Dia menegaskan, dalam kenyataannya, fuel Surcharge 25 % yang ditentukan Kemenhub pada 4 Agustus 2022 dengan harga avtur Rp.9.000 "tidak dipatuhi" operator penerbangan dikarenakan harga avtur saat ini telah melonjak menjadi Rp.16.000.
Mau tidak mau, kata Isyak, operator penerbangan di dalam wilayah NTT harus menyesuaikan tarif pesawat karena membengkaknya biaya operasional pesawat tersebut.
Sebagai contoh, lanjut Isyak, tarif Kota Kupang ke Kota Bajawa saat ini sebesar Rp 1.651.800 telah melampaui ketentuan sebesar Rp 258.050. Adapun harga sesuai ketentuan adalah Rp.1.393.750 dengan fuel Surcharge sebesar 25 % .
Sementara harga tiket dari Kota Bajawa ke Kota Labuan Bajo saat ini mencapai Rp 1.001.000, telah melebihi ketentuan sebesar Rp 417.250 dari seharusnya Rp. 583.750 dengan fuel Surcharge 25 % .
Selain hal itu, Isyak juga menjelaskan bahwa alasan utama terkait tingginya tarif pesawat antar kota dalam wilayah NTT juga disebabkan kurangnya pesawat dan tingginya biaya operasional baik sparepart dan biaya perawatan.
Adapun tingginya harga tiket pesawat antar kota di provinsi kepulauan ini menjadi keluhan warga sejak pertengahan tahun 2022 lalu.
Harga tiket dari Kota Kupang, ibukota NTT menuju Kota Waingapu di Kabupaten Sumba Timur kini berkisar Rp 1,8 juta. Demikian pula ke Kota Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, harga tiket penerbangan dari Kupang mencapai Rp 1,9 juta.
Tak berbeda jauh, harga tiket dari Kupang ke Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata pun mencapai Rp 1,4 juta. Sementara Kupang - Maumere mencapai Rp 1,2 juta dan Kupang - Bajawa mencapai Rp 1,6 juta.
Hal tersebut terasa janggal jika dibandingkan dengan harga tiket untuk penerbagangan regional. Harga tiket pesawat Kupang - Denpasar berkisar Rp 1,5 juta, harga tiket Kupang - Surabaya berkisar Rp 1,3 juta.
Padahal jika ditilik dari jarak dan lama waktu penerbangan maka penerbangan ke Denpasar dan Surabaya membutuhkan waktu lebih lama dengan jarak yang lebih jauh.
Kepala Dinas Perhubungan NTT, Isyak Nuka menyinggung soal adanya monopoli maskapai pesawat di NTT oleh Lion Group.
Monopoli tersebut menurutnya menjadi penyebab kenaikan harga tiket meski harga bahan bakar pesawat atau avtur sudah turun dan intensitas penerbangan mulai pulih sejak kasus Covid-19 mereda.
"Menurut saya penyebab mahalnya tiket di NTT karena dimonopoli oleh operator tertentu saja. Tidak ada operator udara lain sebagai kompetitor," kata dia.
Isyak juga membenarkan wewenang untuk menurunkan harga tiket pesawat adalah dari Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI.
"Peran dishub untuk menurunkan harga tiket tidak ada," kata dia beberapa waktu lalu.