Setiap orang tua dalam keluarga/rumah tangga mendidik/mengajar anak-anaknya dengan perkataan-perkataan yang tentu merupakan “pembahasaan” terhadap semua perilaku/perbuatan baik yang layak diteladani. Dalam tradisi Israel, pendidikan/pengajaran “jalur informal” diisyaratkan dalam Ulangan 6:1-8 sebagai perintah yang utama dalam memenuhi hukum kasih kepada Allah, yang peruntukkan meliputi segenap umat Israel, dan bersifat turun-temurun. Isi/konten dari pendidikan/pengajaran tersebut adalah Firman Allah.
Firman Allah itu harus dilaksanakan sepenuhnya hati sebagai “perintah/imperative kebajikan.” Karena Firman Allah merupakan inti dari pendidikan/pengajaran maka setiap orang yang menaati Firman Allah menunjukkan kasih atau hormat kepada Allah sebagai sumber kebaikan/kebajikan yang mengarahkan manusia kepada kehidupan. Kehidupan akan bermakna jika dituntun/dikawal oleh hikmat yang selalu diajarkan, yang kelak menjadi sesuatu ‘habit (menjadi kebiasaan baik). Hal sama disampaikan juga Salomo dalam tulisannnya.
Raja Salomo yang diyakini sebagai penulis Amsal tentunya memahami benar bahwa sumber hikmat adalah Allah sendiri karena itu yang dimaksudkan dengan pendidkan/pengajaran yang dituturkan secara lisan maupun yang dikemas apik dalam tulisannya merupakan “sabda sumber hayat/penaga kehidupan” yang amat dipercayai. Apalagi bagi orang-orang muda.
Pendidikan dan pengajaran yang berisi hikmat Allah merupakan pengarah sekaligus “komentator” yang baik bagi manusia dalam berbagai upaya mengejar ilmu pengetahuan dan ketrampilan sebagai bentukan pemenuhan tuntutan “kompetensi-kompetensi” dalam dunia kerja dan dunia pembangun sepanjang waktu.
Manusia dalam dunia yang menuntut adanya artificial intellectual dengan segala vitur-viturnya perlu sekalii dikawal dengan hikmat dari Allah melalui pendidikan/pengajaran tentang karakter agar semua pencapaian-pencapaian manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya berbasiskan rasio semata-mata akan tetapi juga dapat dikontrol agar beguna bagi kemanusiaan yang utuh.
Pada pemahaman inilah kita sepakat mengatakan bahwa: pendidikan dan pengajaran menjadi sumber hayat, karena pendidikan/pengajaran tentang hidup yang bermakna berasal dari Allah saja! Karena itu pendidikan dan pengajaran yang baik, yang berasal dari Allah dinamai juga hikmat.
Ya, hikmat Ilahi, hikmat Sorgawi yang memerdekakan dan menembus batas pemisah antar manusia dan bukan hikmat duniawi yang mendistorsi hakekat kemanusiaan (bdk. 1 Kor 1:22-25).
Dalam segala hal. Memang kita membutuhkan hikmat, yang jika telah mengalami pergeseran makna yakni segala pencapaian dalam bidang ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni saja. Akan tetapi hikmat seperti itu belumlah memadai untuk memanusiakan manusia.
Perlu ditambahkan kepada segala pengethauan yang demikian itu iman kepada Allah. Menjadi orang berhikmat dan pula beriman adalah gambaran manusia sejati. (homo vera). Cara menyimpan dan memperlakukan pendidikan/pengajaran (Amsal 3-4)
Ibarat artha (harta) pendidkan/pengajaran yang baik/hikmata) perlu mendapatkan perlakuan tersendiri dan disimpan dengan baik. Raja Salomo, dalam Amsal 3-4 memberikan “advis” tentang cara memperlakukan dan memelihara hikmat.
Hikmat harus diperlakukan ibarat orang memperlakukan dan memanfaatkan anggota-anggota tunuh seturut fungsinya. Hikmat harus dipelihara ibarat seseorang menjaga biji matanya sendiri. Tujuannya adalah supaya dengan hikmat dari Allah, setiap orang tidak terjerumus ke dalam kegelapan.
Gelapnya dunia tidak menggelapkan jalan hidup setiap orang berhikmat, sehingga menjadikannya berbeda dari dunia,- tidak sama dengan dunia meskipun ia hidup dalam dunia.(bdk. Roma 12:1-2) , berada dalam gelap tetapi dengan keberadaan yang menerangi sebagaimana keberadaan Yesus dalam dunia yang gelap tetapi Ia ada untuk menerangi dunia, Ia adalah terang dunia, menerangi dunia dengan hikmat Allah.(bdk. Yoh. 8:12). Hikmat menjadi “peretas kegelapan” yang membawa manusia kepada kematian.
Hikmat juga harus ditambatkan/ditautkan/diikatkan pada jari. Jarilah yang akan menuliskan segala perkataan hikmat yang kelak menjadi “bahan bacaan” segala generasi (anak-anak muda dan para teruna) dalam masa menjelang yang oleh pimpinan Roh Kudus.
Semua hikmat itu kelak terpatri sebagai pengantar ke dalam keabadian karena tersimpan dalam dalam loh hati. Hati menjadi penyimpan segala rahasia Ilahi sebagaimana diyakini Maria ketika ia mendengar sabda Allah “via” malaikan tentang kedatangan Yesus, Sang Putera Hikmat Dunia (bdk. Luk. 2:19).
Dengan hikmat. teka-teki kehidupan di dunia ini tidak akan terus menerus menjadi teka-teki. Akan tetapi teka-teki kehidupan di hadapan Allah akan tetapi menjadi teka-teki, karena hanya Allah sendirilah yang memegang rahasia kekekalan, dan karenanya pertanyaan-pertanyaan kita tentang kehidupan di hadapan Allah hanya dapat dijawab dengan pertanyaan-pertanyaan tentang bagaimana menjalani kehidupan untuk tiba pada kekekalan maka itulah misteri.