Rakernas V PDIP

Rakernas V PDIP Ditutup, Belum Ada Sikap terhadap Pemerintahan Prabowo-Gibran

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat menyalakan obor Api Perjuangan Nan Tak Pernah Padam yang menjadi simbol pembukaan Rakernas V PDI Perjuangan di Beach City International Jakarta, Ancol, Jakarta, Jumat (24/5/2024).

Ditemui seusai penutupan rakernas, Sekretaris Tim Pemenangan Pilkada 2024 PDI-P Aria Bima mengungkapkan, partainya belum menentukan sikap karena memang saat ini pemerintahan belum berganti. Prabowo-Gibran baru akan menjabat pada Oktober 2024, sementara saat ini pemerintahan masih dipegang oleh Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma’ruf Amin.

Baca juga: PDIP Belum Putuskan Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Megawati: Gue Mainin Dulu Dong

Terkait posisi politik, Aria Bima menyampaikan bahwa Indonesia tidak menganut sistem parlementer sehingga tidak ada istilah “oposisi” ataupun “koalisi”. Dalam sistem pemerintahan presidensial yang dianut Indonesia, PDI-P akan mengambil posisi untuk penguatan fungsi check and balances supaya ada partai yang tidak dalam satu barisan dengan pemerintah.

Sebab, jika PDIP memutuskan berada di dalam pemerintahan, pengawasan yang dilakukan dipastikan akan bersifat semu sebagaimana terjadi pada 10 tahun terakhir. Kondisi ini salah satunya terlihat dalam proses legislasi yang kurang melibatkan publik, tetapi DPR hanya diam. Padahal, PDIP menginginkan pengawasan sesungguhnya dengan melihat sesuatu demi kepentingan rakyat.

”Karena memang, kalau posisi (di luar pemerintahan), kan, cenderung destruktif dan cenderung mengkritik tanpa memberikan offering. Nah, kami ingin, ini kritis yang konstruktif, kritis yang bisa memberikan persandingan kebijakan alternatif. Kami tidak hanya sekadar apriori dan tidak hanya asal beda,” ucap Aria Bima.

Aria Bima juga tak memungkiri, faktor lain yang perlu menjadi pertimbangan dalam penentuan sikap PDIP adalah pilkada serentak 2024. Pilkada yang digelar pada November itu akan dilaksanakan di 545 daerah.

”Maka, kami ingin bahwa PDIP tidak akan terlalu cepat memutuskan. Kami ingin juga memberikan ruang supaya hajatan ini jangan lagi hanya sekadar koalisi atau konfigurasi pengusung capres-cawapres memfotokopi menjadi koalisi pilkada. Itu menjadi sangat elitis,” katanya.

Saat ditanya apakah sikap politik PDIP belum ditentukan karena menunggu pembagian porsi menteri dari Prabowo-Gibran, Aria Bima membantahnya. ”Enggak sama sekali, enggak. Nunggu pemerintahan ada dulu. Dialektikanya begitu,” katanya tegas.

Secara terpisah, pengajar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, A Bakir Ihsan, memandang, saat ini memang belum waktunya bagi PDI-P untuk menyatakan berada di luar pemerintahan karena secara faktual pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin masih berjalan. Selain itu, masih banyak kader PDI-P berada di dalam pemerintahan, sementara pemerintahan di bawah Prabowo belum dilantik.

”Jadi jalan tengahnya menunggu sampai Prabowo dilantik baru ada pernyataan koalisi atau oposisi,” katanya.

Dalam pilkada, menurut Bakir, relasi antarpartai relatif cair dan tidak mencerminkan relasi pada tingkat pemerintahan pusat. Misalnya, di Depok, untuk Pilkada 2024, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berkoalisi dengan Partai Golkar. Untuk diketahui, kedua partai tersebut berseberangan pada Pilpres 2024.

”Ini sudah terjadi pada pilkada-pilkada sebelumnya yang menunjukkan relasi partai pada tingkat pusat tidak selalu berkelindan dengan relasi pada tingkat lokal, provinsi ataupun kabupaten, kota. Fenomena ini semakin memperkuat pandangan bahwa relasi parpol adalah relasi pragmatis,” katanya tegas.

Sebenarnya, lanjut Bakir, pernyataan sikap PDIP nanti bisa dilihat dari keputusan apakah ada kadernya di kabinet Prabowo-Gibran atau tidak, seperti saat dua periode kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Jika ada kadernya di kabinet walaupun hanya satu orang, maka artinya sulit bagi PDIP melepaskan diri sebagai bagian dari pemerintah.

”Selama ini penyematan atau indikator oposisi dalam konteks kepartaian di Indonesia sebenarnya sederhana, ada di luar pemerintahan. Padahal, sejatinya oposisi itu sifatnya ideologis, berada di luar pemerintahan karena memang berbeda pijakan ideologisnya. Karena tidak punya diferensiasi ideologis, maka relasinya sangat cair. Hari ini koalisi, besok oposisi. Jadi tidak ada jalan tengah, adanya pilihan setengah hati. Pilihan setengah hati bagi partai sekelas PDI-P termasuk ‘cemen’ alias lembek,” ujarnya.

Bangun hukum berkeadilan

Sementara itu, di hadapan kader, Megawati juga menyampaikan bahwa tantangan ke depan tidaklah ringan, apalagi dengan melihat beratnya pekerjaan rumah untuk membangun sistem hukum yang berkeadilan. Ia melihat, hukum kini telah dimanipulasi. Ironisnya, hal itu terjadi di sejumlah lembaga yang dihasilkan dari rahim reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Halaman
123

Berita Terkini