Kunjungan Paus Fransiskus

Pengerjaan Kamar Paus Yohanes Paulus II di Ritapiret Selalu Dikawal Perempuan asal Bali

Penulis: Eugenius Moa
Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Paus Yohanes Paulus II.

Laporan wartawan Pos Kupang, Eugenius Mo’a

TRIBUNFLORES.COM,MAUMERE- Paus Yohanes Paulus II berada di Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tanggal 11-12 Oktober 1989.

Sekitar 18 jam lamanya Paus Yohanes Paulus II yang telah dinobatkan menjadi santo atau orang kudus berada di Pulau Flores.

Beliau pertama kali menjejakan kaki di Bandara Frans Seda, kemudian menuju Gelora Samador untuk memimpi misa. Acara berikutnya di Aula STFK Ledalero bertemy para imam dan frater serta menginap di Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret.

Momentum itu tinggal kenangan. Salah satu peninggalan Santo Yohanes Paulus II adalah kamar tidur yang diinapnya semalam pada 11 Oktober 1989.

Kasula yang dipakai Paus Yohanes Paulus II saat memimpin misa di Gelora Samador Maumere. (POS KUPANG/EUGENIUS MOA)

Praeses Seminari Tingg St.Petrus Ritapiret kala itu, Romo Dominikus Balo, Pr punya kesan ketika bersama Paus Yohanes Paulus II di kamarnya.

Romo Domi juga yang menerima kendatangan Paus di pendopo seminari, Rabu petang 11 Oktober 1989.

Romo Domi masih ingat kata-kata Paus Yohanes Paulus II ketika ia memperlihatkan kamar dan seluruh perlengkapan di kamar Paus.

Bapa Suci spontan berkata, ”Oh…oh…” dan lanjut bertanya, "Siapa yang buat ini?"

Romo Domi menjelaskan bahwa kamar dan semua perlengkapannya bukan seminari yang buat. “Ini adalah sumbangan pemerintah,” kata Romo Domi.

Suara Sri Paus agak rendah berkata, "Kamu tahu kan. Saya toh tidak butuhkan ini,“ kata Romo Domi menirukan Paus.

Dialog itu termuat dalam buku Dia Datang, Kenangan Kunjungan Paus Yohanes Paulus II.

Romo Mathias Daven, Moderator Sentro John Paul II membagikan kisah cikal bakal kamar Sri Paus di Ritapiret itu.

Pilihan tempat menginap semalam di Ritapiret mungkin terutama alasan keamanan, kenyamanan dan keselamatan pemimpin umat Katolik sedunia.

Kamar tidur Paus Yohanes Paulus II di Seminari Tinggi Ritapiret Maumere. (POS KUPANG/EUGENIUS MOA)

Semula, kamar yang direncanakan ditempati Bapa Suci menggunakan kamar praeses.

Letak kamar tersebut pada sebelah barat dari deretan bangunan di bagian depan. Mungkin dianggap kurang nyaman, pihak keamanan membatalkannya.

Dipilihlah gedung yang ditempati oleh para frater tingkat tiga. Letaknya pada bagian tengah antara deretan gedung depan, di sebelah barat daya ada kapela dan sebuah bangunan kecil. Kemudian di sebelah utara dan timur juga terdapat bangunan.

Beberapa kamar tidur para frater dari bangunan sepanjang 20-an meter lebih itu dirombak menjadi kamar utama Paus Yohanes Paulus II.

Kamar itu diapit kamar mandi di sampingnya. Ada ruang tengah yang membagi kamar tidur Sekretaris Pribadi Bapa Suci, Mgr. Stanislao Dziwisz bersebelahan dengan kamar tidur ditempati oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Francesco Canalini.

Pengerjaan kamar itu dikawal seorang perempuan asal Bali. Semenjak kamar tersebut dibangun selalu setiap saat tak tentu waktu muncul anggota keamanan.

Mereka mewaspadai jangan-jangan ada sesuatu yang ditanamkan di dalam bangunan itu yang bisa membahayakan keselamatan Bapa Suci.

“Saya masih frater tidur di sebelah bawah dari kamar yang direhab itu. Suatu waktu tengah malam, saya bangun hendak ke kamar mandi. Saya kaget ada tentara di luar,” kata Romo Mathias.

Lantai kamar semula semen diganti keramik. Begitu pula kamar mandi dipasangi keramik warna hijau muda dengan tirai yang membatasi untuk mandi, wc dan wastafel menempel pada dinding sebelah kanan dari pintu masuk kamar mandi.

Sebuah lemari pakaian tiga pintu terletak persis pada lorong menuju kamar mandi. Pada bagian atas dinding di samping lemari terdapat sebuah pendingin ruang model jadul (windows).

Sedangkan di kamar tidur ada sebuah tempat tidur besar dan lebar, beralas kasur busa yang tidak terlalu tebal (bukan seperti spring bed saat ini dijual di toko), bantal kepala dan sebuah bantal guling.

Ada pula sebuah kursi dan sebuah meja setengah biro. Lemari kaca berisi kasula yang dipakai Sri Paus dalam perayaan misa di Gelora Samador.

Di kamar inilah, 35 tahun silam, Sri Paus Yohanes Paulus II merebahkan tubuhnya setelah seharian melawat umatnya di tanah Maumere. Momentum yang tak akan lekang oleh waktu.

Kursi dan meja yang digunakan Paus Yohanes Paulus II di Seminari Ritapiret Maumere Oktober 1989. (POS KUPANG/EUGENIUS MOA)

Keadaan kamar itu tak banyak berubah. Jauh dari kesan kamar tidur mewah. Seperti kebanyakan kamar tidur di rumah-rumah keluarga umumnya.

Beberapa tahun pascakunjungan itu, kamar yang ditempati Paus Johanes tidak serta-merta menjadi obyek wisata rohani. Kamar ini sempat dijadikan kamar sakit. Kemudian kamar preses.

Muncul pertimbangan jangan lagi kamar tersebut dihuni oleh salah satu pembina.

Mengingatkan tokoh ini kelak menjadi tokoh besar dalam sejarah. Kamar ini dipoles lagi, direhab menjadikan santuarium tempat wisata rohani.

Uskup Maumere, Mgr.Ewaldus Martinus Sedu, mengaku bersyukur semasa bertugas sebagai perfek, bapak asrama kemudian menjadi praeses antara tahun 2001-2016 di Ritapiret menata kembali seperti semula kamar Paus.

Semua barang-barang penting yang pernah digunakan semasa kunjungan dikumpulkan dan dikembalikan ke kamar tidur tersebut.

Kursi (perayaan misa), tempat tidur, pakaian misa (Kasula). Pakaian misa itu disiapkan tim liturgi disimpan para suster, namun sudah dikembalikan ke kamar Paus.

Kursi pada waktu perayaan misa di Gelora Samador, lumayan lama berada di Gereja Katedral Santo Yoseph Maumere juga sudah dikembalikan ke kamar Paus Yohanes Paulus II di Seminari Ritapiret.

“Ketika saya telah ditahbiskan menjadi uskup, saya minta kursi itu dikembalikan ke kamar Paus,” ujar Mgr. Ewal.

Uskup Ewal mengakui ada kebanggaan tersendiri karena pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia datang ke Maumere. Dia menginap di Seminari Santo Petrus Ritapiret kemudian menjadi Santo, orang kudus.

“Dan, orang kudus itu pernah menginjak kaki, tidur semalam di Ritapiret. Tapak kakinya ada di Gelora Samador, merayakan misa dan memberi berkat umat di sana,” kenang Mgr. Ewaldus Sedu.

“Proses (menjadi) orang kudus sangat cepat. Orang kudus di zaman modern, Santo Yohanes Paus II dan Santa Theresia dari Calcuta. Dua orang yang bersahabat baik,” demikian Uskup Ewal. (*)

Berita Terkini