Yang dibutuhkan bukanlah sterilitas ibadah dari budaya, tetapi kepekaan teologis yang terus menerus dilatih oleh doa, Firman, dan refleksi pastoral.
GMIT Menuju Reformasi yang Setia dan Relevan
GMIT memiliki peluang langka untuk menjadi gereja yang sungguh kontekstual dan sekaligus setia kepada Injil.
Dengan menjadikan Kristus sebagai pusat dari semua ekspresi iman, dan dengan menyaring serta mengolah budaya secara teologis dan bijak, GMIT dapat menjadi gereja yang hidup, kuat dalam akar, dan luas dalam jangkauan.
Sebagaimana dikatakan Calvin, “Seluruh hidup kita … harus diarahkan kepada Allah sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan berkenan kepada-Nya.”
Maka mari kita jadikan budaya bukan berhala baru, tetapi persembahan yang disucikan oleh Injil.
Inkulturasi bukanlah jalan kompromi, tetapi ziarah iman yang berani: berjalan bersama Kristus di tanah sendiri, dengan kasih, keadilan, dan kerendahan hati. (*)
Simak terus berita POS-KUPANG.COM di Google News