Laporan Reporter POS-KUPANG.COM,Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Aliansi Solidaritas Besipae (ASAB) kembali mendatangi DPRD NTT. Kehadiran mereka untuk menyampaikan persoalan di kawasan besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten TTS.
Pantauan POS-KUPANG.COM, Selasa 1 November 2022, kehadiran aliansi ini dipimpin langsung korlap, Fadly Anentong dan pengurus aliansi lainnya.
Hadir pula beberapa warga dari kawasan Besipae, yakni Nikodemus Manao, Daud Selan, Marten Tanono, Imanuel Tampani.
Setiba di DPRD NTT, aliansi berorasi kemudian meminta agar bisa bertemu dengan DPRD NTT.
Mereka kemudian diarahkan ke ruang rapat Komisi I DPRD NTT. Di Komisi I DPRD NTT, mereka diterima Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Ana Waha Kolin, S.H, Sekretaris Komisi I, Hironimus Banafanu, S.IP,M.Hum, Pimpinan Komisi III, Leo Lelo,S.IP, M.Si, Anggota Komisi II, Yohanes Rumat, S.E, Johan Julius Oematan dan anggota Komisi I, Simon Guido Seran.
Fadly Anentong Koordinator ASAB mengatakan, kasus ini kembali mencuat ketika ada surat dari Pemprov NTT untuk warga di Besipae untuk mengosongkan lokasi, kemudian terjadi penggusuran pada Oktober 2022.
Rumah yang dibangun oleh Pemprov NTT digusur dan tiba-tiba pemerintah datang bilang jangan buat drama di Pulau Timor.
"Siapa yang buat drama sebenarnya. Apakah orang mempertahankan hak atau yang melanggar perjanjian bersama," kata Fadly.
Dijelaskan,saat sekarang, situasi sekarang 91 jiwa, ada delapan anak SD yang tidak bersekolah, 16 siswa SMP dan 1 anak SMA tidak bersekolah. Bahkan ada anak-anak yang diintimidasi oleh guru di sekolah untuk tidak melanjutkan sekolah karena terlibat kasus Besipae.
"Ketika dalam pertemuan ini, tidak menemui solusi untuk menyelesaikan masalah ini, maka hari Senin maka ada lagi warga dari lima desa kembali ke gedung ini," katanya.
Nikodemus Manao adalah salah satu korban yang digusur, juga hadir di DPRD NTT dengan membawa sertifikat
Menurut Manao, sertifikat yang diterbitkan oleh BPN provinsi atau sertifikat yang dimiliki oleh Pemprov NTT itu berada di luar hutan lindung. Tapi aktivitas yang ada di dalam kawasan Mio, Eno Neten, Oe Ekam, Pollo dan Linamnutu,
"Kami minta Pemprov NTT turun tunjuk tapal batas yang luasnya 3780 ha. Kontrak 6000 ha merupakan kerjasama dengan Australia yang
jangan hanya peta ada di sini ,tapi mereka tidak tahu," kata Manao.
Dikatakan, jika mereka ada di dalam tanah pemda maka mereka keluar, asalkan Pemprov berani menunjuk batas. Warga juga ingin tahu, bahwa yang kami tuntut bukan menguasai aset Pemprov NTT, tapi kami minta tunjukkan aset.
Marthen Tanono warga dari Desa Linamnutu mengatakan bingung muncul sertifikat di lahan itu, padahal itu ada kuburan masyarakat.
Daud Selan mengatakan ia sudah hidup di sana sebelum ada sertifikat ini. sertifikat ada di dalam hutan lindung.
Imanuel Tampani dari Desa Mio mengatakan, tahun 2022 dirinya sudah bertemu di DPRD NTT juga.
Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Ana Waha Kolin mengatakan, Audiens agar Pemprov NTT menunjukkan batas dan sertifikat serta duduk bersama
menyampaikan soal hal layak hidup.
"Pada 2020 bangun rumah dan berikan tanah 800 ha dan baru-baru ini ada masalah, saya kontak ke Kepala BPAD NTT. Kami akan dorong pemerintah untuk tuntaskan," katanya.
Leo meminta data lengkap sehingga kronologi kasus bisa diketahui dengan baik.
"Saya harapkan datang lengkap. Harus jelas kronologi soal aset ini sehingga kami juga sampaikan ke pemerintah juga jelas soal lahan 3780 ha itu.
Berikan kami bukti otentik agar kami rekomendasikan ke gubernur agar masalah ini bisa tuntas," kata Leo.
Yohanes Rumat Anggota Komisi II mengatakan, dirinya kesal karena soal ternak sapi yang disampaikan oleh aliansi.
"Tolong berikan kami dokumen. Dokumen kami pegang agar kami bisa bertindak," kata Yohanes.
Johan Oematan, anggota Komisi II mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti aspirasi tersebut.
"Asalkan kami diberikan dokumen tindak lanjut. Kami akan cek soal sapi, tapi tolong bekali kami dengan bukti dan dokumen," kata Johan.
Sekretaris Komisi I DPRD NTT,Hironimus Banafanu mengatakan, kasus tersebut sudah cukup lama, bahkan sejak dirinya masih duduk di Komisi III DPRD NTT.
"Tahun 2009 lalu saya sebagai wakil Ketua Komisi III DPRD NTT. Saya sudah pernah bertemu dengan aliansi dan hari ini bertemu lagi," kata Hironimus.(*)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS