POS-KUPANG.COM, JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem ) menyebut terjadi kenaikan jumlah permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum ( PHPU ) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK), dibandingkan pada Pemilu 2019.
Padahal, menurut catatan Perludem, Pemilu 2024 merupakan pemilu serentak kedua kali dilakukan di Indonesia.
Peneliti Perludem Ihsan Maulana mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun dari situs webside MK hingga Senin (25/3), sudah ada 277 perkara PHPU yang didaftarkan.
Di mana, sebanyak 277 perkara itu terdiri atas dua perkara pemilihan presiden (Pilpres), 263 pemilihan legislatif (Pileg) DPR atau DPRD provinsi dan kabupaten/kota, serta 12 Pileg DPD.
“Dibandingkan 2019, sudah ada peningkatan perkara yang masuk ke MK. Kalau 2019 hanya 261 perkara, 2024 per hari ini ada 277 perkara,” kata Ihsan Maulana dalam diskusi virtual bertajuk ‘Potret Awal Perselisihan Hasil Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi’ pada Senin (25/3).
Menurut Ihsan, data itu menunjukkan penyelenggaraan pemilu masih diwarnai dengan dugaan kecurangan, pelanggaran, yang berdampak pada hasil pemilu. Sehingga, peserta pemilu mengajukan gugatan PHPU ke MK.
Dia juga menilai, hal itu menjadi gambaran yang kurang baik, mengingat Pemilu 2024 merupakan pemilu serentak kedua.
Padahal, apabila penyelenggara pemilu dapat belajar dari pelaksanaan pemilu 2019 lalu dan berhasil melakukan mitigasi risiko, perkara PHPU bisa menurun.
Baca juga: Hotman Paris Masuk Tim Pembela, Ini Dereten Pengacara Top Siap Bela Prabowo Gibran di Sidang MK
“Itu memang hak peserta pemilu. Namun tetap ada kecenderungan peningkatan. Seharusnya PHPU tidak sebanyak hari ini,” jelasnya.
Lebih lanjut, Ihsan menyampaikan bahwa Papua Tengah menjadi provinsi paling banyak terdapat perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk DPR dan DPRD dengan 21 perkara.
“Papua Tengah merupakan provinsi dengan jumlah perkara terbanyak ada 21 perkara yang berasal dari Papua Tengah baik itu DPRD Provinsi, kabupaten, kota dan juga DPR RI itu di dominasi oleh provinsi Papua Tengah,” kata Ihsan
Ihsan menyebut, bahwa Papua Tengah merupakan daerah otonomi baru yang baru ikut serta sejak Pemilu 2019. Namun, menjadi daerah dengan jumlah perkara paling banyak di MK pada PHPU 2024.
“Kami harus akui masih ada 25 provinsi yang belum teridentifikasi karena tidak secara jelas disebutkan di dalam perkara permohonan yang ada di MK,” kata Ihsan.
Selanjutnya, Provinsi Aceh berada di urutan kedua dengan 17 perkara, disusul Sumatera Selatan 16 perkara, Papua 15 perkara, Jawa Barat 14 perkara, Jawa Timur 12 perkara, Papua Pegunungan 11 perkara serta Maluku Utara dan Maluku masing-masing 10 perkara.
“Di Aceh ini juga cukup banyak, kenapa demikian karena kita tahu bahwa di Aceh ada parpol lokal,” jelasnya.