Korupsi Tukin Kementerian ESDM

10 ASN Kementerian ESDM Jadi Tersangka, Ketua KPK: Uang Tukin Dipakai untuk Nikah dan Beli Emas

Editor: Alfons Nedabang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua KPK, Firli Bahuri.

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan aliran uang diduga hasil korupsi pembayaran tunjangan kinerja (tukin) Kementerian ESDM tahun 2020-2022 digunakan untuk keperluan pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI hingga kerja sama umrah.

"Uang yang diperoleh para tersangka tersebut kemudian diduga digunakan di antaranya untuk keperluan pemeriksa BPK RI sejumlah sekitar Rp 1,035 miliar, dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi diantaranya untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan dan logam mulia," ungkap Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis 15 Juni 2023.

KPK diketahui telah memproses hukum 10 tersangka dalam kasus ini, sembilan diantaranya langsung dilakukan penahanan selama 20 hari hingga 4 Juli 2023.

Mereka yaitu Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran.

Baca juga: KPK Periksa Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Jokowi Ingatkan Menteri Hati-hati

Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV), Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.

"Tersangka A (Abdullah, Bendahara Pengeluaran) masih akan menjalani pemeriksaan kondisi kesehatannya lebih dahulu dan KPK sudah melakukan koordinasi dengan pihak RS dan PB IDI," ujar Firli Bahuri.

Negara disebut mengalami kerugian mencapai Rp 27.603.277.720 (Rp27,6 miliar) dari kasus tersebut. Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"KPK sekaligus mengingatkan bahwa setiap rupiah gaji yang diterima oleh seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah hasil dari keringat rakyat. Oleh karena itu, penggunaannya harus taat peraturan dan prosedur yang berlaku sebagai pertanggungjawaban atas amanah yang diberikan," kata Firli Bahuri.

Firli Bahuri juga menyebut negara mengalami kerugian hingga Rp 27,6 miliar akibat korupsi tersebut. "Dengan adanya penyimpangan tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya bernilai sekitar Rp 27,6 miliar," ucap Firli Bahuri.

Baca juga: Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian, KPK Minta Keterangan Sejumlah Pihak

KPK diketahui telah memproses hukum 10 tersangka dalam kasus tersebut. Dari jumlah itu, sembilan di antaranya langsung dilakukan penahanan selama 20 hari hingga 4 Juli 2023.

Mereka yaitu Priyo Andi Gularso (PAG), Subbagian Perbendaharaan/PPSPM; Novian Hari Subagio (NHS), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Lernhard Febian Sirait (LFS), Staf PPK; dan Christa Handayani Pangaribowo (CHP), Bendahara Pengeluaran. Kemudian, Haryat Prasetyo (HP), PPK; Beni Arianto (BA), Operator SPM; Hendi (H), Penguji Tagihan; Rokhmat Annashikhah (RA), PPABP; dan Maria Febri Valentine (MFV),Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi.

"Tersangka A (Abdullah, Bendahara Pengeluaran) masih akan menjalani pemeriksaan kondisi kesehatannya lebih dahulu dan KPK sudah melakukan koordinasi dengan pihak RS dan PB IDI," ujar Firli Bahuri.

Kasus ini bermula saat Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp 221.924.938.176 selama tahun 2020-2022.

Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral yakni Lernhard dkk diduga memanipulasi dan menerima pembayaran tukin yang tidak sesuai ketentuan.

Baca juga: KPK Lidik Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian

Dalam proses pengajuan anggaran diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung serta melakukan manipulasi. Diantaranya pengondisian daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif, dimana tersangka Priyo Andi meminta Lernhard agar 'dana diolah untuk kita-kita dan aman'.

Halaman
12

Berita Terkini