Konflik Papua

KNPB Unjuk Rasa di Nabire Papua Tengah, Minta Intervensi Paus Fransiskus Usai Bentrok dengan TNI

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) mengadakan unjuk rasa di Jayapura pada hari Kamis untuk memperingati 62 tahun Perjanjian New York, yang dipandang membuka jalan bagi aneksasi Indonesia atas Papua.

Namun, banyak warga Papua yang percaya bahwa perjanjian tersebut dibuat tanpa persetujuan mereka, dan hal ini membuka jalan bagi apa yang mereka lihat sebagai pencaplokan tidak sah oleh Indonesia atas tanah air mereka.

Papua Barat secara resmi diintegrasikan ke dalam Indonesia pada tahun 1969 setelah referendum kontroversial, yang dikenal sebagai "Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)".

Di bawah kehadiran militer yang besar, sekelompok kecil lebih dari 1000 orang Papua terpilih dengan suara bulat memilih integrasi, sebuah hasil yang masih dibantah oleh banyak orang.

Sejak itu, wilayah ini telah menjadi lokasi konflik berkepanjangan antara pasukan keamanan Indonesia dan pemberontak separatis, dengan seringnya laporan pelanggaran hak asasi manusia.

Meskipun ada upaya untuk mengatasi pembangunan ekonomi di wilayah tersebut, banyak masyarakat Papua yang terus mendorong penentuan nasib sendiri, dengan alasan diskriminasi, kekerasan militer, dan eksploitasi tanah dan sumber daya selama berpuluh-puluh tahun.

Di Jayapura, pengunjuk rasa tidak diberi akses ke lokasi protes yang direncanakan di Abepura.

“Kami sudah mendapatkan izin untuk melakukan protes, namun polisi masih menghalangi kami,” kata Wetipo dari KNPB.

Di Abepura, sekelompok mahasiswa berkumpul di bawah bendera “Mahasiswa Peduli Papua”, menyampaikan orasi dan meminta perhatian terhadap perjuangan yang sedang berlangsung di Papua.

Polisi Jayapura membenarkan intervensi tersebut, dengan alasan bahwa protes tersebut sangat mengganggu.

Di Nabire, situasi menjadi tegang pada hari Kamis ketika warga non-Papua, yang diidentifikasi sebagai “Warga Nusantara”, bentrok dengan pengunjuk rasa, kata Taksen Giyai, seorang warga setempat.

“Mereka bersenjatakan batang besi, kayu, dan parang sehingga menghalangi jalan demonstran,” ujarnya. Tidak ada bentrokan yang dilaporkan.

Penjabat Gubernur Papua Tengah, Ribka Haluk, menyerukan ketenangan.

“Saya mendesak semua pihak untuk memastikan keselamatan dan keamanan,” katanya, seraya menambahkan bahwa keluhan harus ditangani melalui saluran yang tepat dan bukan melalui kekerasan.

Di kota-kota lain, protes serupa juga diatasi oleh polisi.

Di Manokwari, petugas memasang penghalang jalan untuk mencegah demonstran mencapai daerah-daerah penting. Pengunjuk rasa Erick Aleknoe mengatakan para perunding berusaha bekerja sama dengan polisi.

Halaman
123

Berita Terkini