Opini

Opini: NTT, Numpang Titip Taruna

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Isidorus Lilijawa.

Saya sangat yakin banyak anak NTT yang saat ini menjadi polisi dan mereka memiliki kemampuan otak yang cemerlang, fisik bagus dan akhlak terpuji dan karena itu mau ikut seleksi casis taruna Akpol. Tetapi kalau dari yang banyak itu, banyak yang tidak lulus dan hanya 1 saja, maka menjadi pertanyaan publik, mengapa dan mengapa?

Di akun sosmed saya, ada yang berkomentar, jangan-jangan karena anak-anak NTT tidak ada ‘ordal’ (orang dalam) atau mungkin saja karena tidak mempunyai duit yang banyak.

Sebagai asumsi, bisa-bisa saja. Maklum berkembang info sesat di masyarakat bahwa kalau mau masuk jadi casis taruna Akpol harus siapkan uang banyak. Ini info yang keterlaluan, tidak sesuai spirit presisi.

Ada juga yang mengomentari sosmed saya begini. NTT beda dengan Papua. Di Papua, mereka tegas soal jatah putra daerah. Tidak bisa dipermainkan dan diisi oleh yang titipan atau naturalisasi.

Rupanya NTT terlanjur jadi Nusa Tertinggi Toleransi. Dari dulu kita terlalu toleran, bahkan terhadap apa yang menjadi hak kita anak-anak NTT. Jangan heran jika kaderisasi anak-anak NTT di level perwira polisi kurang berjalan bagus.

Jangan heran juga kalau tidak banyak anak NTT yang memegang jabatan-jabatan strategis di kepolisian.

Mengapa? Yah karena pintu masuk untuk itu melalui casis taruna Akpol dibatasi bahkan diisi oleh titipan-titipan atau yang naturalisasi. Itu pulalah yang membuat stok anak NTT di perwira menengah hingga perwira tinggi sangat terbatas.

Lalu kita bisa bikin apa? Menurut pihak Polda NTT, hasil penerimaan casis taruna Akpol 2024 tidak bisa dibatalkan lagi. Tidak ada yang bisa intervensi lagi.

Namun, bagi saya kalau mau supaya keadilan itu ditegakkan bagi NTT, maka bisa saja yang ada tidak dibatalkan tetapi ditambah kuota untuk anak-anak asli NTT. Praktik kurang baik harus dikoreksi.

Maka, kita orang-orang NTT harus terus bersuara dan berani bersuara menyikapi ini. Kiranya kritik konstruktif rakyat terhadap persoalan ini menjadi gelombang besar yang menggetarkan istana Presiden Jokowi dan menggetarkan ruang kerja Kapolri.

Kita juga berharap ini mengguncangkan kantor anggota DPR RI asal NTT di Senayan sana. Sekarang memang musim Pilkada. Tetapi, sebagai wakil rakyat di Senayan dimohon teriak juga soal ini lebih kencang.

Komisi III DPR bisa panggil Kapolri untuk pertanggungjawabkan ini. Sebagai wakil rakyat NTT, berjuanglah agar NTT mendapat kuota afirmasi. Kalau Papua bisa, mengapa kita tidak bisa? Dengan itu ada kepastian bagi anak-anak NTT untuk menyusuri jalur Akpol.

Wakil rakyat jangan terlalu diam. Yang macam begini, berdoa saja tidak cukup. Harus berteriak di parlemen, mungkin juga berorasi di depan istana. Pola naturalisasi ini sudah berlangsung lama. Jika tidak ada upaya mitigasi serius, ini jadi bencana bagi NTT dan kita bakal panen kerugian di waktu-waktu ke depan.

Sekaligus, peristiwa ini menjadi bahan refleksi untuk kita orang NTT. Jika ada anak-anak kita yang mau menjadi polisi, persiapkan mereka. Jaga fisik dan latihan fisik teratur, tingkatkan kecerdasan dan kelola akhlak.

Jangan sampai cita-cita mau jadi polisi tetapi malas olahraga, IQ jongkok, minum mabuk dan pola hidup tidak teratur. Begitu juga kalau ada anak-anak kita yang mau masuk Akpol, harus rutin latihan fisik, belajar dan tata otak, jaga akhlak dan poles watak.

Halaman
1234

Berita Terkini