POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Komisi III DPR RI meminta Kapolda NTT dan Kajati NTT memastikan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dijerat dengan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Demikian salah satu hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) NTT bersama Komisi III DPR RI di ruang rapat Komisi III, Jakarta, Selasa (20/5/2025). Hasil rapat disampaikan RD. Leo Mali dari APPA NTT menjelaskan.
Selain UU No.12 tahun 2022, mantan Kapolres Ngada juga dijerat UU No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, serta UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
RDP APPA dan Komisi III DPR RI dihadiri Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi NTT, Asti Laka Lena, tim dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) RI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI, Ombudsman Republik Indonesia, dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) RI.
Romo Leo Mali menambahkan, Komisi III DPR RI juga meminta Kapolda NTT dan Kajati NTT untuk bersinergi dalam penanganan perkara kekerasan seksual yang dilakukan oleh AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja secara transparan dan akuntabel.
Komisi III DPR RI meminta Polda NTT untuk melakukan upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana kekerasan seksual di Nusa Tenggara Timur secara
komprehensif, serta bekerja sama dengan berbagai kementerian atau lembaga terkait.
"Berdasarkan laporan kami, maka Komisi III DPR RI juga akan memanggil Kapolda NTT, Kajati NTT dan Mabes Polri untuk gelar kasus di DPR RI. Rapat dilaksanakan hari Kamis, 22 Mei 2025 pukul 13.00 WIB. Ruangan menyusul. Kita tunggu perkembangan selanjutnya," kata Romo Leo Mali.
Selain aktivisi sosial dan kemanusiaan, RD Leo Mali, hadir dari APPA NTT dalam rapat tersebut Ruth D Laiskodat (Kepala Dinas DP3AP2KB NTT), Ansy D Rihi Dara (Ketua LBH APIK NTT), Wihelmintje Libby Sinlaeloe (Ketua Rumah Perempuan NTT) dan Veronika Ata (Ketua LPA NTT).
RDP ini dalam rangka mengawal penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman.
Diwartakan sebelumnya, Asti Laka Lena mendatangi Kantor Komnas HAM di Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Asti Laka Lena meminta agar Komnas HAM dan Komnas Perempuan mengawal kasus kekerasan seksual eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Lukman.
Asti menilai, Komnas HAM dan Komnas Perempuan harus turun tangan agar pengusutan kasus tersebut berjalan secara transparan.
"Kami harapkan dari Komnas Perempuan dan Komnas HAM bisa bersama-sama mengawal penanganan kasus ini (agar) dilakukan secara akuntabel dan juga secara transparan," kata Asti.
Asti mengatakan, penuntutan atau penetapan hukum para pelaku harus dilakukan dengan adil dan pasal yang harusnya dikenakan sesuai dengan kejahatan para penegak hukum.
"Ini pasti berlapis-lapis ya (pasal dakwaan). Jadi, supaya semua pihak yang terkait dengan masalah ini, Polda NTT, kemudian LPSK, kemudian dari Pemprov, dan dari semua pihak kita, kita bisa bersama-sama mengawal kasus ini," tutur Asti.
Disamping proses penegakan hukum, Asti meminta perlindungan dan pendampingan bagi para korban serta keluarga korban yang akan menjadi saksi juga diperhatikan.
"Dan ini perlu kerjasama lintas sektor, banyak pihak. Karena itu kami datang ke Komnas Perempuan dan juga Komnas HAM hari ini," katanya.
AKBP Fajar Lukman melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur pada Selasa (11/6/2024).
Lokasi pencabulan berada di salah satu hotel di Kota Kupang, NTT. Pada saat itu, AKBP Fajar Lukman memesan sebuah kamar hotel dengan identitas yang tertera pada Surat Izin Mengemudi (SIM) miliknya.
Ia kemudian menghubungi seorang perempuan berinisial F untuk dihadirkan anak di bawah umur. F membawa anak berusia enam tahun dan mendapat bayaran sebanyak Rp 3 juta dari AKBP Fajar Lukman.
Setelah itu, Kapolres Ngada tersebut melakukan tindakan asusila terhadap korban sambil memvideokan perbuatannya.
Aksi tak terpuji yang dilakukan AKBP Fajar Lukman tidak berhenti sampai di situ. Ia juga mengunggah tindakan asusila terhadap korban ke salah satu situs porno di Australia.
Video tak senonoh yang diunggah Fajar ke salah satu situs porno ternyata mendapat atensi dari otoritas Australia. Otoritas setempat kemudian melakukan penelusuran terhadap konten tersebut.
Dari situlah, otoritas Australia mendapati lokasi pembuatan video dibuat di Kupang. Otoritas Australia kemudian melaporkan temuan tersebut kepada Mabes Polri. Setelah itu, Mabes Polri menginstruksikan Polda NTT untuk melakukan penyelidikan mulai Kamis (23/1/2025).
Mabes Polri menginstruksikan Polda NTT untuk melakukan penyelidikan mulai Kamis (23/1/2025).
Penyelidikan dimulai dengan menerjunkan Tim Divisi Propam Mabes Polri ke Bajawa, Kabupaten Ngada yang menjadi tempat AKBP Fajar Lukman bertugas.
AKPB Fajar Lukman telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Proses hukum kasus ini masih bergulir. (*)