POS-KUPANG.COM – Tanda-tanda PDIP meraih sukses di Pilkada Jakarta 2024, kini mulai terang benderang. Selain karena perolehan suara lebih tinggi dari pasangan yang lain, duet Pramono Anung – Rano Karno juga disebut pantas memimpin Jakarta periode lima tahun ke depan.
Di balik suasana tersebut, rival berat PDIP yakni Ridwan Kamil – Suswono justeru memperlihatkan fakta yang berbeda. Bersama tim pemenang, pasangan ini menyesalkan rendahnya partisipasi warga dalam Pilkada Jakarta, 27 November 2024 lalu.
Tim Ridwan Kamil – Suswono menilai, KPU DKI Jakarta tak profesional menjalankan tugasnya sebagai pelaksana pemilihan, sehingga legitimasi Pilkada kini dipertanyakan.
Kepada awak media, Sekretaris Tim Pemenangan RIDO, Basri Baco mengatakan, bahwa rendahnya partisipasi pemilih dalam pilkada kali ini disebabkan oleh berbagai faktor.
Dia pun menyoroti, ada warga yang telah meninggal namun masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT), banyak juga warga yang tidak menerima surat undangan untuk memilih di tempat pemungutan suara (TPS).
“Ketiga, ini karena minimnya sosialisasi terkait hak-hak warga untuk bisa memilih calon pemimpinnya menggunakan e-KTP. Jadi, ini merupakan kegagalan KPU DKI Jakarta dalam melaksanakan Pilkada Jakarta,” kata Baco pada Rabu 4 Desember 2024.
Baco mengatakan, rendahnya partisipasi masyarakat membuat legitimasi Pilkada ini cenderung kecil.
Hal ini dibuktikan dengan tingkat partisipasi di beberapa TPS yang rendah hingga di bawah 25 persen.
“Seperti di TPS 023 Petojo Selatan, Gambir tingkat partisipasi pemilih hanya 15,7 persen, kemudian TPS 016 Semper Barat dan TPS 138 Penjaringan tingkat partisipasinya masing-masing 21,33 persen,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta ini mendesak KPU DKI Jakarta untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan Pilkada Jakarta.
Bentuk tanggung jawabnya dengan menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di TPS yang memiliki tingkat partisipasi rendah.
“Lakukan PSU di TPS yang partisipasinya rendah, ini merupakan bentuk tanggung jawab KPU terhadap hak demokrasi warga Jakarta. PSU dilakukan di TPS yang ada warga melaporkan kepada Bawaslu, dan TPS yang partisipasinya di bawah 40 persen,” jelas Baco.
Secara total, lanjut Baco, tingkat partisipasi pemilih di Jakarta hanya 57 persen, dan angka ini terendah sepanjang sejarah Pemilu.
Pada Pilpres 14 Februari 2024, tingkat partisipasinya justru tinggi hingga 80 persen lebih.
“Kalau dilakukan PSU maka KPU harus berusaha agar masyarakat antusias memberikan hak pilih mereka di TPS, sehingga tingkat partisipasi pemilih bisa meningkat,” pungkas Baco.