Dari sudut dimensi realistis, ada adagium latin Tempora Mutantur Et Nos Mutamur in Ilis, waktu sudah berubah kita harus berubah di dalamnya.
Apakah dengan perkembangan zaman Reba sudah tidak relevan lagi
Jawabannya sangat tegas “tidak”.
Reba ada yang bersifat konsistensi dan ada yang bersifat kontekstual. Yang bersifat konsistensi harus ada Kobe Dheke, Kobe Dhoi, dan Kobe Sui (ini upacara adat) juga harus dilakukan dengan pedoman yang sudah diwariskan oleh nenek moyang orang Ngada yaitu harus dilakukan di Sao di Ngada.
Kemudian dalam kontekstual, kita boleh merayakan dengan menari bersama, makan bersama, berbagi bersama (Bene Agere et Laetare) maka reba tidak akan meninggalkan dimensi idealnya, dan disampaikan dengan dimensi realistis, tidak meninggalkan prinsip konsistensi, dan selalu kontekstual.
Maka pelaksanaan syukur Reba yang dilaksanakan oleh IKADA Kupang memenuhi unsur dimensi fleksibilitas.
Ada beberapa prinsip dasar dari Reba atau apa yang diajarkan kepada kita dengan adanya Reba.
Pertama, Santo Paulus dalam satu kesempatan mengatakan Gaudete Cum Gaudetibus Flete Cum Fletibus, bergembiralah dengan orang yang lagi bergembira, menangislah dengan orang yang lagi menangis (IKADA bergembira bersama, jika ada kedukaan kita juga bersama).
Kedua, Sine Labore Non Erit Panis In Ore (tidak bekerja tidak ada roti). Reba mengajarkan kita harus bekerja keras, bukan hanya sekadar menggarap.
Ketiga, Nemo Dat Quod Non Habet (tak seorangpun mampu memberikan kepada orang lain kalau dia tidak memiliki). Matius 25 : 31 – 46 “Hai kamu yang diberkati oleh Bapaku terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sebab: aku lapar engkau beri aku makan, aku haus engkau beri aku minum, aku orang asing engkau memberiku tumpangan, aku telanjang engkau memberiku pakaian, aku sakit engkau merawat aku, ketika aku di penjara engkau mengunjungi aku.
Keempat, Ius Suum Cuique Tribuere (memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya atau bagiannya. (Go Kita Go Kita Go Ngata Go Ngata).
Kelima, Victoria Concordia Crescit keberhasilan atau kemenangan hanya diperoleh dari keharmonisan (Hubungan dengan Allah, hubungan dengan sesama, hubungan dengan alam, dan hubungan dengan adat).
Sebagai akhir dari tulisan ini saya menyampaikan: “Zele ulu wolo meze, lau eko wiwi ebo dutu penga dulu d’ore nga penga d’owe gote go wolo kita ge tau molo gote go ngaba kite nge tau mala asal kita sama – sama. Le punu mae papa busu, le po mae papa lopo le mazi mae le naji, le gege mae le rege”.
Viva Reba, Viva persaudaraan sejati. 100 persen orang Ngada, 100 persen orang NTT, 100 persen orang Indonesia.
Hai yang tinggal di bukit gunung, hai yang tinggal di pesisir pantai, mari kita jalan bersama sama, kumpul bersama (gotong royong) biar gunung kita bisa membuat rata, biar jurang kita bisa menimbun jadi rata asal kita hidup bersama sama dengan rukun, serasi, selaras, seimbang, bekerja sama, dan sama sama bekerja. (*)