POS-KUPANG.COM, KUPANG - Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Bidang Energi dan Sumber Daya Alam DPP Partai Golkar Sebastian Salang meradang setelah mengetahui DPD Partai Golkar NTT tidak menerima pendaftaran bakal calon Gubernur NTT dan Wakil Gubernur NTT periode 2024-2029.
Hal ini dilakukan DPD Partai Golkar NTT karena Ketua DPD Golkar NTT Melki Laka Lena telah menjadi calon tunggal Gubernur NTT berdasarkan surat keputusan dari DPP Golkar dan keputusan rapat kerja daerah (Rakerda) partai berlambang Pohon Beringin itu beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, Sebastian Salang merupakan bakal calon Wakil Gubernur NTT yang berpasangan dengan bakal calon Gubernur NTT, Orias Moedak. Keduanya memproklamirkan diri sebagai Paket OASE dengan tagline “Jangan Mencuri”.
Baca juga: Menebak Arah Koalisi Golkar yang Usung Melki Laka Lena di Pilgub NTT
Baca juga: Pilgub NTT, Wasekjen Sebut Golkar Belum Final Putuskan Balon Gubernur
Sebagai kader dan pengurus Partai Golkar, Sebastian mengatakan, seandainya Partai Golkar membuka pendaftaran maka paket OASE akan mendaftar di Partai Golkar. Namun hanya karena Partai Golkar tidak membuka pendaftaran bagi calon lain maka Paket OASE tidak mendaftar.
Menurut Sebastian, Partai Golkar pada beberapa waktu lalu telah menggelar Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) dan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) yang hasilnya adalah merekomendasikan sejumlah nama untuk bakal calon Gubernur NTT dan bakal calon Wakil Gubernur NTT. “Ini merupakan hasil yang sudah diumumkan secara resmi," ungkap Sebastian.
Namun saat ini Ketua DPD Partai Golkar NTT, Melki Laka Lena membuat keputusan yang lain yang tidak sesuai aturan organisasi karena dengan sepihak Melki Laka Lena menutup pendaftaran.
Padahal lanjut Sebastian, berdasarkan mekanisme organisasi, apabila Melki Laka Lena ingin mengubah keputusan organisasi maka harus membuat Rapimda dan Rakerda lagi untuk membatalkan hasil keputusan rapat sebelumnya.
“Melki Laka Lena harus menggunakan mekanisme yakni pendaftaran bakal calon gubernur untuk Partai Golkar hanya untuk calon dari Partai Golkar sendiri. Namun perlu diketahui Partai Golkar tidak bisa maju sendiri sehingga Partai Golkar harus berkoalisi dengan partai lain," jelas Sebastian.
Sebastian berharap mekanisme yang ada di Partai Golkar biarkan berjalan dan bersaing dengan sehat. “Ini bisa menjadi catatan bagi DPD Partai Golkar karena kemungkinan selalu ada di dalam politik. Politik itu seni dari segala kemungkinan," kata Sebastian Salang, Rabu (15/5).
Pernyataan yang sama juga disampaikan Sebastian Salang saat mendaftar sebagai bakal calon Wakil Gubernur NTT mendampingi Orias Moedak dalam paket OASE, sehari sebelumnya di DPD Demokrat.
Sebastian menyebut OASE datang ke Demokrat karena partai itu terbuka. Menurut dia, hal itu sebagai cerminan bagi parpol lain termasuk Golkar.
“Partai Demokrat adalah partai terbuka dan selalu membuka diri," kata Sebastian.
Sementara itu, Ketua DPD Partai Golkar NTT, Melki Laka Lena yang dikonfirmasi Pos Kupang, Rabu (15/5) malam enggan berkomentar. Melalui pesan WhatsApp, Melki meminta Pos Kupang untuk langsung menghubungi DPP Partai Golkar dan Bappilu NTT sehingga obyektif
Wakil Sekjend Bidang Pemenangan Pemilu DPP Wilayah Bali, NTB dan NTT Partai Golkar, Herman Hayong yang ditanya Pos Kupang menegaskan, tidak ada peraturan organisasi, juklak dan juknis yang mewajibkan pembukaan pendaftaran calon kepala daerah.
"Perlu saya sampaikan bahwa di DPP Golkar tidak ada satupun aturan organisasi atau juklak dan juknis yang mewajibkan DPD Golkar provinsi untuk membuka pendaftaran calon kepala daerah," kata Herman Hayong terpisah.
Menurut dia, fungsi partai politik adalah melakukan rekrutmen kader secara berjenjang untuk dipersiapkan menduduki jabatan kekuasaan tertentu dalan kehidupan berbangsa.
Rekrutmen calon kepala daerah, kata dia, sudah dilakukan satu tahun sebelum pemilu legislatif dan pilpres digelar.
Disebutkan, dari banyak nama yang masuk, kemudian baik DPP maupun pengurus secara berjenjang melakukan evaluasi yang berujung pada pemberian surat tugas oleh DPP Partai Golkar menjelang Pilpres dan Pileg.
"Setelah Pilpres dan Pileg kami melakukan evaluasi secara menyeluruh," kata Herman Hayong.
Herman menyampaikan, jika ada kader apalagi pengurus DPP yang berkeinginan maju menjadi calon kepala daerah maka bisa mengikuti mekanisme rekrutmen dari tingkat kabupaten/kota, atau menemui dirinya agar bisa masukan namanya untuk disurvei.
"Jadi sangat tidak beralasan jika ada yang mengatakan Melki Laka Lena membuat Partai Golkar menjadi tertutup dan melanggar aturan. Mungkin yang bersangkutan kurang komunikasi dengan teman-teman di daerah dan kita yang ada di DPP," ujar Herman Hayong.
Caleg Terpilih Wajib Mundur
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari mengubah pernyataannya terkait mekanisme pengunduran diri calon anggota legislatif (caleg) terpilih 2024 yang mau maju Pilkada 2024. Jika sebelumnya ia mengatakan caleg terpilih tidak perlu mengundurkan diri, kini Hasyim mengatakan caleg terpilih 2024 yang mau maju Pilkada 2024 harus mengundurkan diri.
“Bagi calon terpilih yang belum dilantik, maka yang bersangkutan harus bersedia mengundurkan diri sebagai calon terpilih anggota DPR, DPD, atau DPRD provinsi, kabupaten, kota yang berstatus sebagai calon anggota terpilih,” kata Hasyim dalam rapat kerja bersama Komisi II RI, Kemendagri, hingga Bawaslu di Komplek DPR RI Senayan, Jakarta, Rabu (15/5).
Hasyim menjelaskan, syarat yang diperlukan bagi caleg terpilih yang mau bertarung di Pilkada adalah menyerahkan dokumen berupa pengajuan pengunduran diri paling lambat lima hari usai penetapan paslon di Pilkada 2024.
"Untuk anggota DPR, DPD ini kan sebagaimana kita ketahui, bagi yang terpilih akan dilantik 1 Oktober 2024, sehingga begitu yang bersangkutan ditetapkan oleh KPU provinsi atau kabupaten/kota sebagai calon atau paslon peserta Pilkada 2024, maka yang bersangkutan harus segera mengajukan surat pengunduran diri sebagai calon terpilih," ujarnya.
Sementara untuk anggota DPR, DPD, dan DPRD yang tengah menjabat dan didaftarkan sebagai calon kepala daerah, maka ia harus mengundurkan diri dari jabatannya, sebagaimana yang diatur dalam UU Pilkada.
Hasyim sebelumnya sempat mengungkapkan bahwa caleg terpilih di Pileg 2024 tak harus mundur jika ingin maju di Pilkada 2024. Ia menyebut mereka yang wajib mundur adalah anggota legislatif yang sedang menjabat, bukan caleg terpilih. Hal itu berlaku untuk anggota legislatif di tingkat DPR, DPRD kabupaten/kota hingga DPD.
"Kalau saya baca di Undang-undang Pilkada dan juga dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi, yang wajib mundur itu adalah anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD, baik provinsi maupun kabupaten," kata Hasyim di Kantor KPU, Jakarta, Senin (13/5).
Hasyim beralasan caleg terpilih belum resmi menjadi anggota legislatif karena belum dilantik. Oleh sebab itu KPU tidak bisa melarang caleg terpilih untuk ikut serta berkontestasi di Pilkada. "Makanya, frasa yang digunakan adalah calon terpilih yang telah dilantik, itu artinya apa? Bukan calon terpilih, tetapi anggota," imbuhnya.
Sikap awal Hasyim ini merujuk pada Pasal 7 Ayat (2) huruf s UU Pilkada. Beleid pasal tersebut berbunyi: "Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: ... menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan."
Pasal tersebut memang tak spesifik menyebut kategori caleg terpilih. Namun, MK saat menolak gugatan perkara Nomor 12/PUU-XXII/2024, Februari 2024 lalu, menyatakan dalam pertimbangannya agar KPU mensyaratkan caleg terpilih mundur jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Selain masalah caleg terpilih yang wajib mengundurkan diri jika maju Pilkada, KPU RI dalam rapat kerja di DPR kemarin juga menyampaikan sejumlah pokok substansi dalam dua rancangan PKPU Pilkada. Di antaranya tentang penyusunan daftar pemilih tetap. Untuk Pilkada serentak 2024 nanti KPU membatasi jumlah pemilih dalam satu tempat pemungutan suara (TPS) Pilkada hanya 600 orang.
"Sekarang untuk pilkada 2024 akan kita siapkan per TPS paling banyak 600 pemilih dengan memperhatikan tidak menggabungkan desa/kelurahan, memperhatikan kemudahan pemilih ke TPS, tidak memisahkan pemilih dalam satu keluarga pada TPS yang berbeda, dan aspek geografis setempat," kata Hasyim Asy'ari.
Hasyim menjelaskan alasan per TPS dibatasi paling banyak 600 pemilih. Menurutnya hal itu akan memudahkan menggabungkan dua TPS menjadi satu. Sebab pada Pemilu 2024, jumlah pemilih per TPS paling banyak 300 orang.
"Angka 600 ini dalam rangka supaya memudahkan mendesain jumlah TPS. Berdasarkan pemilu 2024 kemarin maksimal per TPS adalah 300 pemilih, dengan demikian nanti memudahkan untuk regrouping atau pengumpulan dua TPS menjadi satu TPS," ucapnya.
Sementara itu dari DPR muncul usulan agar hari pemungutan suara atau pencoblosan diubah dari hari Rabu menjadi hari Sabtu atau Minggu. Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mengatakan tidak perlu ada libur khusus gara-gara Pemilu di masa depan.
Mardani menilai hari pemungutan harusnya dipindah ke hari lain. "Untuk kita mendewasakan di UU yang akan datang, saya usul jangan hari Rabu, teman-teman KPU pencoblosan kita, buat Sabtu atau Minggu saja, kita sudah saatnya meninggalkan harus selalu hari Rabu," kata Mardani.
Menurutnya, Rabu merupakan hari yang berada di tengah-tengah sehingga kemungkinan masyarakat masih berada di domisili masing-masing. Namun, kata dia, tidak selamanya Pemilu harus digelar pada Rabu yang diubah jadi libur nasional. "Biarkan masyarakat itu menikmati kehidupan, nggak perlu libur karena pemilu. Pemilu jalan, bisnis jalan, semua jalan," ujarnya.
Dia juga mengatakan tempat pemungutan suara (TPS) bisa dibuat di sekolah-sekolah. Sehingga, katanya, KPU tak butuh anggaran untuk membuat TPS. "Jadikan Sabtu atau Minggu. Kalau perlu tempatnya di sekolah, jadi kita nggak perlu bikin TPS-TPS, sayang duitnya," ujarnya.
Komisi II DPR RI sendiri akhirnya menyetujui dua Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Rancangan PKPU pertama yakni tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati wakil bupati, wali kota wakil wali kota. Kedua, rancangan PKPU tentang penyusunan daftar pemilih Pilkada.
"Kita dapat setujui ya?" tanya Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia kepada seluruh anggota Dewan, Rabu. "Setuju," jawab seluruh anggota Komisi II dilanjutkan dengan ketukan palu dari Doli tanda persetujuan.
Meskipun disetujui, KPU tetap wajib memerhatikan semua saran dan masukan dari anggota Komisi II yang disampaikan dalam rapat. Namun, dia tak membeberkan lebih lanjut apa saja saran dan masukan tersebut. Doli lantas mengetuk palu sidang.(fan/tribun network/frs/mam/mar/dod)
Ikuti Liputan Khusus POS-KUPANG.COM di GOOGLE NEWS