekerasan seksual terhadap tiga anak.

Mengenakan baju berwarna merah muda, tas ransel di punggungnya, Prima Bahren yang juga adalah Ketua JAKER (Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat Kota Kupang) itu, membacakan puisi sambil duduk di aspal di antara massa aksi. 

Tongkat yang selama ini membantunya berjalan diletakkan di depannya. 

Berikut puisi yang dibuatnya sendiri, khusus untuk Fajar Lukman. Judul puisi itu Wahai Manusia SUCI.

Selamat pagi, wahai manusia suci, berdasi rapi, bersabda tiap hari. Katamu: anak-anak adalah titipan ilahi, tapi tanganmu gatal mencuri tubuh yang suci.

Kau ajar kami Undang Undang, namun kau juga yang melanggarnya. Kau ajar kami hormat pada guru, tapi jari gurumu meraba tanpa ragu.

Kau ajar kami percaya pada ayah, tapi malam-malam kami penuh darah dan resah. Ah, betapa mulianya wajahmu di kursi itu, mengutuk maksiat, menabur ayat dan sabar. Sementara di balik pintu kau buka celana, menutup mulut anak dengan ancaman dan dosa.

Hukum pun ikut bermain teater, sidang digelar, air mata mengalir, bangkai moralitas, kau ajak bersekutu. Dan anak itu? Katamu, Mungkin dia terlalu manja, terlalu polos.

Selamat, wahai penjaga moral bangsa, yang menjual luka di bawah meja. Semoga malam-malammu tenang dan damai, diapit doa-doa anak yang tak bisa berteriak lagi. (vel/ria)

Tujuh Tuntutan SAKSIMONOR

1.Kejahatan Seksual Eks Kapolres Ngada harus dikualifikasi sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). 

2. Periksa dan ungkap keterlibatan V, yang pertama kali diminta Fajar mencarikan anak perempuan di bawah umur. V membawa F kepada Fajar.

3.Hentikan perlakuan khusus di Rutan. Semua warga negara sama di hadapan hukum. 

4. Tuntaskan kasus narkoba eks Kapolres Ngada. 

5. Independensi hakim harus dijaga dan dipastikan menjadi lembaga peradilan agar benar-benar independen dan tidak tunduk pada tekanan kekuasaan atau institusi manapun.

6. Solidaritas dan perlindungan penuh untuk korban. 

7. Meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU), memberikan tuntutan dan pembelaan korban dengan sebaiknya .

Sumber: SAKSIMINOR

‎Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkini