Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur
POS-KUPANG.COM, ATAMBUA - Foto bayi yang meninggal dunia dalam usia yang belum genap seminggu beredar luas di media sosial sejak kemarin (6/7/2024).
Foto-foto tersebut memperlihatkan perbedaan kondisi bayi saat baru lahir dan pada saat meninggal, dengan terlihatnya lebam di dahi dan bekuan darah di hidung.
Beredarnya foto tersebut membuat warganet bertanya-tanya dan meminta pihak Rumah Sakit RSUD Atambua untuk bertanggungjawab.
Diketahui, bayi tersebut adalah anak kedua dari seorang ibu berinisial PNK asal Kabupaten TTU, yang dirujuk ke RSUD Mgr. Gabriel Manek Atambua, Kabupaten Belu, Senin 1 Juli 2024 lalu.
Merespon hal tersebut, Plt. Direktur RSUD Atambua, dr. Theodorus L. Mau Bere, didamping Kabid Pelayanan, dr. Meiriawati Gunawan, dr. Juanita Widodo, Sp.A yang menangani pasien, Sabtu, 6 Juli 2024, menyampaikan kronologi dan penanganan terhadap pasien yang kini telah menjadi kontraversi di media sosial.
"Pertama kami pihak RSUD mengucapkan turut berdukacita atas kepergian bayi ini dan semoga keluarga selalu diberikan kekuatan," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Ibu PNK dirujuk dari RSUD Kefamenanu pada tanggal 1 Juli 2024 dengan diagnosa hamil anak kedua dan rujukan dilakukan karena kondisi sebelumnya telah menjalani operasi.
"Karena letak bayi sungsang, dokter kandungan kami melakukan operasi cesar untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya," jelas dr. Theo.
Setelah lahir dengan berat 2.700 gram, bayi tersebut juga sempat dirawat dan digabungkan dengan ibunya. Namun, setelah empat hari perawatan intensif di RSUD Atambua, bayi tersebut meninggal dunia.
dr. Theo Mau Bere juga membantah ada infomasi bahwa pihaknya mengatakan agar jenasah bayi tersebut langsung dikuburkan.
Dia menjelaskan bahwa setiap pasien yang sembuh atau yang tak tertolong, semuanya mendapat perlakuan yang sama.
Baca juga: Direktur RSUD Atambua Diganti, Bupati Belu Ingatkan Kerja Maksimal
"Itu tidak benar, memang jenasah tetap kita bungkus dengan baik dirumah sakit. Waktu pembersihan dan pembungkusan jenasah itu keluarga juga ikut menyaksikan, jadi kata atau melarang bahwa tidak boleh membuka itu tidak ada. Sebelum melakukan tindakan kita memanggil keluarga untuk menyaksikan," tegasnya.
Selanjutnya, dr. Juanita Widodo, Sp.A., yang menangani bayi tersebut, menjelaskan bahwa bayi tersebut lahir melalui operasi cesar pada tanggal 1 Juli 2024 sekitar pukul 14.14 WITA dengan kondisi sehat awalnya.
"Bayi ini lahir dengan menangis dan kondisi score apgar 8/9, namun karena ketuban mekonial, kami memeriksa risiko infeksi dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang masih normal," tambahnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa gula darahnya 127, anaknya kami kasih antibiotik oral, minum bagus, perawatan bagus baru keesokan harinya kami pindah dari ruang bayi ke ruang perawatan bersama ibunya.
"Setelah satu hari bersama ibunya siang hari saya dilaporkan bayinya demam, tidak mau menetek dan sesak. Jadi bayinya kembali ke UGD untuk ditangani, bayinya dengan kondisi demam, sesak dan tidak mau menetek, jadi kita periksa kembali lagi darahnya ke laboratorium dan didapatkan gula darahnya meningkat," beber dr Juanita.
Kemudian Bayi tersebut kembali dipindahkan ke ruang level 3 atau ICU untuk bayi.
"Itu karena stres metaholik, kita curigai infeksi jadi kami lakukan perawatan kembali diruang bayi level 3, Itu ruang intensif untuk bayi - bayi yang kondisinya tidak bagus. Kami memberikan oksigen nasal kanul namun dalam perjalanannya tidak membaik, jadi kami ganti dengan oksigen Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dengan tujuan memberikan tekanan pada bayi untuk membuka jalan napas untuk dia retraksi. Maka kami pasangkan satu level diatas oksigen nasal kanul yaitu CPAP," lanjutnya.
Terkait pemasangannya alat CPAP ini selang oksigen harus masuk ke rongga hidung baru kita harus fiksasi di kepala beralaskan topi.
"Karena ini penekanannya kuat, nah ini bisa menjawab di media sosial ada memar di kepala. Jadi memar dan lebam itu sebab alat oksigen yang dipakai," tandasnya.
Lebih lanjut, dengan metode CPAP tidak bisa, kondisi bayi tersebut semakin memburuk, dr Juanita menerangkan pada kedua orang tuanya bahwa perlu tindakan pemasangan oksigen ventilator.
"Setelah itu siangnya saya dilapor bayinya mulai kaku badannya, saya turun dari ruang operasi dan lihat ternyata kedua orang tua bayi diruang bayi sedang berdoa, jadi saya tunggu mereka selesai berdoa saya liat ini bayi, saya edukasi bahwa bayi kondisi tidak bagus jadi saya mau berikan tindakan diatasnya CPAP yaitu ventilator," terang Juan.
"Ibu bayi itu kan bidan jadi saya pikir orangnya lebih mengerti. Jadi saya bilang silahkan tunggu saya mau lakukan tindakan. Ternyata waktu inkubasi sudah ada bekuan darah di rongga hidung, ini menjawab pertanyaan kenapa ada darah dihidung setelah meninggal," tuturnya.
"Setelah kami lakukan pemasangan ventilator saya keluar mau edukasi ternyata orang tuanya sudah tidak ada, waktu ditelepon katanya sudah pulang," tambahnya lagi.
Sementara itu Kabid Pelayanan RSUD Atambua dr. Meiriawati Gunawan menegaskan berita yang dikembangkan di media sosial adalah hoaks dari orang tertentu yang tak diketahui persis tujuannya.
Berita yang beredar di media sosial bahwa bayi tersebut diperlakukan dengan kasar hingga meninggal dunia.
"Ada opini di media sosial seolah - olah ada tindakan kekerasan yaitu melihat ada tanda-tanda memar. Jadi CPAP itu pemasangannya seperti topi, jadi dengan pemakaian CPAP selama 11 jam dan ada penekanan kulit bayi apalagi sangat tipis dibandingkan dengan orang dewasa. Penekanan yang biasa saja tapi bagi bayi itu sangat sensitif. Sebelum difixsasi dikepala dan memakai topi tetap saja kulit bayi itu sangat tipis, penekanan 1 jam saja akan berdampak apa lagi ini 11 jam," urai dr Mega.
Menurutnya lebam bayi tersebut bukanlah karena benturan tetapi secara medis akibat kulit bayi yang lecet dan memerah saat memakai CPAP. (Cr23)
Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS