Sumba Barat Terkini

Tak Bayar Akad Rp 8,2 Miliar, Direktur CV Robinson Gugat Bank NTT ke Pengadilan Negeri Sumba Barat

Editor: Rosalina Woso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GUGAT BANK NTT - DIREKTUR CV Robinson menggugat Bank NTT ke Kantor Pengadilan Negeri Sumba Barat untuk membayar akad sesuai PKS tanggal 24 Januari 2023 sebesar Rp 8,2 miliar, Minggu (8/2/2025). 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM,  Petrus Piter

POS-KUPANG.COM, TAMBOLAKA - Direktur CV Robinson, Gerson Bili menegaskan pihaknya telah menempuh jalur hukum dengan menggugat Bank NTT  ke Kantor Pengadilan Negeri Sumba Barat  untuk menyelesaikan akad kredit ekosistem pertanian dalam program  tanam jagung panen sapi (TJPS) tahun 2023 di  Sumba Barat Daya yang hingga kini belum dibayarkan oleh Bank NTT sebesar Rp 8,2 miliar.

Melalui kuasa hukumnya, Henry Indraguna telah mendaftarkan gugatan perdata dalam perkara nomor: 22/Pdt.G/2024/Wkb tanggal 26 November 2024 di Kantor Pengadilan Negeri Waikabubak, Sumba Barat.

Saat ini proses sidang sedang berlangsung dengan agenda sidang mediasi. Sidang mediasi sendiri sudah berlangsung 4 kali dan tidak pernah dihadiri pihak Bank NTT pusat dan hanya diwakili Bank NTT Cabang Waitabula, Sumba Barat Daya.

Harapan pada sidang mediasi ke-5 tanggal 27 Februari 2025 dapat dihadiri langsung pihak Bank NTT pusat.

Harapan demikian, karena pihak Bank NTT Cabang Waitabula, Sumba Barat Daya tidak bisa mengambil keputusan karena menjadi kewenangan kantor Bank NTT pusat.

Demikian keterangan  Direktur CV Robinson, Gerson Bili kepada wartawan di kediamannya di Puu Upo, Desa Weepangali, Kecamatan Kota Tambolaka, Sumba Barat Daya, Minggu 9 Februari 2025.

Gerson menuturkan pihaknya terpaksa melakukan langkah demikian, karena  sudah melakukan beberapa kali upaya pendekatan  termasuk melakukan somasi kepada Bank NTT tetapi tidak mendapatkan respon yang baik.

Ia berharap  ada niat baik Bank NTT untuk bisa menyelesaikan  tanggung jawabnya sesuai perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani bersama tanggal 24 Januari 2023.

Gerson menceritakan kasus tersebut  bermula sejak awal tahun 2023  dirinya ditunjuk sebagai offtaker untuk program TJPS setelah menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Bank NTT serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Sumba Barat Daya tentang fasilitas kredit ekosistem pertanian di Sumba Barat Daya, 24 Januari 2023 lalu.

Dalam kerjasama tersebut, dirinya diminta menyiapkan sarana produksi pertanian (Saprodi) secara lengkap untuk 1.000 orang petani.

"Naskah Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini dibuat oleh Bank NTT dengan persyaratannya semua di buat oleh Bank NTT. Sedangkan CV Robinson hanya membaca, lalu menyetujui semua persyaratan itu dengan tanda tangan Saprodi Rp 8,2 M untuk 1.000 petani untuk mensukseskan program TJPS di Sumba Barat Daya.

Untuk melaksanakan kegiatan itu, Bank NTT meminta dirinya menyetor uang jaminan sebesar Rp 1 miliar ke Bank NTT. Dan itu, ia lakukan.

Dalam perjalanannya,  ia baru mendistribusikan saprodi kepada 712 orang petani dari total 1000 petani
karena pihak Bank NT meminta menghentikan menyalurkan saprodi itu.

Dengan demikian, kegiatan distribusi saprodi berhenti dan sampai saat ini masih tersimpan di gudang sebanyak 288 saprodi.

Padahal dalam kesepakatannya sambil proses pembayaran akad, prosee penyaluran saprodi tetap berjalan terhadap petani yang sudah lolos verifikasi atau lolos SLIK oleh Bank NTT.

Hal itu menyebabkan  dirinya  mengalami kerugian sebesar Rp 8,2 M dari Perjanjian Kerja Sama yang sudah dibuat. Sebab sampai saat ini pihak Bank NTT belum membayarnya.

Ia menambahkan selaku  offtaker telah  beberapa kali melakukan koordinasi dengan pihak Bank NTT Cabang Waitabula,SBD tetapi  pihak Bank NTT Cabang Waitabula, SBD menyampaikan  masih menunggu petunjuk Bank NTT karena menjadi kewenangan kantor pusat Bank NTT.

Ia merincikan kerugian sebesar Rp 8,2 Miliar terdiri Saprodi  yang telah dibagikan kepada 712 petani ditambah   kesisahan 288  Saprodi yang sampai saat ini tersimpan di gudang.

Dalam perjalanan, petani yang sudah mendapatkan saprodi  tersebut sudah melakukan penanaman jagung hingga panen.

Hasil panen tidak bisa  diserap berhubung kesepakatan dalam PKS bahwa pihak bank yang melakukan pembayaran terhadap petani menggunakan dana deposit senilai Rp1M itu.

Namun dalam perjalanan pihak Bank NTT tidak melakukannya  sebagaimana tertera dalam kesepakatan dalam perjanjian kerjasama itu.(*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

Berita Terkini