POS-KUPANG.COM - Sosok Kepala Staf Korem (Kasrem) 161/Wira Sakti, Kolonel Cpl Simon Petrus Kamlasi tidak asing lagi bagi masyarakat NTT.
Selama 11 tahun terakhir sejak 2013 dirinya secara konsisten melaksanakan gerakan jaga air dan alam.
Selain itu Kolonel Cpl Simon Petrus Kamlasi juga telah mengelilingi, hampir semua daratan di Provinsi NTT melaksanakan aksi nyata yang langsung berkaitan dengan kebutuhan riil masyarakat yakni masalah air.
Seperti apa kisah Simon Petrus Kamlasi, simak wawancara eksklusif yang dipandu Pimpinan Redaksi Pos-Kupang, Dion DB Putra dalam Podcast Pos Kupang, Selasa (21/5/2024).
Berikut lanjutan petikan wawancara selengkapnya.
Bagaimana cara Pak Simon mentransfer ilmu pengetahuan tentang hidram kepada masyarakat?
Saya berpikir aplikasi hidram yang paling tepat tanpa bahan bakar, tanpa listrik dan komponennya bisa didapatkan di kampung. Kalau yang hidram kontruksi ini tidak banyak kerumitan dalam pembuatan klep.
Baca juga: Di Tangan Simon Petrus Kamlasi Warga tak Haus Lagi
Semua bisa mengerjakannya, kita siapkan kuncinya jadi mereka pun pada saat pemasangan ada partisipasi. Para Babinsa mengajarkan teknisi ini untuk merawat. Sekarang tinggal konsisten dalam merawatnya.
Sebenarnya apa yang menginspirasi Anda untuk membantu masyarakat?
Dari segi kebijakan ada yang paralel dengan keinginan kita, dan program pimpinan. Kebetulan TNI AD Manunggal air ini, menjadi program Kasad yang lebih membuat saya termotivasi adalah keluarga.
Jadi saya pernah membawa istri saya ke kampung, maaf mau ke belakang saja tidak tega karena lihat orang harus jinjing jeriken air di kepala untuk disiram di closet.
Sampai pulang kita berdua berbicara dan terinspirasi untuk membantu mencarikan pompa. Kita belikan pompa begitu kirim ke kampung.
Yang buat kita terkejut adalah Desa Sunu waktu itu belum ada listrik. Jadi pompa saya tidak ada gunanya. Itu yang membuat saya berpikir bahwa kita harus gunakan teknologi lain.
Sempat terpikir tenaga surya, tapi mahal. Akhirnya kita pakailah hidram ini. Kita bersyukur sekarang ini bukan hanya parsial, tetapi sudah masif. Tidak hanya sebatas cari akses air, tetapi pemanfaatan air untuk kesejahteraan.
Adakah inovasi untuk kebutuhan internal TNI yang sudah diciptakan?
Waktu saya menjadi siswa SMA Taruna Nusantara angkatan pertama, di sekolah saya rangking 1 sampai lulus SMP. Begitu saya bergabung dengan siswa seluruh Indonesia saya merasa kecil.
Hal yang memotivasi saya, harus keluar tidak boleh orang bilang anak NTT itu bodoh. Jadi saya lulusan taruna Korps Peralatan yang bidang utamanya Teknik Mesin, sebagai lulusan terbaik.
Ketika saya dinas menjabat sebagai kepala seksi penelitian dan pengembangan di Direktorat Peralatan Angkatan Darat di situ ada pengkajian tentang kendaraan taktis militer, maunya seperti apa untuk mengganti kendaraan yang sudah tua.
Bagaimana desain rantis berikutnya yang cocok untuk Komandan Batalyon dan Komandan Kompi.
Saya pembuat kajian desain rantis saat itu, karena saya putra NTT saya menemukan kendaraan itu Komodo. Filosofinya adalah senyap, tetapi sangat mematikan dan lincah. Sehingga desain Komodo itu rendah dan lebar, dengan powerfull.
Hanya memang di tengah jalan saya harus pindah melaksanakan military observer di Sudan jadi kegiatan lanjutan dan kajian itu sudah sampai ke Pindad.
Hari ini kita dengan bangga melihat bahwa Komodo itu sudah dipakai di Batalyon Armed yang ada di Naibonat.
Berikutnya ketika saya menjabat Kepala Laboratorium Dinas Penelitian dan Pengembangan, saya mendesain prototipe amfibi.
Amfibi yang multi guna di darat bisa untuk kegiatan sosial, bisa untuk panggung berjalan dan memiliki semua kelengkapan yang sifatnya hidrolik.
Ada 12 boom hidrolik yang kita pakai, 22 fungsi dalam satu desain kendaraan. Saya sudah uji coba di Waduk Jatiluhur.
Setelah itu ada satu desain yang sementara dalam proses, yakni kendaraan tempur jarak dekat. Kendaraan itu memiliki daya dobrak dengan hitungan matematis aplikasi beberapa disiplin ilmu.
Itulah karya saya sebelum menjadi asisten logistik. Begitu saya jadi asisten logistik, saya tidak bisa diam.
Waktu Pak Jokowi menggunakan pakaian Amanatun di istana, akhirnya saya berpikir segera saya buat patungnya.
Patung itu sudah terpasang dengan megah di Sunu. Mudah-mudahan bukti Sunu menjadi bukit Presiden, karena bukan cuma patung Jokowi saja presiden lain pun ada hanya patungnya belum sampai. (cr19/habis)