Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pengurangan kapasitas produksi hingga penutupan usaha.
"Jadi pengurangan pekerja karena depresiasi rupiah sangat terbuka. Meskipun demikian, kami tidak memproyeksikan PHK akan dilakukan secara massive pada saat yang bersamaan dalam waktu dekat. Kemungkinan PHK justru akan terjadi secara bertahap seiring dengan pelemahan kinerja usaha yang disebabkan oleh depresiasi rupiah," ucap Shinta.
Industri yang paling rentan mengalami PHK tentu adalah industri-industri yang memang sudah berusaha untuk bertahan di pasar, khususnya industri-industri padat karya berorientasi ekspor.
"Di satu sisi, mereka tidak memiliki demand pasar yang kuat karena pelemahan pertumbuhan ekonomi global," terang Shinta.
Padahal beban biaya operasional atau opex terus meningkat seiring dengan kenaikan upah, suku bunga dan beban-beban opex lainnya. Depresiasi rupiah, menurut Shinta, semakin menambah beban-beban opex ini dan berimbas pada penurunan daya saing industri tersebut di pasar ekspor.
"Untuk industri lain, yang juga vulnerable terdampak negatif produktivitasnya adalah industri-industri manufaktur yang memiliki proporsi impor bahan baku atau penolong yangg tinggi seperti industri mamin, industri automotif, industri produk elektronik, dan lain-lain," ujar Shinta.
Shinta berujar, probabilitas terjadinya PHK di industri-industri tersebut jauh lebih kecil dibandingkan industri padat karya berorientasi ekspor karena basis pasar industri-industri ini umumnya adalah pasar domestik yang relatif stabil pertumbuhannya.
"Bila depresiasi rupiah terus berlanjut dan berimbas pada inflasi kebutuhan pokok masyarakat, ya tentu akan ikut turun juga potensi pasarnya dan membuat industri-industri manufaktur nasional yang berorientasi pasar domestik juga ikut tertekan kapabilitasnya untuk mempertahankan tenaga kerja existing," tuturnya.
Sebelumnya, berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah ditutup di level Rp16.412 per dolar AS. Mata uang Indonesia melemah 142 poin atau minus 0,87 persen dari penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara berdasarkan data Google Finance per Selasa (18/6) pagi, dolar AS berada di posisi Rp16.432 atau turun 0,33 persen. Meski demikian, dolar AS juga sempat berada pada level Rp16.486 alias hampir menyentuh Rp16.500.
Pabrik Tekstil
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, ada 13.800 pekerja perusahaan tekstil terkena PHK selama enam bulan pertama tahun ini.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan, sejak Januari hingga awal Juni 2024, ada enam perusahaan yang melakukan PHK karena menutup pabriknya. Lalu, ada empat perusahaan yang melakukan PHK akibat efisiensi perusahaan. "Khusus Januari sampai awal Juni 2024 total yang jadi korban PHK sekitar 13.800," katanya.
Detailnya untuk enam pabrik yang melakukan PHK akibat pabrik tutup ada PT S Dupantex di Jawa Tengah PHK sekitar 700 pekerja. Lalu, ada PT Alenatex di Jawa Barat PHK sekitar 700 pekerja. Ada juga PT Kusumahadi Santosa di Jawa Tengah PHK sekitar 500 pekerja.
Berikutnya, ada PT Kusumaptura Santosa di Jawa Tengah sekitar 400 pekerja. Ada PT Pamor Spinning Mills di Jawa Tengah PHK sekitar 700 pekerja. Terakhir, ada PT Sai Apparel di Jawa Tengah PHK sekitar 8 ribu pekerja.