Liputan Khusus

LIPSUS: Ombudsman NTT Temukan Pungli  Pengiriman Sapi dari Kupang, TTS, dan TTU

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KARANTINA HEWAN - Ternak sapi saat berada di instalasi milik Balai Karantina Pertanian NTT di Kecamatan Alak, Kota Kupang.

"Saya baru dengar ini ada fee. Kalau ada di proses hukum aja. Nda ada fee-fee itu. Saya sudah tegaskan nda ada fee-fee itu. Kami pertemuan dengan teman-teman pengusaha semua itu nda pernah singgung itu barang. Di DPRD juga nda ada. Saya marah betul kalau ada, saya larang itu," kata Oktavianus, Selasa (15/4) lewat sambungan telepon. 

Dia menjelaskan, Dinas Peternakan Provinsi NTT hanya mengeluarkan rekomendasi. Sementara urusan pemeriksaan ternak dilakukan Dinas Peternakan tiap daerah. Pengusaha juga wajib melakukan pemeriksaan kesehatan ternak di laboratorium yang ditentukan. 

Baca juga: LIPSUS: Tidak Ada Dokter Anastesi  Ibu dan Anak Meninggal  di IGD Tc Hilers Maumere 


Dinas Peternakan tiap daerah akan melihat bobot hingga eartag. Data yang diajukan dari peternak dan dinas peternakan di daerah yang masuk akan dilihat oleh Dinas Peternakan Provinsi, termasuk melihat kuota yang ada. 

Setelah rekomendasi dikeluarkan yang ditujukan ke Dinas Perizinan, selanjutnya izin pengiriman dikeluarkan Dinas Perizinan dan diberikan ke peternak. "Ketika itu semua terinput sesuai hasil pemeriksaan kami klik saja, tidak ada satu rupiah pun. Apalagi fee itu. Nda boleh ada di provinsi," kata dia. 

Oktavianus menegaskan, pengusaha agar mengikuti segala aturan dan syarat yang ada. Dia mendorong para pengusaha yang merasakan kejadian demikian untuk melapor ke Dinas Peternakan Provinsi NTT. 
"Kami jamin di provinsi semaksimal mungkin kami tidak menerima yang disebut fee itu. Kalau ada lapor aja ke provinsi," tegas dia. 

Secara keseluruhan, menurut Oktavianus, alokasi pengiriman ternak dari NTT tahun 2025 sebanyak 57.604 ekor. Rinciannya adalah sapi 49.716 ekor, kerbau 3.807 ekor dan kuda 4.081 ekor. (rey/fan)

Dukung Bentuk Satgas 

Himpunan Pengusaha Peternakan Sapi Kupang (HP2SK) NTT angkat bicara terkait dugaan adanya praktik tidak sehat dalam proses pengiriman sapi antar daerah. 

Ketua HP2SK NTT, Tono Sufari Sutami, melalui Ketua Bidang Organisasi, Livingston Ratu Kadja, mengungkapkan, sejumlah persoalan penting yang telah dibahas bersama Ombudsman NTT, termasuk dugaan adanya fee atau pungutan liar dalam proses pengeluaran rekomendasi pengiriman sapi.

Menurut Livingston, salah satu fokus perhatian adalah pelaksanaan Peraturan Gubernur NTT Nomor 52 yang mengatur bobot minimal sapi yang boleh dikirim. 

TONO SUFARI SUTAMI - Ketua HP2SK NTT, Tono Sufari Sutami. (POS-KUPANG.COM/ISTIMEWA)


Ia menyebutkan, temuan Ombudsman terkait adanya dugaan fee kepada pemberi rekomendasi pengiriman sapi dengan nilai berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 250.000 per ekor, menjadi indikasi kuat bahwa terjadi pelanggaran.

"Berbicara tentang dugaan fee pengiriman sapi memang sulit untuk dibuktikan. Namun pada intinya, kalau sesuatu yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pergub Nomor 52 bisa lolos, berarti ada sesuatu yang tidak beres. Jadi indikasi fee itu ada," ujar Livingston kepada Pos Kupang, Selasa (15/4).

Ia menambahkan, sebagai organisasi yang membawahi sekitar 30 perusahaan, HP2SK selalu mengikuti mekanisme resmi yang berlaku. Pada tahun 2024 lalu, HP2SK bahkan memutuskan untuk tidak mengambil rekomendasi pengiriman sapi karena proses penimbangan yang sangat ketat.
"Ketika perusahaan ingin melakukan penimbangan, pengecekan berat, dan lainnya, kurang satu kilo saja langsung ditolak," jelasnya.

Baca juga: LIPSUS: Gubernur Melki Menangis, Ribuan Umat Hadiri Pemakaman Uskup Petrus Turang

HP2SK, lanjut Livingston, menyatakan komitmennya untuk mendukung pemerintah, termasuk mendukung pembentukan Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk Bupati dan Wakil Bupati Kupang. 
Ia menilai langkah tersebut penting untuk memastikan tidak ada lagi praktik penyimpangan dalam tata niaga sapi. 

"Langkah Ombudsman dalam menemukan banyak kejanggalan, termasuk soal fee pengiriman ini, sangat membantu kami. Kami akan mencari benang kusutnya dan siap berkolaborasi dengan Ombudsman dalam mengurai persoalan ini," tegasnya.
Ia juga mengajak seluruh pelaku usaha peternakan di NTT untuk mendukung tata kelola ternak yang lebih bersih, transparan, dan adil, demi keberlanjutan sektor peternakan dan kesejahteraan para peternak lokal. (rey)

Halaman
1234

Berita Terkini