Berita Belu

Penjelasan RSUD Atambua Terkait Bayi yang Meninggal Ada Darah dan Lebam

Penulis: Agustinus Tanggur
Editor: Oby Lewanmeru
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Plt. Direktur RSUD Atambua, dr. Theodorus L. Mau Bere, didamping Kabid Pelayanan, dr. Meiriawati Gunawan, dr. Juanita Widodo, Sp.A yang menangani pasien, Sabtu, 6 Juli 2024, menyampaikan kronologi dan penanganan pasien yang kini telah menjadi kontraversi di media sosial.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa gula darahnya 127, anaknya kami kasih antibiotik oral, minum bagus, perawatan bagus baru keesokan harinya kami pindah dari ruang bayi ke ruang perawatan bersama ibunya. 

"Setelah satu hari bersama ibunya siang hari saya dilaporkan bayinya demam, tidak mau menetek dan sesak. Jadi bayinya kembali ke UGD untuk ditangani, bayinya dengan kondisi demam, sesak dan tidak mau menetek, jadi kita periksa kembali lagi darahnya ke laboratorium dan didapatkan gula darahnya meningkat," beber dr Juanita. 

Kemudian Bayi tersebut kembali dipindahkan ke ruang level 3 atau ICU untuk bayi.

"Itu karena stres metaholik, kita curigai infeksi jadi kami lakukan perawatan kembali diruang bayi level 3, Itu ruang intensif untuk bayi - bayi yang kondisinya tidak bagus. Kami memberikan oksigen nasal kanul namun dalam perjalanannya tidak membaik, jadi kami ganti dengan oksigen Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dengan tujuan memberikan tekanan pada bayi untuk membuka jalan napas untuk dia retraksi. Maka kami pasangkan satu level diatas oksigen nasal kanul yaitu CPAP," lanjutnya.

Terkait pemasangannya alat CPAP ini selang oksigen harus masuk ke rongga hidung baru kita harus fiksasi di kepala beralaskan topi. 

"Karena ini penekanannya kuat, nah ini bisa menjawab di media sosial ada memar di kepala. Jadi memar dan lebam itu sebab alat oksigen yang dipakai," tandasnya.

Lebih lanjut, dengan metode CPAP tidak bisa, kondisi bayi tersebut semakin memburuk, dr Juanita menerangkan pada kedua orang tuanya bahwa perlu tindakan pemasangan oksigen ventilator.

"Setelah itu siangnya saya dilapor bayinya mulai kaku badannya, saya turun dari ruang operasi dan lihat ternyata kedua orang tua bayi diruang bayi sedang berdoa, jadi saya tunggu mereka selesai berdoa saya liat ini bayi, saya edukasi bahwa bayi kondisi tidak bagus jadi saya mau berikan tindakan diatasnya CPAP yaitu ventilator," terang Juan.

"Ibu bayi itu kan bidan jadi saya pikir orangnya lebih mengerti. Jadi saya bilang silahkan tunggu saya mau lakukan tindakan. Ternyata waktu inkubasi sudah ada bekuan darah di rongga hidung, ini menjawab pertanyaan kenapa ada darah dihidung setelah meninggal," tuturnya. 

"Setelah kami lakukan pemasangan ventilator saya keluar mau edukasi ternyata orang tuanya sudah tidak ada, waktu ditelepon katanya sudah pulang," tambahnya lagi. 

Sementara itu Kabid Pelayanan RSUD Atambua dr. Meiriawati Gunawan menegaskan berita yang dikembangkan di media sosial adalah hoaks dari orang tertentu yang tak diketahui persis tujuannya.

Berita yang beredar di media sosial bahwa bayi tersebut diperlakukan dengan kasar hingga meninggal dunia.

"Ada opini di media sosial seolah - olah ada tindakan kekerasan yaitu melihat ada tanda-tanda memar. Jadi CPAP itu pemasangannya seperti topi, jadi dengan pemakaian CPAP selama 11 jam dan ada penekanan kulit bayi apalagi sangat tipis dibandingkan dengan orang dewasa. Penekanan yang biasa saja tapi bagi bayi itu sangat sensitif. Sebelum difixsasi dikepala dan memakai topi tetap saja kulit bayi itu sangat tipis, penekanan 1 jam saja akan berdampak apa lagi ini 11 jam," urai dr Mega.

Menurutnya lebam bayi tersebut bukanlah karena benturan tetapi secara medis akibat kulit bayi yang lecet dan memerah saat memakai CPAP. (Cr23) 

Ikuti berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkini