Semangat yang diusung pembiayaan kesehatan melalui BPJS adalah “not business as usualâ€. Karena bukan “business as usualâ€, kita berharap bisa merasakan program pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Meskipun begitu, disadari bahwa dari sisi sumber pendanaan, pengelolaan dana, dan penggunaan dana BPJS Kesehatan merupakan masalah krusial.
Sebagaimana diketahui, problematika kesehatan di Indonesia sedang menghadapi berbagai masalah penyakit seperti pembiayaan kesehatan yang besar pada 2022.
Untuk penyakit katastropik antara lain penyakit jantung 15,5 juta kasus dan paling menguras isi kantong BPJS Kesehatan yakni Rp12,14 triliun, urutan kedua ditempati penyakit kanker sebanyak 3,15 juta kasus yang menelan biaya Rp 4,5 triliun, kemudian penyakit stroke dengan 2,54 juta kasus yang membutuhkan dana sebesar Rp 3,24 triliun.
Selanjutnya penyakit gagal ginjal 1,32 juta kasus dengan dana sebesar Rp 2,16 triliun. Data yang ada menunjukkan pola penanganan kesehatan masyarakat masih berfokus pada penanganan kuratif.
Disamping itu, ada kerancuan pembiayaan kesehatan yakni pasien yang dirawat dengan beban BPJS, dibayar per paket penyakit. Misalnya paket rawat inap pasien TBC di RS tipe B, dihargai Rp 2 Juta.
Artinya mau lama atau tidak dirawat, mau sedikit atau banyak tindakan yang dilakukan, mau sedikit atau banyak obat yang diberikan, mau satu atau lebih dokter yang merawat, maka BPJS akan membayar klaim setelah melalui proses cek dan ricek sebanyak Rp 2 juta.
Masalahnya, manusia dengan penyakit yang sama belum tentu respons pengobatannya sama terhadap obat.
Ada pasien yang bisa membaik dan sembuh (maksudnya layak dipulangkan dan bisa lanjut rawat jalan) hanya 3 hari saja, tapi ada juga yang butuh sampai sebulan bahkan lebih masih terbaring di RS, padahal penyakit sama, obatnya sama dan bahkan dokter yang merawat juga sama. Di sini ilmu kedokteran bukan ilmu matematika, 1+ 1 jadi 2.
Ironisnya, harga paket tiap penyakit ini mengambil harga terendah. Bahkan sudah 10 tahun berjalan, belum ada kenaikan harga yang berarti, padahal iuran BPJS sudah beberapa kali naik.
Prinsip BPJS : Kendali mutu, kendali biaya. Biayanya dikendalikan seminimal mungkin, tapi bagaimana mutunya? (Chaniago, 2024). Dalam term ekonomi-kesehatan kondisi ini sulit diterima
Fenomena ini memang kontraktif sehingga berkonotasi negatif.
Dalam sirkuit pasar bebas, tidak perlu heran dengan terjadinya ketimpangan dalam urusan pembiayaan kesehatan masyarakat.
Hukum kapitalisme di pasar bebas telah membuat institusi penyelenggara kesehatan memiliki 'modal' begitu banyak, sementara banyak orang lain kesulitan mendapatkan layanan kesehatan prima. Karena itu tidak bisa dipaksa sama pengobatan untuk semua orang.
Manajemen klinis
Oleh karena itu, dalam pelayanan kesehatan, jangan dibuat harga per paket, karena ini akan membatasi pengobatan sehingga dilema bagi para dokter mengobati pasien. Berikan kepercayaan penuh kepada dokter mengobati pasien.